AKTARI || 02. Ice Cream

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Memperhatikan seseorang itu bukannya tidak diperbolehkan. Hanya saja, harusnya Tari tahu batasan. Agar saat orang yang diperhatikan tiba-tiba menoleh dan berjalan ke arahnya, Tari tak akan kelimpungan.

Tari merasa waktu menjadi melambat saat cowok jangkung itu berjarak tiga langkah dari tempatnya. Hingga akhirnya, Tari kembali ingat cara mengambil napas saat cowok tadi berbelok kiri mengarah ke tempat kasir dengan menenteng sebuah buku di tangan kanannya.

Untung. Dirinya masih untung karena ternyata, dia tidak mendapat teguran dari objek yang dipandangi karena memperhatikan terlalu lama.

Sedetik kemudian, Tari membalikkan badan. Lalu kembali terperanjat hingga memekik mendapati hal mengerikan tepat di depan wajah cantiknya. Olive, dengan wajah datar dan kedua mata yang memelotot. Ah, apa Tari belum memberi tahu jika dirinya akan refleks berteriak saat mata mana pun melotot ke arahnya?

Semua karena trauma masa kecil. Dirinya sampai demam semalaman karena menonton film horror yang menunjukkan jump scare wajah si hantu dengan mata yang melotot lebar. Tapi sepertinya, hal itu dijadikan hiburan oleh seorang adik yang menyebalkan. Terbukti dari tubuh jongkok yang memegangi perutnya karena tertawa terpingkal cukup lama.

Tari tersadar lalu berkacak pinggang dan menggerutu, "Lo itu, ya ... hobi banget bikin gue kaget! Nggak di rumah, nggak di mana ... lo mau punya Kakak yang jantungan?" Tari berjongkok meraih novel yang kembali jatuh mengenaskan di ubin dingin dengan posisi tengkurap.

"Muka lo, itu ... kayak baru liat hantu! Hahaha ...." Olive berkata di sela-sela tawanya.

Tari bangkit kembali. Disimpannya sebuah novel pada rak, dia melipat tangan di depan dada, Tari berujar, "Emang gue baru liat hantu, barusan."

Sejurus kemudian, Olive meredakan tawa lalu berdiri dan mengangkat dagunya angkuh. "LO BILANG, GUE HANTU?!" Detik selanjutnya Olive meringis saat mendapat cubitan kecil di pinggangnya.

"Aih, Olive! Ini tuh Gramedia ... toko buku! Yang lain adem ayem, lo malah teriak-teriak nggak jelas. Lo nggak malu diliatin banyak orang, gitu?" bisik Tari penuh penekanan, Olive mengerucutkan bibir.

Tari menggeleng pelan seraya memilih lagi beberapa novel di sana. Lalu merotasikan bola mata saat Olive justru mencibir, "Bodo amat."

Keluar dari Gramedia, mereka berpapasan dengan teman sebangku Tari, Mayra. Sedetik kemudian, cewek berponi itu berangsur memeluk Tari erat. Berceloteh ria seolah hanya ada mereka berdua di sana.

"Gue kangen banget sama lo."Mayra melepas pelukannya.

"Baru aja libur seminggu, lebay, lo," ejek Tari disusul dengan kekehan ringannya.

Mayra tertawa lalu menyapa saat menyadari ada Olive di sana. "Hai, Liv! Apa kabar?"

"Kabar baik, Kak. Kak Mayra, gimana?"

Mayra menyentuh dada kirinya dramatis lalu menjawab, "Fisik, sih, baik. Psikisnya yang nggak baik."

"Ye ... bucin, sih, lo!" Tari mencibir.

Untuk sejenak, mereka menepi sedikit menempel pada dinding kaca Gramedia. Menyadari posisi mereka berdiri yang sedikit menghalangi orang-orang yang ingin lewat.

"Eh, eh, Tar ..." Firasat Tari mulai tak enak. "... lo beneran mau pindah sekolah? Kenapa, sih? Nggak betah di sekolah yang lama? Jangan, lah, ya ... nanti gue curhat sama siapa coba? Lo, 'kan, pendengar ter-the best gue. Lo nggak kasihan sama gue?" berundung Mayra tak sabaran.

Tari berdecak lalu dengan santai dia berujar, "Gue ngikut bokap karena kerjanya dipindaaah. Masih satu pulau juga. Nggak usah lebay, Ra. Lagian, lo bisa curhat ke si Dara, kali. Jangan sedih gitu."

Kali ini, Mayra yang berdecak. "Kalo curhat sama mereka, bukannya dapet solusi, gue bisa digodain abis-abisan. Lo kayak nggak tau aja isi curhatan gue selama ini apa doang."

"Just about love." Tari mendelik lalu bertanya gemas, "Lo hidup di zaman apa, sih, Ra? 'Kan sekarang apa-apa udah mudah. Tinggal buka medsos, kita bisa komunikasi sepuasnya."

"Ya, beda aja rasanyaaa."

Tling.

"Tunggu." Mayra merogoh gawai dari sling bag, membuka lockscreen lantas menepuk jidat dan memekik dengan kedua ibu jari yang mengetik balasan di sana. "Gue lupa! Gue tadi lagi buru-buru ditungguin nyokap di parkiran! Mampus dah gue kena omel. Padahal gue masih mau wawancara lo, hiks. Ya, udah, Guys. Gue nggak bisa lama-lama. Tari, nanti gue lanjut PC di WA aja, ya! Gue mau curhat sama lo. See you, Tar, Liv!"

Tari dan Olive cengo. Mereka berpandangan dan sedetik kemudian mereka tertawa.

Berjalan menuju parkiran dengan ice cream di genggaman merupakan salah satu kebiasaan yang hampir tak terlewatkan. Jangan lupakan Olive yang tak pernah bisa diam. Melempar candaan receh sembari menyenggol lengan kiri Tari dengan lengan kanannya secara berulang, justru Tari terbahak tertular tawa renyah Olive karena candaannya sendiri.

Senggolan kali ke sekian, Tari tak bisa mengendalikan keseimbangan. Tubuhnya limbung karena kaki kanan yang tersandung kaki kirinya hingga ...

Bruk.

... Tari menubruk dada bidang seorang cowok yang berpapasan dengannya. Kedua telapak tangan dan pipi kanan itu secara tidak sopan menempel di sana.

Untuk sejenak, ketiga orang di sana terdiam dengan keterkejutan. Mesin waktu seolah berhenti dan dunia Tari hanya diisi oleh detakan cepat jantung miliknya, juga milik seorang yang belum ia lihat wajahnya.

Tersadar, Tari menjauh. Menurunkan kedua tangannya kaku lantas pandangannya tertuju pada corong eskrim yang jatuh tepat di atas sepatu cowok di hadapannya. Tari mengambilnya dengan segera, lalu berujar, "Maaf."

Lima detik, tak ada balasan. Tari mendongak lalu ciut oleh tatapan menusuk dari cowok—deg. Dia cowok yang tadi dilihatnya di Gramedia itu, bukan? Oh, shit, Tari membatin. "Gue bener-bener minta maaf," ulang Tari kembali menunduk. Sedang Olive masih setia memilin tali sling bag yang dikenakannya.

Helaan napas kesal terdengar oleh kedua cewek di sana. Mereka sama-sama merasakan aura yang tak enak. Terlebih saat suara bariton itu menyapa gendang telinga ...

"Lo tau, ini tempat umum?"

­... mereka mendongak lantas Tari refleks mengangguk dengan gerakan lamban.

"Ngapain jalan sempoyongan kayak barusan?"

Seolah tak cukup, mereka dibuat melongo karena setelah mengucap kalimat ketus dia melengos melewati keduanya seolah enggan mendengar jawaban apa pun dari mereka.

***

"Calling you late ... at night. Talking bout nothin' ...but we're always laughing."

Duduk menyila di balkon kamar, tatapan Tari melayang ke langit malam dengan cahaya bulan yang berpendar. Ditemani gitar coklat kesayangan di atas pangkuan, angin malam membelai pipi membuat beberapa helai rambut bertebrangan.

"These dumb conversations ... they raise my affections. Those were the good times, and I miss the old times."

Tari menyandarkan punggung pada kaki kursi di belakangnya. Dengan jemari yang tak henti memetik tiap senar seraya menggumamkan penggalan lagu Blue Jeans milik Gangga Kusuma.

"Have I ... told you lately. That I ... miss you badly."

Tanpa bisa dia kendalikan, ingatan memutar sebuah film usang. Tentang bagaimana dia bahagia setiap bernyanyi dengan petikan gitar oleh seorang cowok. Seorang yang dulu selalu ada di segala cuaca. Sebelum menghilang mengakhiri hubungan lewat pesan di media sosial.

"Something I wish ... that I could still call ... you mine. Still call you mine ...."

Petikan gitar terhenti, dia mendesah panjang. Menegakkan punggung lantas memangku dagu di atas badan gitar di pangkuannya, Tari bermonolog, "Gue nggak mau galau lagi."

Jemari lentiknya bergerak memetik senar lagi saat bayangan cowok bertopi melintas di ingatannya. Sebelum film baru terputar di otaknya, Tari menggeleng dengan tempo yang cepat. Mengenyahkan segala ingatan tentang hari itu.

"Kok malah mikirin dia, sih."

"Mikirin siapa, Kak?" Lamunan Tari buyar. Ditatapnya sumber suara dari di arah belakang, Tari mendelik menangkap sebuah kepala menyempul di belakang pintu balkon kamarnya. Sudah-seperti-hantu.

"Hayoloh, mikirin siapa?! Ngaku sama gue!" Olive menghampiri dengan telunjuk yang mengarah ke wajah Tari. Belum sedetik Olive mendudukkan bokong di samping kakaknya, Tari beranjak meninggalkan Olive seorang diri.

"KAK TARIII! KOK, GUE DITINGGAL, SIH?!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro