4. First Kiss

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terlihat sebuah pintu berwarna hitam di bagian paling ujung. Tiba - tiba saja, rasa penasaran mendominasi benaknya. Renesya menduga pintu itulah yang menjadi tujuan mereka. Dan ternyata benar, penjaga pria itu membuka pintu hitam berplitur mewah di depan Renesya lalu mempersilakan mereka masuk.

Detik itu juga Renesya disuguhi pemandangan yang belum pernah dia lihat sama sekali. ruangan tersebut terlihat minimalis namun sangat mewah. Di bagian tengah Renesya menemukan desain Lush dari gabungan kayu gelap dan kursi yang disepuh dengan sofa retro putih. Area bar utama merupakan tempat yang tepat untuk menikmati situasi di dalam Club dengan leluasa.

Club ini dipenuhi oleh kaum jetset, terlihat dari penampilan mereka yang begitu gelamor. Renesya bisa menebak semua orang yang berada di dalam ruangan ini bukanlah orang-orang biasa.

Balutan musik disko yang menghentak sedikit memekakkan telinga membuat Renesya tidak nyaman, apalagi berbagai tarian liar dari beberapa pasangan dan membuat suasana menjadi semakin riuh. Renesya sedikit bergidik membayangkan jika dirinya berada di tengah-tengah mereka.

Sebenarnya inilah tantangan terberat bagi Renesya, yang harus dia hadapi. Renesya tidak bisa berlama-lama berada di tempat ramai seperti ini, tanpa ia sadari keringat dingin mulai bermunculan membashi pelipisnya. Grace menyadari kegelisahan Renesya di tengah keramaian sepeti ini, wanita itu memagang erat lengan Renesya agar mengikuti langkahnya. "Tenang saja aku akan membawamu ke ruangan yang lebih privasi, seseorang telah menunggu kita?"

"Seseorang ?" tanya Renesya terbata disela kegugupannya.

"Ya, seseorang yang akan kuperkenalkan padamu, jika kalian cocok kau bisa membuatnya menjadi kekasihmu, bukankah memang itu tujuan kita datang kemari."

"Kenapa kau tidak bilang sejak awal jika kita kan menemui seseorang."

Grace menyeringai. "Ini kejutan! jadi aku sengaja tidak mengataknnya padamu."

"Tidak lucu Grace! Sebaiknya aku pulang saja!" Renesya menghempaskan pegangan tangan Grace lalu berbalik arah hendak pergi meninggalkan tempat itu, baru beberapa langkah saja kebingungan sudah melandanya, di gedung sebesar ini tentu saja akan sangt sulit menemukan jalan keluar, bahkan Renesya sudah lupa telah melewati berapa pintu saat masuk tadi. Tapi Renesya tidak peduli, dia harus tetap segera pergi.

Grace mencoba menahan langkahnya, "Oooh! Ayolah dear, aku hanya ingin mengusahakan yang terbaik sebagai solusi dari permasalahanmu ini, jangan pergi seperti ini , okey. Kau harus bertemu dengannya dulu, lalu setelah itu kau boleh memutuskan untuk pergi atau tetap tinggal."

Renesya nampak berpikir sejenak, sebenarnya dia sangat tidak nyaman berada di tempat ini, karena terlalu ramai untuknya. Ini merupakan kali pertama dia pergi ke sebuah club. Mimpi apa dia semalam? Kenapa harus di hadapkan pada situasi seperti ini. Ingin sekali Renesya memutar langkahnya kembali pergi dari tempat ini, namun ia merasa tidak enak pada Grace yang sudah susah payah berusaha membantunya, Renesya menghela nafas perlahan, lalu menganggukkan kepalanya sedikit.

"Baiklah tapi hanya sebentar saja." Kedua mata Grace berbinar mendengar persetujuan Renesya.

Grace kembali menghela tangan Renesya memasuki pintu terakhir yang menjadi tujuan utama mereka. Tepat ketika pintu itu terbuka, pandangan matanya menemukan dua sosok pria saling bercengkrama dengan gelas wine di tangan masing-masing. Keduanya belum menyadari kehadiran Renesya dan Grace. Mata Renesya terpaku pada sosok pria maskulin bersetelan hitam yang duduk di sofa tak jauh dari dirinya. Dari samping, ia dapat melihat rahang tegas yang terpahat sempurna, rambut acak pria itu dibiarkan menutupi separuh bagian dahinya, bibir tebalnya terlihat semakin sexy ketika sudutnya terangkat ke atas. Segala keindahan itu mampu membuat seorang Renesya menahan napasnya barang sedetik hanya untuk mengagumi ciptaan Tuhan di hadapannya ini. Renesya baru menyadari sesuatu, pria ini sungguh berbahaya, sebaiknya dia harus berhati-hati.

Detik itu juga Grace menghambur masuk seraya menyuarakan nama kekasihnya. Oh Matt! Apa lau sudah lama menungguku sayang?" salah satu pria yang merasa terpanggil namanya langsung menolehkan kepala, lalu berdiri dan merenggangkan kedua tangannya menerima pelukan mesra dari kekasihnya. Pelukan tersebut diakhiri dengan ciuman cukup dalam hingga menghabiskan waktu beberapa menit, menyisakan kecanggungan dua anak manusia─ laki-laki dan perempuan lainnya yang berada di satu ruangan yang sama, tanpa saling mengenal. Renesya hanya terdiam mematung di tempatnya seraya menundukkan kepala, merasa tidak nyaman melihat adegan intim sepasang kekasih tersebut.

"Ehm─....!" suara deheman itu terdengar cukup keras, tidak hanya sekali, dan cukup untuk menginstrupsi kegiatan sepasang kekasih yang seolah lupa tempat tersebut. Grace dan Matt melepaskan tautan mereka cepat, lalu menampilkan cengiran tidak berdosa kepada dua orang di dekat mereka.

"Sebaiknya cari kamar lain saja jika ingin meneruskan kegiatan kalian." sembur pria yang sejak tadi masih duduk tenang seraya menyesap winenya hingga tandas tak bersisa.

"Oh! Maaf kami lupa diri." Matt menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedangkan pipi Grace merona merah akibat menahan malu. Sedetik kemudian Grace teringat sesuatu, lalu dia menoleh kebelakang dan mendapati Renesya masih beada di tempat yang sama, berdiri di dekat pintu tanpa berani bersuara sedikitpun.

"Maafkan aku dear! Kemarilah." Grace melangkah menghampiri Renesya lalu mengajaknya duduk pada sofa yang sama di hadapan Matt dan temannya.

"Kenalkan, ini sahabatku Renesya Clark."

"Renesya, kau pasti sudah tau meskipun kalian jarang bertemu, dia Mathew Collins kekasihku." tunjuk Grace dengan dagunya, "dan sebelahnya adalah Marcus Jo teman baik Matt." Grace saling memperkenalkan mereka.

Renesya hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Senang bertemu kalian." ujarnya lirih. Entah memang benar atau hanya perasaannya sendiri , sejak tadi Renesya merasa pria itu terus menatap lekat ke arahnya nyaris tanpa berkedip, apakah ada yang aneh pada dirinya? Apakah wajahnya saat ini terlihat kacau? Renesya tidak tau kenapa rasanya seperti ini, yang pasti jantungnya seperti memukul-mukul keras dadanya, seolah ingin meloncat keluar, ada apa dengannya?

"Honey sepertinya sudah cukup, lebih baik kita beri pivasi untuk mereka berdua."

"Ide bagus, kau benar sekali sayang." Grace mengedipkan sebelah matanya pada Renesya dan menggumamkan sabaris kalimat pendek tanpa suara. semoga berhasil. Renesya ingin mencegah kepergian Grace, tapi Matt sudah menunggu di sisi Grace, lalu tanpa permisi pria itu menghela kekasihnya meninggalkan ruangan privasi tersebut, menyisakan dua orng anak manusia yang saat ini sedang terdiam tanpa suara tidak tahu harus memulai darimana obrolan mereka. Renesya hanya bisa merutuki dalam hati.

"Kau mau minum?" pria itu mulai bersuara seraya menuangkan botol wine pada gelas yang masih kosong.

"Tidak, terimaksih. Aku tidak terbiasa meminum alkohol."

"Cobalah sedikit saja, kadar alkoholnya masih cukup rendah." Marcus mengangsurkan gelas berisi wine tersebut pada Renesya. Namun gadis itu tetap menolak, Marcus berusaha memaklumi lalu dia menariknya kembali.

"Aku tidak menyangka ternyata gadis yang Grace maksud adalah wanita oriental yang berasal dari negara sama sepertiku. Kita belum berkenalan secara pribadi.

"Aku, Marcus Jo, kau bisa memanggilku, Mark."

"Aku Renesya Clark"

"Senang bisa mengenalmu nona Clark."

Renesya hanya mengangguk sekilas tanpa berani membalas tatapan mata pria itu. Gadis itu terus saja menundukkan wajahnya.

"Sepertinya kau lupa sesuatu ya?"

Renesya mengernyitkan kening, memangnya apa yang dia lupakan? "Apa maksudmu?" tanyanya kemudian berusaha mengangkat sedikit wajahnya, memberanikan diri menatap lawan bicaranya.

"Pertemuan kita tadi sore." ujar pria itu santai, sedangkn pipi Renesya otomatis memerah mendengar jawaban tersebut, Ya Tuhaan! Jadi pria ini?─ pria di toko buku yang membuatnya malu. Renesya menundukkan kepalanya semakin dalam. Tidak berani memandang pada pria itu, kenapa dia tidak menyadari sama sekali, rutuknya dalam hati.

Tiba-tiba saja Marcus mengulurkan tangannya, meraih dagu gadis itu, mendongakkannya perlahan agar menatap lurus ke arahnya. "Aku tidak suka berbicara dengan seorang wanita, apalagi yang secantik dirimu tanpa memandang ke arahku." Pernyataan itu dikatakan penuh ketegasan, lalu tanpa permisi,
Marcus menempelkan bibirnya pada Renesya, mengecupnya singkat disana, dan melepasnya kembali sebelum Renesya sempat mengedipkan mata. Detik itu juga Renesya merasa udara terenggut paksa dari pernafasannya, paru-parunya seolah kosong, Renesya hanya terdiam tanpa mampu berbicara sepatah katapun, apa maksud semua ini?

Detik berikutnya kesadaran mulai menghampiri Renesya, gadis itu mengerjabkan matanya perlahan kemudian menatap nyalang kearah Kyuhyun. "Kau!!" Renesya melayangkan telapak tangannya ingin menampar pipi pria itu, namun tertahan karena Marcus lebih dulu menghentikan gerakan tangannya.

"Santai saja nona, itu tadi hanya refleks. Sungguh tidak ssngaja" ujarnya ringan dengan cengiran lebar." Dan sayangnya bibirmu sulit kuabaikan jadi tidak salah jika aku ingin merasakannya sedikit saja." Alasan tersebut tentu membuat Renesya geram. Pria ini benar-benar kurang ajar.

"Tunggu! Jangan salah paham dulu, itu tadi aku bermaksud hanya ingin menunjukkkan riset awal yang kau butuhkan, bagaimana menurutmu? apa saat ini kau sudah bisa mengambarkan bagaimana perasaan seorang wanita ketika dicium oleh pria?" cerocos Marcus tanpa jeda, membuat pipi Renesya semakin memerah. Gadis membulatkan mata tidak percaya mendengar pertanyaan seintim itu dengan nada kelewat ringan.

Bukan hal seperti ini yang Renesya inginkan, kalaupun memang Renesya harus melakukan riset tidak mungkin dia melakukannya dengan sembarangan pria yang baru saja ditemuinya, mencuri ciuman dari seorang wanita yang bahkan baru bertemu terhitung baru dua kali, sangat tidak pantas. Apalagi itu tadi merupakan ciuman pertamanya. Bibirnya sudah tidak perawan lagi.

Tanpa kata apapun lagi, Renesya langsung beranjak pergi meninggalkan pria itu. Sebelum mencapai pintu langkahnya tiba-tiba terhenti, lalu menoleh kembali ke belakang, mengarahkan telunjuknya pada Marcus. "Kau! kupastikan aku tidak akan sudi melihatmu lagi!"

Renesya kembali melangkahkan kakinya lebar-lebar, menarik daun pintu lalu menghilang di baliknya menyisakan suara keras pintu yang di hempaskan secara kasar.

Sudut bibir Marcus terangkat. "Dan kupastikan kau yang akan datang mencariku lagi."

Chieva
01 Maret  2020

Cerita ini agak beda sama versi lama ya, aku melakukan perombakan....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro