21. Hiburan Dari Tragedi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sakura's pov

Hari berikutnya..

"SAKURA!"

Kepalaku menoleh ke sumber suara. "Sakura, tolong bantu hantarkan cakra penyembuhmu pada 15 petani. Ini darurat!"

"Di gedung sayap kiri, gunakan sarung tangan jika mereka tidak terkendali. Berhati-hatilah." setelah mengatakan itu dia berlalu pergi.

Hah? Aku melohok kesal Apanya yang training? Padahal kemarin hanya dikenalkan lokasi ruangan.

Meski begitu, tiba juga aku disini.

"B-bukankah kita harus menetralkan racunnya?" dia yang memakai jas lab berambut pendek tengah menungguku.

Dilihat-lihat kasus ini sedikit berbeda dengan Naruto, kemunculan bintik-bintik ungu pada kulitnya yang berbeda. Penanganannya cukup sederhana, mengalirkan cakra medis penyembuhan dengan masuk kedalam kulit pasien dan langsung menyentuh daerah yang terkena infeksi racun.

"Kita harus menghilangkan efek racun dulu untuk tidak menyebar. Racun yang ini seperti parasit dan mudah ditemukan disekitar desa terlebih suka menempel pada sayuran."

Ini beberapa kali terjadi. Setidaknya dalam setahun, jumlah yang terpapar mencapai 60 warga.

Racun itu mengeras bersama darah lalu membatu. Itulah kenapa jutsu air tidak akan cukup. Meski aku memiliki sedikit elemen tanah setidaknya ini dapat mengemburkan sesuatu yang padat dengan cepat. Satu hal inilah yang tidak semua tenaga medis miliki.

Yah, diantara semuanya, inilah yang cukup menekan ekstra cakra.

Tatapanku tertuju pada semua orang disini. Petani yang sudah renta beberapa diantaranya sudah tidak sadarkan diri.

"Hey kau yang disana! Jangan terlalu menekan kuat cakramu, pergilah ke belakang dan berikan mereka masing-masing teh herbal sekarang!"

"Segera disiapkan."

Tidak lama kristal darah itu melebur. Pemahamannya hampir serupa, jika leburan padat itu terlalu besar untuk dikeluarkan akan menyebabkan luka pada lapisan kulit bawah. Jika kecil, saikan chusutsu no jutsu bisa dilakukan setelahnya.

"Mengapa harus teh?"

Dokter lain menghampiri juga, dia menambahkan. "Kita bunuh bakteri yang aktif sebelum membereskan parasitnya, teh yang dimaksud adalah kombucha dan itu cukup efektif membunuh bakteri yang ikut masuk." suara bariton itu menarik perhatianku, lumayan juga dia.

Pria itu melanjutkan, "Tindakan operasi mungkin lebih cepat namun akan lebih berbahaya secara tidak langsung. Itulah mengapa penyembuhan bertahap meski memakan waktu, lebih efektif karna usia perlu diperhitungkan."

Mereka mengangguk. Kulihat sekelilingku semua langsung turun tangan hingga tidak ada pasien yang menunggu.

Ah iya, sarung tanganku. Aku berdiri dan berniat kembali ke ruang obat.

"Sakura-san!"

Kuurungkan niatku dan melangkah mendekati petani lainnya.

"Sakura-san, bagaimana ini?! Wajahnya pucat sekali padahal kuyakin dia baik-baik saja. KYAA!"

Grett!

"TANGANNYA-!"

Mengerut?

Mataku memicing. Cakranya, Dia seorang shinobi? Keringat dingin mulai mengalir dileherku.

"Cakraku.. Kumohon~"

Sembari berdiri tanganku mengarahkan cakra medis tanpa skinship. Aku melirik detil dari atas-kebawah tubuhnya, dimana itu?

Ini seperti cakra terhisap. Tangannya yang mengerut, pasti.. "Perlihatkan lengannya, cepat!"

Dokter wanita itu mengangguk dan membuka lengan pria ini. Benar saja hal ganjil muncul. Aku tidak terkejut melihatnya. Serumpun dengan kuchiyose-ku.

"Dokter ada lintah. AKH-!"

Eh? "Ada apa?"

Kuambil saja lintah itu dari tangannya. Hewan itu masih menggeliat hingga saat dia terdiam. Sekilas petani itu tersenyum misterius melihatku.

"Kau-Urgh!" Spontan tanganku melempar kencang kelantai dan lintah itu masih menggeliat disitu.

"Sakura-san, ada apa?"

Sakit.

Tanganku tiba-tiba sakit yang seperti tergores-gores juga pedih. Dia benar, cakraku seolah tersedot paksa melalui tanganku.

Ya Tuhan, Kupikir jiwaku akan keluar dari tangan.

"Apa yang harus kita lakukan?" Dokter lain langsung berkumpul.

"Hiii lintah!"

"Injak saja."

"Tidak diinjak, kasih garam!"

"Bakar lintah itu."

Mereka semua melihat kearahku. Mendengar mereka saling menyuruh.

"Anda yakin Sakura-san?" aku mengangguk.

"Bakarlah dan gunakan pencapit agar apinya tidak menyebar."

Saat yang lain sibuk mencari pemantik dan mulai membakarnya, kuhampiri lagi pasien barusan. Perasaanku meredup sesaat, aku menatapnya getir. Pasien itu memandang kosong dengan tersenyum.

"Hiks, dia tidak terselamatkan, Sakura-san."

Suasana tiba-tiba senyap. Para dokter yang membereskan masalah lintah berdiri dibelakangku dan menunduk hormat padanya.

Lintah sekecil itu menyerap semua cakranya? Atau memang menyerap sisa cakra?

Bahkan Tsunade-sama tidak pernah memberitahuku soal jutsu ini. Aku juga tidak tau dia dimana sekarang.

Dan hanya aku yang tau saat dimana tanganku tadi menghitam di area lintah itu menggigitku. Tapi kenapa kakek itu tidak?

.

.

.

Author's pov

Ditempat yang gelap gadis itu berdiri. Dia membuka matanya.

"Sakura?" Suara lembut itu ada didepannya, Shon yang tiba-tiba muncul tengah menunggu dirinya. "Sakura, ayo cepat."

"Ayo kita menikah!"

Mood gadis itu tiba-tiba naik. "Haha, Aku tau ini mimpi."

Baru saja Sakura melangkah mendekat, langkahnya terhenti dan tatapannya menjadi horor.

"SHON! DIBELAKANGMU!"

Jleb!

Siluet berjubah menancapkan kunai itu di leher si hyuga. Mata gadis itu membulat panik. "Tidak.. SHON!"

Tak terasa air matanya menggenang keluar, dia berlari menuju pemuda itu. "SHON! Kumohon.. Hiks, BERTAHANLAH!"

"Sak-Keugh.. Eu-Arghh.. Hoek.."

Sret!

Belum selesai dengan perbuatannya, Kunai yang tertancap didorong kesamping hingga kepala pemuda itu setengah putus. Shon terjatuh kedepan dan mati.

Pikiran gadis itu blank. Kakinya gemetar. Pupil hijaunya tak henti melihat darah lelaki itu mulai tercecer dan mengenai sepatunya. Bahkan bau anyir darah itu mulai tercium.

Ini mimpi.

Dengan intuisinya, ia layangkan kunai itu menuju pembunuh itu dengan menyisipkan sedikit cakra okasho.

Jleb!

Cras!

Tubuh killer itu terhuyung kebelakang, kupluk yang menutupi wajahnya itu akhirnya menjelaskan siapa pembunuhnya. Pelan-pelan wajahnya menegak kembali sembari menatap dirinya.

Dia tersenyum dengan kunai yang tertancap di mata kanannya.

"Pfft itu tidak mempan, nona cantik."

Gadis itu langsung terbangun. Matanya memandang sekitar dan menyadari bahwa dirinya masih dimeja kerjanya dengan setelan dokter.

Itu mimpi?!

Gadis itu melirik jam dinding, waktu kerja sudah selesai dua jam lalu. Dia bernapas lega hal yang terjadi selesai untuknya hari ini. Dia melepaskan jas labnya dan keluar dari rumah sakit.

.

.

.

Selama dijalan setapak dengan uang tip yang didapatnya hari ini, Sakura membeli beberapa makanan manis tak lupa dengan minumannya.

Dia membawa semua itu dan mencari bangku untuk menghabiskan semuanya.

Setelah mendapat apa yang kuinginkan, rasanya tidak sebahagia pertama. Kini perasaannya bimbang. Pikiran gadis itu berkelana saat dia meminta untuk menjadi perawat dibawah pengawasan Tsunade. Padahal dulu aku memohon-mohon seperti itu.

Dia melirik sebatang dango ditangannya. Haruskah aku menabung untuk membeli rumah, kepalanya menggeleng, ia tolak pikiran itu.

Tinggal sisa satu, itu saja. Aku tidak akan meminta yang lain. Itu akan menjadi cara terkeren yang akan kugunakan nanti.

Tangan lentik itu meraih minuman di sampingnya. Lamunannya langsung terhenti dan melirik minuman yang hanya tersisa es batu.

"Mau kubelikan yang baru?"

Wajah cantik nan datar itu menoleh kesamping dimana pemuda itu sudah duduk sedari tadi.

"Hai~" Sakura tersenyum smirk.

Keparat. Bajingan. Brengsek. Sialan.
Pencuri BANGSAT!

Semerah apapun mata sharingan Shisui, mata penuh kilatan api Sakura ini lebih mengerikan.

Shisui memegang sebelah bahu gadis itu, "Ada apa? Kau bisa cerita de-"

"KuPUKUL WAJAHMU!!"

Shisui langsung berlari setelah melihat gestur tangan yang segera melayang menujunya. Pasalnya, gadis itu ingin memukulnya dengan minuman yang tersisa es tadi. Dia meremas minuman kosong itu dan melemparnya sembarangan.

Punggung Shisui semakin menjauh, Sakura masih menatap ditempat yang sama.

Hah.. Itulah kenapa aku lelah dengan pria.

"Ini dia." Astaga! Pupil hijau itu melirik wajah disebelahnya. Jujur dia sedikit tersentak tadi.

"Aku cepat kan?"

Tangan pemuda itu menyodorkan minumannya didepan wajah Sakura dan langsung diambil alih.

Tanpa berkata apapun Sakura langsung menyedot minuman itu dan melihat kearah lain. Shisui ikut duduk disampingnya, "Kau tidak penasaran kenapa minumannya dibuat cepat?"

"Kenapa kau membeli yang banyak toppingnya?" Gadis pink itu mengerutkan dahinya.

"Kenapa? Kau tidak suka?"

Sakura menggeleng, "Punyamu mana?"

"Aku hanya membeli untukmu."

Sakura berdecak, dia sodorkan lagi ke Uchiha itu. "Minumlah setengahnya karna aku tidak membeli dengan harga segitu."

Shisui menatap enggan minuman itu, "Kalau begitu sedotan-"

"Cepatlah minum, kau membuatku tidak enak hati."

Dia pun meminum yang hanya dua teguk. Meski tidak diminum hingga setengahnya, aku meminum dengan santai.

"Setelah kau selesai, temani aku membeli dango ya." oho..

Aku tersenyum menatapnya, setan🔪 jadi ini sogokan? "Kenapa tadi tidak sekalian saja?!"

"Tadi itu mengantri panjang sekali. Mungkin saat ini sudah tidak begitu. Terlebih Itachi menyukai Dango."

Hah? "Jadi itu untuk Itachi?"

"Bukan, aku ingin makan itu karena Itachi suka."

Sakura memutar bola matanya kelain arah dengan wajah ketus, "Gay."

"Eh, bukan! Bukan begitu! Dango itu bulat, aku pikir aku ngiler melihatmu makan."

Sakura berdiri dari tempatnya dan berjalan lebih dulu. "Yasudah."

Shisui mengulum senyumnya rapat-rapat. Bibir gadis itu berkedut jengah, "Senyum saja, tidak usah ditahan."

"Hehe, kau memerhatikanku ya."

Selama gadis itu tidak melihat wajahnya sekarang, jantungnya tetap saja mendebar gila. Tadi itu.. ciuman tidak langsung. Sedari tadi wajahnya sangat amat panas sekarang.

.

.

.

"Mana mata merahmu?! Lihat dengan teliti!"

"A-aduh! Sakura.. berhentilah memukulku. Tidakkah kau lihat dia juga seorang Uchiha?"

Yup. Disinilah mereka bermain tanpa ingat tujuan intinya apa. Dua insan yang asik menentukan gelas berisi bola kecil dari permainan pengacak gelas.

"Kalau begitu aku akan memanggil Shon kesini."

"Tidak perlu." cekal Shisui menahan gadis itu pergi. "Untuk apa kau meminta bantuan bawahanku?"

"Setidaknya matanya menembus isi gelas ini."

Bapak itu menghela napasnya, "Nona, peraturan ini bukan untuk Hyuga. Anda tidak bisa membawa temanmu itu kesini."

"Dia tidak akan membawa Hyuga itu. Karna aku yang akan memenangkannya." Sakura mendelik saat mendengar ucapan percaya diri itu.

"Kalau begitu kuberikan satu kesempatan lagi, akan kumulai." Dengan kilat paman itu mengacak ketiga gelas kertas.

Itu bahkan lebih cepat dibanding handsign Kakashi. Pikir Sakura.

Tuk!

Tuk!

Tuk!

Bapak itu memersilakan Shisui memilih. Sakura sempat ingin tertawa melihat dari samping wajah orang itu sedikit berkeringat. Dia sangat fokus hingga uratnya muncul di dahi.

Shisui menunjuk sebelah kiri, "Ini."

Bapak itu membuka gelasnya dan spontan kedua sejoli itu menjerit bahagia.

"AKU BERHASIL!"

S-sugoi.

Shisui ingin mendengar respon orang disebelahnya, "Aku keren bukan?"

"Yah karena aku bukan Uchiha."

Bibir itu maju, tidak puas mendengar jawabannya. Paman yang melihat kebahagiaan terpancar dari keduanya memberikan sesuatu. "Kalian saling melengkapi ya. Ini mengingatkanku akan masa mudaku dengan istriku. Nah, kuberikan coklat untuk kalian berdua."

Sakura yang meraih coklat dan boneka merasa hatinya meleleh. Ntah apa yang dipikirkannya, Shisui dapat melihat raut positif dari gadis itu dan langsung mendapatkan ide. "Sakura."

Shisui memandangnya intens. "Ayo kita bermain hingga puas, Sakura-chan!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

8 Januari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro