Puisi Awan IV

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rintihan Sukma Merana
@ReinkaAlbana

Laksana bara, terik kirana sang baskara menyengat kulitku hingga bagai terbakar rasanya.

Apa aku peduli?
Tentu saja tidak.

Aku tetap bertahan di sini menunggu dengan hati penuh harap ... kau akan segera datang.

Meskipun pekat telah mendekap bumi dan mata langit yang bersinar lembut itu tak mampu menerangi, aku tetap tidak beranjak sedikit pun dari tempatku semula berada. Aku masih menunggumu dengan harapan yang sama ... kau akan segera datang.

Tak peduli berapa kali sang bayu berembus dahsyat seolah ingin mengempaskan tubuh ringkih ini ... aku tetap menunggu di sini.

Entah, sudah berapa banyak kali rembulan itu membulat sempurna ... aku lupa menghitungnya. Karena segala pikirku hanya tertuju padamu.

Aku akan terus membuka kedua netra ini hingga sosokmu terlihat olehnya. Selalu kan kupertajam pendengaran supaya bisa menangkap suara langkahmu di antara suara bayu yang menderu.

Akan tetapi, itu dulu ... dulu saat sukmaku masih menyatu dengan raga.

Kenyataannya kini aku telah tumbang, rebah tak berdaya tertimbun gundukan tanah yang disebut pusara, bahkan sebelum sempat bertemu denganmu.

Semangat yang membara di dalam jiwa, tak cukup mampu menopang raga yang telah kehilangan banyak daya.

Aku telah jatuh sebelum sempat merasakan genggaman tanganmu, telah membeku sebelum kau sempat mendekapku.
Aku kalah, ragaku menyerah.

Di manakah kau berada kini?
Apa kau telah lupa jalan kembali?
Padahal dulu, kau selalu mengatakan bahwa akulah tempatmu berpulang.

Baiklah ... tidak apa ....

Di alam keabadian ini aku tetap menunggu, untuk kembali bertemu.

Alam Keabadian 21 Maret 2020

☁️☁️☁️☁️☁️☁️☁️☁️
Kampus Awan ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro