15. Onni-chan!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semua tatapan mengarah ke Manda, mereka seakan tidak percaya Manda bisa menjawab pertanyaan dari Gabriel. Tidak ada yang tahu hubungan kakak adik antara Gabriel dan Manda, hanya Claudia yang tahu.

"Heh, kamu itu pura-pura bego, ya?" tanya Niko heran.

Untuk pertama kalinya Manda tertawa tulus, kali ini bukan pura-pura. Dia sungguh bahagia hanya karena bisa menjawab satu pertanyaan dari Gabriel. Ini hal yang jarang terjadi di hidupnya, biasanya dia hanya menatap temannya yang bisa menjawab dengan tatapan terpukau. Dia tidak pernah ditatap seperti sekarang, tatapan tidak menyangka seorang Manda bisa menjawab pertanyaan dari guru. Pasti terdengar berlebihan, tapi ini hal yang jarang dirasakannya.

"Ketawa mulu lagi. Dasar."

Niko kembali menatap ke arah Gabriel, begitu pula teman-teman yang lain. 

"Oke, sekarang kita bahas gelombang transversal dulu ya," ujarnya sambil menggambar di papan tulis dengan spidol.

"Nah, ada istilah-istilah yang akan dipelajari. Ada puncak gelombang, dasar gelombang, bukit gelombang, lembah gelombang, amplitudo, panjang gelombang, dan periode. Ada yang tahu di gambar ini mana yang disebut puncak gelombang?"

Begitu mendengar pertanyaan, langsung Niko mengangkat tangannya. Berhubung anak itu lebih cepat mengangkat tangan dibanding yang lain sehingga dia mendapat giliran menjawab.

"Oke, silahkan Niko."

"Puncak gelombang itu yang b dan f, Pak."

Gabriel tersenyum, dia tidak pernah meragukan kemampuan Niko. Anak itu termasuk murid kesayangan dan kebanggannya. Anak itu tidak pernah mengecewakan dan selalu dapat nilai yang memuaskan, meskipun dia terlihat jarang tersenyum dan lebih sering menyendiri. Namun, bagi Gabriel yang terpenting adalah anak didiknya bisa memahami dan mampu mengerjakan soal yang diberikannya itu sudah lebih dari cukup.

Belum puas mendengar jawaban itu, pria itu ingin menambah pertanyaan lagi untuk menguji seberapa jauh anak itu mempersiapkan diri menerima pelajarannya.

"Ehm, bisa sebutkan pengertian puncak gelombang juga?"

Niko terdiam sejenak lalu memejamkan mata sejenak sebelum menjawab pertanyaan lanjutan dari Gabriel.

"Bisa Pak. Puncak gelombang adalah titik tertinggi pada gelombang."

"Oke, kalau pengertian dasar gelombang apa?"

"Dasar gelombang adalah titik terendah pada gelombang."

Gabriel tersenyum puas. "Oke, bagus. Pertanyaan selanjutnya, yang mana yang disebut bukit gelombang?"

Seperti dugaan Gabriel, Niko dan Claudia mengangkat tangan. Mereka berdua nyaris mengangkat tangan di waktu yang bersamaan.

"Claudia. Jawabannya apa?"

Gadis itu tersenyum puas, akhirnya waktu yang diharapkannya tiba juga. Dia geregetan sekali saat kalah cepat dari Niko. 

"Bukit gelombang itu lengkungan obc dan efg, Pak."

"Kalau lembah gelombang yang mana?" 

"Lembah gelombang itu cekungan cde dan ghi, Pak."

Jawaban yang diucapkan dengan tegas dan penuh percaya diri dari Claudia. Tatapan kagum pun terarah padanya, kecuali Niko. Anak itu kesal karena kalah cepat dari Claudia. Jelas saja dia kesal karena dia ingin dapat poin sebanyak-banyaknya.

"Nah, kita bisa belajar dari gelombang ini, lho."

Niko yang sudah bersiap-siap mengangkat tangan langsung terdiam dan menatap Gabriel dengan tatapan bingung. Dia kira gurunya itu akan melanjutkan pertanyaannya, ternyata tidak.

"Ada yang bisa menebak maksud saya?" tanya Gabriel lagi. Rasanya dia ingin tertawa melihat tatapan bingung dari anak didiknya itu.

"Tidak, Pak," ucap mereka pelan.

"Bukit dan lembah. Puncak dan dasar. Ada saatnya kita berada di dasar, jangan putus asa dan teruslah berjuang. Kalau kalian tidak putus asa, suatu saat kalian akan berada di puncak itu. Nah, saat berada di puncak pun jangan lupa perjuangan kalian dan merasa lebih hebat dibanding orang lain, sebab ada kalanya kita bisa kembali ke dasar."

Gabriel berhenti sejenak, cukup melelahkan rupanya banyak berbicara di depan anak didiknya ini. Maklum saja, semakin tambah umur dia jadi mudah lelah.

"Kalian percaya kalau usaha tidak akan mengkhianati hasil?" tanya Gabriel lagi.

Untuk beberapa saat situasi kelas jadi diam, Gabriel menduga akan ada yang setuju dan tidak setuju. Ah, maksudnya percaya dan tidak percaya. Setiap orang punya pemikirannya masing-masing.

"Ehm, ada yang mau jadi relawan? Yah, relawan bilang jawabannya gitu. Biar bisa dibahas."

Manda dan Niko  mengangkat tangannya. Detik itu mereka langsung saling berpandangan, ekspresi Niko terkejut sementara Manda malah bengong dengan wajah yang memerah.

"E-eh, Niko aja kalau gitu. Maaf," ucap Manda gugup.

Manda hanya takut dia membuat Niko jadi kesal padanya. Dia tahu betapa ambis Niko itu, dia hanya ingin mencoba menjawab saja. Dia ingin berlatih biar berani berbicara di depan umum. Gadis itu sadar tidak ada yang instan di dunia ini dan dia butuh berproses supaya lancar dalam menjawab pertanyaan. Dia butuh belajar untuk mempersiapkan diri dengan pelajaran yang akan dibawakan guru dan belajar berani mengutarakan pendapat. Jika tidak memulai, dia tidak akan bisa jadi lancar berbicara di depan orang banyak. Selalu ada pertama kali dalam segala hal.

Mendengar itu membuat Niko jadi tertegun. "Oh, oke," ucapnya pelan lalu menoleh ke arah Gabriel. 

"Pak, saya mau jawab," ucapnya sambil tetap mengangkat tangannya.

Gabriel tersenyum, entah apa yang dipikirkannya tapi dia bangga adiknya berani untuk mencoba. Setidaknya ada usaha meskipun harus merangkak sekalipun.

"Oke, apa jawabannya Niko?"

"Dulu saya percaya kalau usaha tidak akan mengkhianati hasil. Nyatanya sekeras apapun saya berusaha, hasilnya tidak seperti dugaan. Saya sudah berusaha, Pak." 

Manda merasa kalau nada suara Niko terdengar bergetar. Jantungnya jadi berdegup lebih kencang. Badannya bahkan terasa lebih dingin, kepalanya jadi agak pusing karena pikirannya yang berkecamuk.

"Oke. Kalau Manda?"

"Eh?" Manda tidak mengira kalau Gabriel tetap menanyakan jawabannya. Selama ini dia mengira Gabriel tidak memperdulikannya dan menganggap dia hanya beban. Manda kira Gabriel malu punya adik sepertinya. Dengan Gabriel menanyakan jawabannya seakan-akan Gabriel mengakui keberadaan Manda, dan itu sangat menyenangkan rasanya. Gadis itu tersenyum lebar.

"Menurut saya hasil bisa saja mengkhianati usaha. Pasti ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai perkiraan, padahal sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, tidak apa-apa. Memang menyakitkan, tapi itulah hidup," ucap Manda dengan lantang.

Niko mendengar setiap kata yang diucapkan Manda dengan seksama dan mencernanya perlahan-lahan. Perasaannya jadi lebih tenang begitu mendengar kalimat 'tidak apa-apa' yang dilontarkan Manda. Gadis itu membuatnya merasa lebih tenang, setidaknya untuk beberapa saat ini.

"Oke. Tidak ada yang salah, tenang. Kalian bebas mengutarakan pendapat. Hidup memang keras, kalian harus tahan banting. Teruslah berusaha. Di lembah memang gelap dan dingin, teruslah berusaha dan naik ke bukit. Sesampai di bukit teruslah berusaha dan jangan lupa dengan masa lalu. Tetap jadi orang yang baik, tetaplah hidup dan bahagia."

-Bersambung-


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro