2. Rahasia Firas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Analisa menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan. Ucapan Dafa membuatnya berpikir bahwa apa yang akan diungkapkan pemuda itu adalah hal yang membahagiakan.

"Apa sih, Mas? Kepo, nih."

Dafa menggeser duduknya, sedikit mendekat ke Analisa. Ia lalu meletakkan kedua tangannya di atas meja. Matanya lurus menatap wajah penasaran gadis di hadapannya.

Analisa terkesiap mendapati tatapan Dafa. Selama mengenal seniornya di kampus itu, baru kali ini ia melihat Dafa menatapnya. Biasanya,aktivis dakwah itu selalu menghindari pandangan mereka bersirobok.

"Begini, beberapa bulan sebelum kita tergabung dalam kepanitiaan ini, Firas sudah mengkitbah (melamar) seorang mahasiswi."

Analisa tersentak mendengar penjelasan Dafa.

"Meng ... kitbah?" tanya Analisa dengan raut wajah terkejut. Dafa mengangguk tanpa senyuman. "Mas lagi bercanda, ya?"

"Demi Allah, Ana."

Analisa terdiam. Ia paham jika kata janji atas nama tuhan sudah terucap, itu tandanya kejujuran yang dikemukakan.

"Kenapa dia gak cerita sama aku? Kenapa sikapnya berlebihan menghadapiku?"

Analisa masih tidak percaya dengan yang disampaikan Dafa.

"Aku mau denger langsung dari mulut Mas Firas."

"Percuma, dia tidak akan mengakui."

Analisa mengernyitkan dahinya. Ia semakin tidak paham dengan penjelasan Dafa. Ia menghela napas panjang. Ada nyeri menjalar di dadanya. Rasa kecewa dan sakit hati bercampur jadi satu. Analisa hanya mampu menundukkan wajahnya.

"Senyum, An. Itu janji kamu tadi."

Tanpa mengangkat kepala, Analisa dengan mata berkaca-kaca menarik satu sudut bibirnya.

"Sekarang aku harus gimana, Mas?"

"Bersikap seperti biasanya saja."

Analisa sontak menengadahkan kepala. Ia menautkan kedua alis mata. Ia heran dengan sikap Dafa yang dengan enteng memintanya seolah tidak mendengar pernyataan mencengangkan tadi.

"Aku balik ke kelas dulu, An. Ingat, jangan lupa tersenyum."

Analisa mengangguk lemah. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan air mata yang sudah menggenang. Gadis berkerudung marun itu menempelkan dahinya pada tangan yang ia letakkan di atas meja. Analisa lalu memejamkan matanya kuat. Beruntung kantin sedang sepi karena peserta masih di kelas. Tidak akan ada yang mendengar isakannya.

Rangkaian peristiwa manis yang hadir sejak berkenalan dengan Firas mulai muncul kembali di pikiran Analisa. Dari pemuda itu menanyakan namanya hingga obrolan tentang kampung halaman Analisa. Firas dengan mudahnya membuat mahasiswi itu merasa nyaman berkomunikasi dengannya. Tidak sampai di situ, Firas sesekali mengirim chat untuk mengingatkan Analisa salat subuh. Perhatian kecil yang akhirnya membuat gadis yang baru belajar menutup aurat itu terbawa perasaan.

"Analisa bodoh! Bodoh! Bodoh!" rutuk Analisa seraya memukul meja dengan kepalan tangannya.

"Bodoh kenapa?"

Analisa sontak mengangkat wajahnya. Pemilik suara yang sudah memorakporandakan hatinya saat ini berada di hadapannya.

"Mas ngapain di sini?"

"Lihatin orang lagi nangis."

Analisa membeliak, ia lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Suara kekehan terdengar dari bibir Firas yang geleng-geleng dengan tingkah adik tingkatnya tersebut.

"Siapa yang nangis?" tanya Analisa seraya mencebik. Ia lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan Firas yang kebingungan. Pemuda itu terus menatap punggung Analisa yang mulai menjauh dari pandangannya. Ia kemudian menoleh ke arah kelas yang dibimbing Dafa. Sedari sahabatnya duduk di kantin bersama Analisa, Firas sudah memerhatikan mereka dari jauh.

***

"Balqis!"

Pekikan Analisa yang membuka pintu kamar mengagetkan Balqis yang sedang bermain ponsel.

"Aku patah hati ...."

Analisa mulai terisak. Ia lalu membenamkan wajahnya di atas bantal.

"Maksudnya?"

Analisa tidak merespon pertanyaan Balqis. Ia hanya terus menangis, meluapkan emosi yang tertahan.

"An, patah hati apa, sih? Kamu kan, baru jatuh cinta sekali ini aja," cecar Balqis penasaran. "Tunggu, emang Firas ngapain kamu?"

Balqis menepuk punggung Analisa. Ia lalu membalik tubuh sahabatnya itu. Terlihat wajah sedih Analisa yang basah oleh air mata.

"Firas habis ngapain kamu?"

"Dia ... udah nglamar cewek lain," jelas Analisa yang kemudian menangis lagi.

Balqis membeliak, ia lalu menggelengkan kepalanya.

"Dasar playboy terselubung!"

Analisa sontak menoleh ke Balqis.

"Kok, playboy, Qis?"

"Emang iya, kan?"

"Dia gak pacaran, loh. Malah mengkitbah."

"Masih belain dia yang udah bikin wajahmu sembab kaya gini?" tanya Balqis dengan tatapan tajam. Analisa hanya mampu menggelengkan kepala lemah.

"An, aku tuh, udah dari awal ngingetin, kan. Aneh aja aktivis dakwah tapi perlakuannya ke kamu kaya gitu. Ya, meskipun gak ada sentuhan fisik atau umbar kata mesra kaya mahasiswa pada umumnya, tapi sikap dia yang dakwah terselubung ke kamu itu aneh menurutku. Dari ngomentarin penampilanmu, nge-chat tentang agama, sampai belikan kerudung sama kaus kaki. Dan, berita terakhir ini. Kalau bukan playboy yang doyan PHP cewek, apalagi?"

Analisa kembali mengangguk. Ia mulai membenarkan ucapan Balqis yang kerap disanggahnya. Namun, hatinya masih belum tenang jika tidak mencari fakta dari Firas sendiri.

"Eh, kamu dikasih tau siapa dia udah nglamar cewek?"

"Mas Dafa."

"Sahabatnya Firas itu, kan?"

"Iya, tapi anehnya aku gak boleh nanya berita itu ke Firas sendiri."

"Biasa, lingkungan mereka itu kadang menyimpan rapat berita tentang taaruf dan kitbah. Baru kalau mau sebar undangan, go public."

Analisa mendengarkan penjelasan Balqis dengan seksama. Mata gadis itu melirik ke samping kanan. Ia sedang menganalisa ucapan Balqis dan berita yang mengejutkannya itu. Namun, hatinya masih belum lega juga.

"Atau ... bisa jadi si Dafa itu juga naksir kamu," ucap Balqis sambil beranjak keluar dari kamar.

Analisa terkesiap, ia lalu menggelengkan kepalanya.

"Gak mungkin banget."

***

Gedung pesantren mahasiswa terlihat lengang. Setiap akhir pekan, aktivitas pengembangan aqidah bagi mahasiswa baru itu ditiadakan. Analisa masih sibuk mempersiapkan berkas untuk hari Senin. Ia hanya berdua saja di ruang sekretariat bersama Zaki.

"Assalammualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Analisa dan Zaki serempak. Gadis itu menoleh ke sumber suara. Ia lalu menghela napas pendek.

Firas mengambil kursi plastik berwarna biru yang ada di samping Zaki. Ia lalu memindahkannya ke samping Analisa. Zaki hanya terkekeh pelan melihat tingkah temannya itu.

"Gimana persiapan KKN?" tanya Firas membuka percakapan.

"Tinggal nunggu pembukaan aja," jawab Analisa datar dengan pandangan tidak lepas dari layar komputer.

"Oh, gitu. Jadi ambil yang khusus, kan? Di TK Permata Hati, ya? Ada temenku ngajar di sana. Nanti aku kenalin."

"Aku pindah ke reguler."

Firas kaget. Ia sudah senang jika Analisa ambil KKN khusus yang hanya setengah hari dan lokasi dekat kampus sehingga gadis itu tetap bisa melanjutkan pekerjaannya di sekretariat.

"Bohong, kan?"

"Bener."

"Gak percaya. Kemarin curhat semangat banget mau ngajar TK."

"Demi Allah. Percayakan?"

Firas mengangguk. Rasa kecewa seketika menyelinap di hatinya.

"Kenapa ambil reguler?"

Analisa menarik napas panjang. Ia seperti mendapatkan momentum untuk meluapkan isi hatinya pada Firas.

"Aku pingin menjauh dari Malang. Aku capek dibohongi."

Firas mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?"

"Mas kenapa gak jujur kalau sudah mengkitbah cewek?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro