4.Kamu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mungkin kamu tidak menyadarinya. Aku selalu mengawasimu."

-Claudia-



Claudia Jayadi, gadis dengan tinggi badan 168 cm dan berat badan 68 Kg itu tengah tersenyum melihat sahabatnya berdiri di depan pintu kelas. Dia tahu apa yang akan dilakukannya nanti, semuanya berbeda dengan apa yang diucapkannya saat bersama Manda.

Manda sudah mengetuk pintu pelan, dia tahu sudah ada guru di dalam kelas. Rambut Manda masih berantakan, setelah lari mengejar gerbang yang mau ditutup, sekarang lari ke kelas.

"Permisi, Pak." Wajah Manda semakin pucat, dia tidak suka menjadi pusat perhatian seperti ini. Yah, maksudnya dia suka kalau menjadi pusat perhatian karena hal baik yang dilakukannya, sedangkan sekarang dia menjadi pusat perhatian karena terlambat. Sama sekali tidak membanggakan.

Nareswara memandang Manda sambil tersenyum tipis, dia kembali bertemu dengan gadis itu. Gadis yang menarik perhatiannya.

"Ya? Ada apa?" Pria itu berusaha bertanya dengan nada yang netral, tidak meninggi sedikit pun.

"Ma-maaf, saya tadi bantuin temen saya yang jatuh. Jadi, terlambat masuk ke kelas," cicit Manda.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, dia meragukan pernyataan itu.

"Lho? Kamu bukannya anak yang tadi ada di pos satpam, kan? Bukannya tidak ada yang terluka? Kamu telat, kan?" ucap Nareswara memperjelas keadaan.

Wajah Manda semakin pucat. Dia tidak tahu harus mengatakan kebohongan apa lagi. Dia sudah melakukan yang diminta Claudia tadi. Lantas, apa yang harus dilakukannya lagi?

Manda melirik ke arah Claudia, tetapi dia hanya diam saja. Entah kenapa Manda merasakan ada yang aneh dari sahabatnya itu.

Pria itu mendekat ke pintu dan menatap Manda lekat. Dia menyadari ada orang lain di samping Manda, dari ekspresinya dia terlihat terkejut.

Manda melihat arah pandang pria itu, wajahnya jadi memerah. Gadis itu berpikiri dirinya yang membuat pria tampan itu melongo.

"P-pak?" cicit Manda lagi.

"Oh iya. Telat, kan? Ya sudah, berhubung ini hari pertama saya mengajar jadi bisa masuk aja. Tapi, kamu ikut saya ke ruang guru."

Suasana hati Manda semakin memburuk. Rambutnya yang kusut, badannya yang bau dan lengket karena keringat, wajahnya yang kusam, badannnya yang berat membuatnya semakin tidak nyaman dengan dirinya sendiri.

"Baik Pak."

Manda masuk ke kelas, lalu pria itu memandang ke arah Claudia.

"Kamu telat juga?"

"Tidak, Pak. Tas saya sudah ada di dalam kelas," jawab Claudia dengan tenang.

"Oh, oke. Silahkan duduk," ucap Nareswara lalu berbalik ke dalam kelas.

Claudia tersenyum, semua berjalan sesuai rencana. Dia sudah menduga dia akan baik-baik saja, apalagi kondisinya dia memang sudah datang satu jam sebelum bel dibunyikan. Jadi, dia memang tidak bersalah, dong? pikir Claudia.

Pelajaran kembali dilanjutkan, pria itu kembali menjelaskan diagram yang ditulisnya di papan tulis.

"Untuk garis C-B disebut garis beku, karena garis tersebut merupakan transisi atau perubahan fase cair dan fase padat. Air akan membeku pada suhu 0 °C pada tekanan 1 atm, tetapi air akan membeku pada 0,0098 °C pada tekanan 0,006 atm," jelas Naresawara.

Pria itu menatap ke sekelilingnya, mengamati raut wajah dari anak didiknya. Sekarang mereka terlihat serius mendengarkannya, kecuali dua orang. Orang yang satu menundukan kepalanya dan terlihat lesu, sementara yang satu lagi terlampau senang karena dia terus tersenyum sambil menatapnya.

"Kalau garis A-C ada yang tahu itu disebut apa?" tanya pria itu lagi.

Pria itu menunjuk Manda. "Kamu yang terlambat tadi. Tahu jawabannya?"

Manda tidak menyadari kalau dia ditunjuk karena asik dalam lamunannya sendiri. Wajahnya yang murung malah semakin menarik perhatian Nareswara. Ada perasaan aneh yang hinggap di hatinya, entah kenapa.

"Kamu masih mau belajar atau mau melamun?" tanya Nareswara begitu sampai di dekat meja Manda. Dia mengetuk meja Manda membuat gadis itu berteriak kaget.

"M-maaf, Pak. Saya mau belajar," ucapnya pelan.

"Fokus, bukan melamun," tandas Nareswara sebelum kembali ke depan.

"Garis A-C. Ada yang tahu?"

Tidak lama kemudian, Claudia mengangkat tangannya.

"Saya tahu, Pak. Garis A-C disebut garis sublimasi."

"Kenapa disebut garis sublimasi?" lanjut Naresawara. Dia tipe guru yang ingin mengajar hingga detail. Namun, tergantung situasi dan kondisi juga. Kalau dia sedang tidak fit maka dia melakukan tugasnya seadanya saja.

"Karena garis tersebut merupakan transisi atau perubahan fase gas dan fase padat," jawab Claudia dengan penuh percaya diri. Claudia sudah belajar pelajaran kelas 12 sejak mereka masih libur semester sebelumnya. Gadis itu sangat ambisius dan kompetitif, tidak ingin nilainya turun karena hal itu hanya akan memberikan lebam di badannya.

Pria itu tertegun, dia tersenyum tipis lalu kembali melanjutkan penjelasannya.

"Oke, lanjut ya. Ada tiga titik yaitu titik beku, titik didih dan titik triple. Coba deh, ada yang bisa sebutin yang mana titik didih, titik beku dan titik triple?" Pria itu senang memberikan pertanyaan. Dia tidak terlalu suka dengan metode memberikan ceramah full, sebab dia sendiri akan mengantuk jika mendengarkan saja. Jadi, lebih baik mencampurkan dua metode itu. Tetap memberikan ceramah dan diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan. Dengan begitu, anak didiknya akan berpikir dan lebih mempersiapkan diri di pertemuan berikutnya. Bukan, kah, hal ini jauh lebih efektif?

Claudia kembali mengangkat tangannya. Terlihat jelas dia begitu percaya diri.

"Ya? Kamu mau menjawab?" tanya pria itu pada Claudia.

"Ya, Pak. Titik beku itu di titik B sementara titik didih di titik D."

"Oke, benar yang diucapkan teman kalian.Kenapa disebut titik didih karena pada titik tersebut merupakan suhu pada saat tekanan uap air sama dengan tekanan udara luar (1 atm) dan terjadi kesetimbangan fase cair dan gas. Kalau titik beku disebut demikian karena pada titik tersebut merupakan suhu pada saat tekanan uap air sama dengan tekanan udara luar (1 atm) dan terjadi kesetimbangan fase padat dan cair," jelas Nareswara.

Pria itu memandang ke sekeliling kelasnya sebelum kembali memberikan pertanyaan. "Kalau titik triple yang mana? Kenapa disebut titik triple? Oh iya, saya mau dengar jawaban dari gadis yang telat plus melamun di kelas saya."

Manda kembali dibuat terkejut, dia sadar kalau dirinya yang dimaksud gurunya itu. Jantungnya berdegup semakin kencang, dia takut karena isi kepalanya kosong. Dia merutuki dirinya yang keasikan nonton anime kesukaannya hingga ketiduran karena menangis.

"Pak, saya boleh bantu jawab?" Claudia masih berusaha menarik perhatian Nareswara. Dia mau menjawab lagi pertanyaan pria itu.

"Nggak, sudah cukup. Masa Claudia terus yang jawab pertanyaan saya, Ayo, dong. Kalau kalian diam-diam semua, gimana caranya saya mau menilai kalian? Aktif dong."

Semua orang kembali terdiam, bukannya mereka tidak tahu. Hanya saja, tidak ada yang suka dibanding-bandingkan. Setiap orang jelas punya keunikan, kelebihan masing-masing. Bukan berarti karena diam saja menandakan hanya orang yang terus menjawab ini yang terbaik.

"Bapak tidak bisa menyamaratakan semua orang seperti itu. Tidak ada yang boleh diperbandingkan, semua orang jelas berbeda dalam kemampuan berpikir."

Nareswara tersenyum, dialah yang paling tahu rasanya dibandingkan dan tidak dihargai oleh orang yang paling penting di hidupnya. Keadaan yang memaksanya menjadi dewasa di umurnya yang masih belia. Hidup memang sepahit itu, berputar dalam hal membanding dan dibandingkan.


-Bersambung-



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro