Pantang Menyerah (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gimana rencana lo sama Adlan, berhasil ?". Tanya Karin penasaran. Pasalnya ini sudah seminggu setelah Yesa menyusun segala rencana bersama Adlan.

"Belum". Jawab Yesa lemah.

"Udah lah bilangin tu sama Adlan buat nyerah saja". Kata Nadia cuek.

"Nggak bisa gitu dong". Jawab Yesa nyolot.

"Loh kenapa ? Ini kan udah lebih dari seminggu tapi belum ada hasilnya sama sekali". Sanggah Nadia.

"Ya kan baru seminggu, belum setahun juga". Jawab Yesa membantah.

"Gini deh Yes, daripada lo mikiran hal yang nggak ada hasilnya, mending lo mikir gimana masa depan lo nanti deh". Kata Karin memberi saran.

"Eleh lo nasehatin Yesa, lah lo sendiri emang udah mikirin masa depan lo ?". Kata Nadia sarkasme.

"Udah. Lulus sekolah gue mau di buang sama bonyok ke singapure, mau lanjut kuliah di sana". Jawab Karin.

"Lah kita bakal jauhan dong". Jawab Nadia dengan wajah yang dibuat seperti menangis.

"Alay banget sih lu". Jawab karin sambil melempar tisu ke arah Nadia.

"Ya nggak papa lo kuliah di luar negeri yang jelas setiap lo pulang ke indonesia harus bikin jadwal q-time sama kita". Kata Yesa bijak.

"Iya gue juga mikirnya gitu". Jawab Karin sambil tersenyum. "Kalo kalian mau kuliah dimana ?". Tanya Karin pelan.

"Kalo gue tetep di Jakarta, nggak tega ninggalin Mama sendiri di sini". Jawab Nadia pelan.

"Kalo lo Yes ?". Tanya Nadia dan Karin bebarengan.

"Belum tau". Jawab Yesa sambil mengedikkan bahunya.

"Kok bisa ?".

"Ya gue masih bingung nentuin kuliah dimana, nentuin jurusan juga masih bingung". Jawab Yesa jujur.

"Konsultasi noh sama guru BK". Jawab Nadia.

"Besok-besok aja". Jawab Yesa cuek.

***

"Malam tante". Sapa Adlan begitu pintu rumah Yesa terbuka.

"Waalaikum salam". Jawab Mera singkat.

"Eh iya asaalmualaikum tante". Kata Adlan memberi salam.

"Waalaikum salam". Jawab Mera. "Ada perlu apa ?". Tanya Mera galak.

"Emm cuma mau main aja kok tan". Jawab Adlan sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Oh iya tan ini saya bawakan roti bakar". Kata Adlan sambil menyerahkan plastik putih yang berisi sekotak roti bakar.

"Jangan kamu harap bawa sekotak roti bakar bisa membuat saya luluh sama kamu ya". Jawab Mera sambil menerima roti bakar yang sangat menggoda bagi Mera. "Masuk". Kata Mera mempersilahkan Adlan masuk.

"Eh iya tante". Jawab Adlan sambil tersenyum bahagia.

Adlan masuk ke dalam rumah dan duduk di salah satu kursi yang ada di ruang tamu.

"Hay Lan". Sapa Yesa dengan ceria.

"Haloo". Jawab Adlan sambil melambaikan tangannya.

"Kamu berani banget ya dateng kesini". Kata Yesa setelah dia duduk di samping Adlan. Tak pernah terfikir sebelumnya Adlan akan berani datang ke rumahnya, mengingat kedua orang tuanya yang tak menyukainya.

"Namanya juga usaha Yes". Jawab Adlan dengan tersenyum.

"Aku salut lho sama kamu". Kata Yesa memberi pujian kepada mantan kekasihnya itu.

"Kamu doain aku semoga aku berhasil meluluhkan hati orang tua kamu". Kata Adlan sambil menggenggam tangan Yesa.

"Iya kami juga semangat ya". Jawab Yesa sambil tersenyum.

"Ehem". Dehem Rangga dari arah belakang, memandang Adlan dengan pandangan tajam.

Seketika Adlan cepat-cepat melepaskan genggaman tangan Yesa. Dia tidak ingin hal itu menjadi masalah lagi, dan membuatnya semakin sulit untuk mengambil hati ayah dan bundanya Yesa.

"Assalamualaikum om". Salam Adlan sambil mencium tangan Rangga.

"Waalaikum salam". Jawab Rangga dengan nada dingin. Ya walaupun kemarin dia pernah di tolong oleh Adlan, tetap saja dia belum sepenuhnya memaafkan Adlan.

"Yes masuk ke dalam". Kata Rangga sambil menatap Yesa dengan dingin.

Tanpa berkata apa-apa lagi, dia Yesa langsung bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Walaupun mulutnya sedikit menggerutu namun tetap saja dia bisa membantah ayahnya.

Suasana menjadi hening. Rangga menatap Adlan dengan tajam, sedangkan Adlan meremas kedua tangannya sendiri sambil menundukkan kepala. Dia bingung akan bertanya apa. Pasalnya dia takut jika salah bicara dan membuat kacau semua rencana yang sudah dia susun.

"Emm om suka nonton bola ?". Tanya Adlan pelan.

Rangga menganggukkan kepalanya pelan. Matanya terus menatap tajam ke arah Adlan.

"Ayo om kita nribun bareng, lusa kan ada pertandingan uji coba timnas indonesia melawan timnas china. Saya ada temen yang jual tiket gitu". Kata Adlan membuka obrolan.

Mata Rangga langsung berbinar. Dia selalu tidak bisa menolak hal yang menyangkut dengan bola, terlebih jika itu timnas.

"Memangnya main jam berapa ?". Tanya Rangga singkat.

"Mainnya malem kok om, jam 7". Jawab Adlan ramah. Dia sudah tidak segerogi sebelumnya karena dia lihat Rangga sudah lebih ramah dari sebelumnya.

"Ok deh, saya juga nggak ada kerjaan penting kok lusa". Jawab Rangga datar.

Adlan tersenyum bahagia. Dalam hati dia bersorak gembira karena Rangga mau nonton bareng dengannya. Ini bisa jadi awal hubungan baik antara dia dengan ayah Yesa.

================================

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro