Chapter 7: Senyuman Penuh Ancaman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ogura, Taka, dan Kaguya berjalan menghampiri minimarket tempat supir Shougi Ikari berada. Dari kajauhan, ketiganya bisa melihat Takefusa sedang bersandar pada kaca minimarket ditemani sekaleng kopi hitam di tangannya.

“Kalian berdua tunggu saja di sini.” Ogura berjalan menghampiri Takefusa.

Taka dan Kaguya menghentikan langkahnya tak jauh dari Takefusa berada. Melihat Ogura menghampiri Takefusa tanpa memberitahukan apa rencananya, membuat Kaguya merasa tidak tenang karena takut Ogura menggunakan cara yang akan menyorot perhatian.

Kaguya menatap ke arah Taka yang memfokuskan tatapannya pada Ogura. “Menurutmu, apa yang akan dilakukannya, Taka?”

“Entahlah. Yang aku tahu, ada pisau di balik lengan jaketnya.” Taka melihat ke bagian jaket Ogura yang diduga terdapat banyak pisau tersembunyi.

“Kau menyadarinya juga ternyata,” ucap Kaguya sedikit tertawa.

Taka dan Kaguya mencoba untuk mempercayai Ogura dan hanya akan menonton saja apa yang akan Ogura lakukan terhadap Takefusa. Namun, keduanya merasa bingung melihat Ogura justru masuk ke dalam minimarket, bukannya menemui Takefusa.

“Apa yang sebenarnya dia rencanakan?” Kaguya menghela napas, semakin tak mengerti apa yang sebenarnya Ogura ingin lakukan.

“Entahlah,” jawab Taka datar.

Tak lama, Ogura keluar dari minimarket dengan membawa sekaleng jus rasa jeruk di tangannya. Dia pun meminum jus yang dibelinya dan terlihat puas setelah meminumnya.

Ogura menenggak minumannya lagi dan menoleh ke arah Takefusa yang masih belum beranjak dari tempatnya. “Sedang istirahat?”

Takefusa agak terkejut begitu Ogura tiba-tiba mengajaknya bicara. Karena melihat ekspresi wajah Ogura yang terlihat sangat ramah, Takefusa pun menjawab pertanyaan Ogura, “Iya, aku sedang menikmati waktu luangku.”

Ogura menatap ke arah Takefusa dari ujung kaki sampai kepala saat Tekafusa tengah menunduk tak menatapnya. Ogura menyadari bahwa Takefusa menggunakan seragam resmi sebuah agensi penyalur supir pribadi di Arufabetto.
“Apakah bekerja sebagai supir pribadi adalah pekerjaan yang menyenangkan? Apa penyalur jasa tempatmu bekerja, memperlakukanmu dengan baik?” tanya Ogura.

Takefusa terkejut lagi begitu Ogura mengetahui pekerjaannya. Namun, ketika dia melihat seragamnya, dia pun merasa kalau hal itu adalah hal yang wajar. Mengingat perusahaan tempatnya bekerja cukup terkenal.

“Ada menyenangkan, ada tidaknya. Tapi, hanya pekerjaan inilah yang bisa aku lakukan. Aku salah satu orang yang memilih langsung bekerja setelah lulus SMA. Sejauh ini aku juga mendapatkan hak-hakku sebagai karyawan. Jadi, aku cukup merasa nyaman dengan pekerjaan ini.” Takefusa sedikit tertawa, namun memalingkan wajahnya dari Ogura.

Ogura tersenyum lebar, karena tahu Takefusa sedang berpura-pura bahagia. “Ah … begitu, ya? Sayangnya, aku bukan salah satu dari orang seperti itu.”

Takefusa tertawa begitu Ogura mengatakan hal itu. Namun, ketika dia menoleh ke arah Ogura, adrenalinnya tersentak. Kopinya pun tak sanggup lagi digenggamnya, hingga akhirnya jatuh. Sekujur badannya gemetar dan mengeluarkan banyak keringat. Matanya membelalak seakan tak percaya apa yang tengah dilihatnya saat ini.

“Jangan bertindak bodoh, ya, Takefusa?” Dengan senyuman lebarnya, Ogura menarik tuas bagian belakang senjata revolver yang sedang ditodongkannya ke kepala Takefusa. Dia juga menempelkan telunjuknya ke bibir, meminta Takefusa untuk tetap diam.

***

Satu jam berlalu. Shougi Ikari tengah berada di lobby kantornya, sedang menelepon seseorang dengan ponselnya. Begitu pembicaraannya selesai, dia pun langsung menghubungi supir pribadinya.
“Takefusa, aku akan menunggu di depan kantor.”

“Baik, Tuan.” Jawab supirnya dari ujung telepon.

Shougi Ikari keluar dari kantornya dan menunggu kedatangan supirnya di pinggir jalan. Tak lama, mobil miliknya pun datang dan berhenti di hadapannya. Begitu sudah masuk ke dalam mobil, Shougi Ikari langsung mengeluarkan laptopnya dari dalam tasnya.

“Kita pergi ke restoran biasa, Takefusa,” ucap Shougi Ikari tanpa melirik Takefusa.

Tak ada jawaban apapun dari Takefusa. Takefusa hanya diam dan tak memacu mobilnya, padahal mobilnya menyala.

"Ayo cepat, Takefusa. Tunggu apa lagi?” tanya Shougi Ikari kesal.

Takefusa masih terdiam. Namun, tiba-tiba saja pintu depan di sebelah Takefusa dan pintu belakang di sisi lain Shougi Ikari terbuka, dan dua orang pria tiba-tiba saja masuk.

“Apa maksudnya ini? Siapa kalian?” Shougi Ikari terlihat sangat bingung melihat dua orang yang tak dikenal olehnya itu. Di tengah kebingungannya, Takefusa justru langsung mengunci pintu dan mulai melajukan mobilnya. Hal itu tentu membuatnya marah besar. “Takefusa! Apa maksudmu? Kenapa kau bertindak seakan tak terjadi apa-apa?”

Takefusa menoleh ke arah Shougi Ikari sambil membuka topi yang sejak tadi menutupi sedikit bagian wajahnya. “Maaf mengecewakanmu, Tuan Shougi Ikari. Aku bukanlah Takefusa yang kau cari.”

Sontak, adrenalin Shougi Ikari tersentak begitu melihat orang itu bukanlah supirnya, Takefusa. Pria yang duduk menggantikan Takefusa ternyata adalah Ogura, yang duduk di sebelahnya adalah Kaguya, sementara yang duduk di sebelah Shougi Ikari adalah Taka.

Shougi Ikari hanya bisa terdiam dengan ekspresi ketakutan. Dia berusaha keras menenangkan dirinya, namun hal itu tak bisa dilakukannya setelah Taka menodongkan senjata ke arahnya.
Membuatnya jelas semakin ketakutan.

“Ke—Ke—Kenapa kalian melakukan hal ini kepadaku? Apa kalian dikirim oleh pesaingku atau kalian hanyalah perampok yang mengincar uang semata? Kalau memang kalian butuh uang aku akan memberikannya.”

Pria yang dikira Takefusa oleh Shougi Ikari itu tertawa cukup keras. Shougi Ikari semakin tak mengerti apa yang ketiga orang ini incar darinya.

Ogura menghentikan tawanya, kemudian melirik Shougi Ikari sesekali melalui cermin di tengah mobil. “Aku bukanlah perampok, apalagi pembunuh yang dikirim oleh pesaingmu. Aku hanyalah orang biasa yang menginginkan sesuatu darimu.”

Shougi Ikari mulai bisa menenangkan dirinya, meskipun rasa takut masih menyelimuti sebagian besar nyalinya saat ini. “Memangnya, apa yang kalian inginkan dariku?”

Taka langsung memberikan sebuah flashdisk kepada Shougi Ikari, yang langsung menerimanya dan juga menatap flashdisk itu dengan tatapan bingung.
“Apa maksudnya ini?” Shougi Ikari mengangkat flashdisk-nya sedikit, lalu menatap Ogura melalui cermin.

Ogura sedikit tersenyum. “Aku ingin kau menyalin rancangan gedung Kasino di Kota H yang sangat terperinci ke flashdisk itu. Mulai dari susunan perkabelan, rincian setiap ruangan yang ada, sampai lokasi tiap CCTV terpasang.”

“Kalian ingin melakukan hal apa dengan data-data itu?” tanya Shougi Ikari penasaran.

Ogura menoleh ke belakang dan menatap Shougi Ikari dengan tersenyum. “Mau kuapakan, itu terserah aku. Lakukan saja apa yang aku katakan tadi.” Ogura pun kembali menghadap ke depan.

Shougi Ikari tak mau banyak bertanya lagi. Meskipun Ogura tersenyum, dia merasa kalau Ogura sedang mengancamnya. Setelah menyalin data yang diinginkan oleh Ogura, dia pun memberikan kembali flashdisk-nya kepada Taka.

“Kalau seperti ini, aku jadi tidak perlu menggunakan cara yang kasar dan berbelit-belit. Aku ucapkan terima kasih atas kerja samamu, Tuan Shougi Ikari.” Ogura menganggukkan kepalanya sekali, sebagai tanda menghormati tindakan Shougi Ikari.

Mendengar ucapan Ogura itu, Shougi Ikari merasa kesal. “Cara seperti ini tidak kau anggap sebagai cara yang kasar?”

Ogura tertawa kembali, kemudian menatap Shougi Ikari dengan tersenyum dan lebih terlihat riang gembira dibandingkan yang sebelumnya. “Tentu saja tidak. Cara kasar itu, aku tembak kepalamu, aku curi laptopmu, kemudian kuambil semua data yang ada di dalamnya.”

Adrenalin Shougi Ikari tersentak. Dia yang semula sudah merasa lebih tenang, kini kembali tertekan seperti sebelumnya.

“Yang terpenting, kau itu sangat mudah dicari karena kantormu itu besar. Kau pun juga cukup terkenal. Jadi, jika kau melaporkan hal ini kepada polisi, akan kuterapkan cara kasar itu kepadamu agar kau mengetahui langsung bagaimana rasanya.” Ogura puas tertawa setelah mengatakan kalimat yang memiliki ancaman tersurat di dalamnya itu.

Perkataan Ogura membuat Shougi Ikari semakin ketakutan. Bahkan, kini dia hanya bisa tertunduk dengan tubuhnya yang gemetar dan kedua tangannya pun terasa dingin.

***

Akhirnya, mereka sampai di sebuah gedung parkiran yang masih aktif. Sepanjang perjalanan Shougi Ikari tak mengatakan sepatah katapun. Di tempat parkiran itu, Takefusa tengah menunggu kedatangan mereka dengan perasaan cemas. Ogura, Taka, dan Kaguya keluar dari mobil menghampiri Takefusa.

Ogura memberikan seragam Takefusa yang dipinjamnya dan juga kunci mobil milik Shougi Ikari. “Terima kasih atas kerja samamu, Takefusa.”

“Kalian tidak melukai bosku, kan?” Wajah Takefusa terlihat sangat khawatir.

“Tenang saja. Mana mungkin aku mengingkari janjiku. Sekarang, pergilah dari sini. Kalau boleh kuberi saran, bawalah dia pulang ke rumah. Itulah tempat yang tepat untuk bosmu berada saat ini.” Ogura menepuk-nepuk pundak Takefusa sembari puas tertawa.

Takefusa tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Ogura. Tanpa memikirkannya lebih lanjut, Takefusa masuk ke dalam mobil. Begitu menoleh ke arah Shougi Ikari, adrenalin Takefusa tersentak. Selama bekerja manjadi supir Shougi Ikari, baruk kali ini Takefusa melihat bosnya terlihat seperti orang yang sangat depresi.

“Tuan, apa kau baik-baik saja?”

Dengan tatapan matanya yang membalalak, Shougi Ikari mengangkat kepalanya dan menatap Takefusa dengan tersenyum. “Takefusa, aku tidak akan mati, kan?”

Takefusa tak tahu harus menjawab apa, karena dia sendiri takut salah bicara. “Aku akan membawamu pulang, Tuan.”

Shougi Ikari kembali tertunduk tanpa merespon perkataan Takefusa. Setelah memakai seragamnya kembali, Takefusa membawa Shougi Ikari pulang. Sementara itu, Ogura, Taka, dan Kaguya masih berada di tempat parkiran.

“Apa tidak masalah jika kita tidak membunuhnya?” Taka menoleh ke arah Ogura yang berdiri di sebelah kanannya.
“Tak ada untungnya bagi kita membunuh orang itu, Taka.” Ogura langsung pergi begitu saja tanpa menjelaskan apa alasan dari jawabannya itu.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro