3.Saran Balqis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Jujur? Kitbah?" Firas mengulangi pertanyaan Analisa. Gadis di hadapannya itu mengangguk tanpa senyuman. "Aku maksudnya?"

Analisa kembali menggerakkan kepalanya naik dan turun. Ia semakin jengkel dengan Firas yang malah tertawa kecil menanggapi pertanyaannya.

"Dapat berita dari mana itu?"

"Ada pokoknya. Iya apa enggak?"

"Kalau iya kenapa? Terus, kalau enggak juga kenapa?"

Firas kembali memunculkan pertanyaan sebagai jawabannya. Analisa menghela napas panjang berusaha menahan amarah. Kakak tingkatnya itu memang dikenal pandai dalam beretorika. Namun, baru kali ini ia paham jika Firas pun pandai mengelak dengan menyerang balik lawan bicaranya.

"Kenapa balik nanya, Mas?"

"Ana nanyanya hal yang mengejutkan, sih."

Analisa membeliak dengan mulut sedikit menganga. Ia mencoba mencerna kata mengejutkan yang keluar dari bibir Firas. Gadis itu manggut-manggut setelah menemukan pencerahan. Dengan berat hati, ia pun tersenyum manis.

"Berarti iya. Selamat ya, Mas."

Analisa lalu meraih ranselnya. Saat baru saja beranjak dari duduknya, Firas menahan tas punggung berwarna coklat tua tersebut.

"Jangan dulu percaya kalau bukan dari mulutku sendiri yang bilang."

Hening, tidak ada respon dari gadis ayu tersebut. Ia malah berjalan meninggalkan Firas yang masih menatapnya dengan wajah gusar.

"Zak, aku balik dulu, ya. Assalammualaikum."

"Waalaikumsalam. Jangan lupa minggu depan traktiran loh, An."

Analisa mengacungkan ibu jarinya. Ia lalu berjalan cepat keluar dari kantor sekretariat. Gadis itu memejamkan matanya. Rasa kecewa atas harapan yang dibangun sendiri terasa menyesakkan dadanya. Analisa segera menyusut air mata yang mulai membasahi pipi.

Di kantor, Firas penasaran dengan ucapan Zaki.

"Traktiran apa?"

"Loh, kamu gak tahu kalau Analisa resign besok dari tim sekretariat?"

"Serius?"

Zaki mengangguk mantap. Sebuah kejutan bagi Firas. Ia tidak menyangka jika gadis polos yang baru dikenalnya itu akan segera meninggalkan kepanitiaan pesantren mahasiswa. Itu berarti ia tidak akan bisa bercengkerama lebih dekat lagi dengan Analisa.

***

Analisa masih meringkuk di atas kasur busa berlapis seprei hijau muda dengan motif bunga. Pandangannya kosong menatap dinding. Balqis yang berada di belakangnya tengah menatap iba sang sahabat.

"Hampir seminggu kamu kaya gini, An."

"Aku benci diriku sendiri, Qis. Kenapa pertahananku jebol hanya karena sikap manis Firas?"

Balqis menepuk pelan pundak Analisa, seolah memberi semangat pada gadis itu.

"Dari SMP, SMA, bahkan hingga tingkat tiga kuliah, aku terus melawan rasa untuk jatuh cinta. Perjuanganku sia-sia sekarang."

"Insya Allah ini semua ada hikmahnya. Kamu bisa lebih hati-hati lagi nanti."

"Aku gak suka patah hati. Rasanya sakit, malas makan, mandi dan tersenyum."

Analisa bangkit dari posisinya. Ia lalu duduk sambil memeluk lutut.

"Begitulah patah hati. Aku sih, udah kebal," ungkap Balqis sambil tergelak.

"Vaksinasi patah hati di mana?"

Balqis mengerutkan keningnya.

"Vaksinasi patah hati?" tanya Balqis mengulangi ucapan Analisa.

Gadis berambut lurus sepunggung itu mengangguk. "Itu kamu kebal patah hati. Pakai vaksin apa?"

Derai tawa kembali keluar dari bibir Balqis. Mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi itu mengacak rambut Analisa dengan gemas.

"Keadaan udah terpuruk gini, tapi masih bertahan aja kepolosanmu, Analisa ... Analisa."

Analisa berdecak kesal. Sahabatnya itu selalu saja menganggap dirinya gadis lugu yang belum pernah merasakan asam garam percintaan. Balqis memang tidak salah menjulukinya seperti itu. Bahkan, saat ada teman laki-laki mendekatinya dengan tujuan pacaran. Belum sampai mereka mengungkapkan perasaan, Analisa sudah menghadangnya dengan kejujuran bahwa ia ingin jatuh cinta pada jodohnya. Trik itu berhasil membuat para lelaki mundur teratur. Namun, prinsip itu pudar saat bertemu Firas Hanafi.

"Aku mau hatiku kembali utuh, Qis."

Balqis menjentikkan jarinya.

"Itu perkara yang gampang. Obat mujarab dari patah hati itu adalah jatuh cinta pada sosok baru."

Analisa tercengang mendengar solusi dari sahabatnya tersebut. Ia menggelengkan kepalnya cepat.

"Big no! Aku ogah jatuh cinta lagi. Titik!"

"Selalu seperti ini. Aku belum selesai ngomong, An. Dengerin dulu. Jadi, kamu harus pastikan sosok baru itu juga menaruh hati pada kamu."

"Tapi-"

"Jangan dipotong dulu," ujar Balqis geregetan.

"Percuma jika kamu jatuh cinta lagi pada hati yang belum pasti. Itu sih, bunuh diri. Aku punya solusi cepat dan tepat."

Ucapan Balqis seolah terdengar seperti sales promotion yang menawarkan ponsel terbaru dengan diskon tujuh puluh persen. Menggiurkan!

"Apa, Qis? Kamu telat banget ngasih tahunya."

"Aku pikir kemarin kamu cuma patah hati biasa, taunya stadium empat."

Cubitan mendarat di lengan mulus Balqis. Dua sahabat baik itu pun tergelak bersama. Balqis lalu mengeluarkan ponselnya Ia mulai membuka aplikasi berwarna merah muda.

"Madam Rose?"

"Yup. Ini adalah aplikasi dating yang lagi hits di kampus kita. Terutama di jurusanku, sih. Tau sendiri kan, pergaulan di sana."

"Terus?" tanya Analisa penasara. Ia seolah mencium rencana tidak baik dari Balqis. "Jangan bilang kamu nyuruh aku join aplikasi kencan buta ini."

"Tepat sekali! Ha ha ha ha."

Analisa mengambil bantal di sampingnya. Ia dengan kekuatan penuh memukulkan benda berbetuk persegi panjang tersebut ke kepala Balqis.

"Jahat! Emangnya aku cewek gak laku apa."

Analisa menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Wajah gadis itu terlihat muram.

"Ini beda, Analisa Sayang. Madam Rose bukan sembarang aplikasi dating. Dijamin jauh dari interaksi mesum."

"Tetep aja aku ogah. Kaya gak bisa cari jodoh dengan jalur normal aja."

Balqis menarik napas panjang. Sahabatnya itu memang tipikal orang yang kukuh dengan prinsip.

"Aku jamin, deh. Biar aku yang tanggung jawab kalau kamu sampai patah hati dan kecewa."

"Sekali tidak, tetap tidak," tegas Analisa sambil beranjak keluar dari kamar.

Balqis terkekeh mendapatai penolakan dari Analisa.

"Aku gak mau melihatmu galau terus, An," kata Balqis pada dirinya sendiri. Ia lalu berselancar di Madam Rose. Senyuman mengembang saat akun atas nama Analisa Kamea sudah selesai dibuat. "Kita mulai dari sekarang. Yuhu ...!"

Balqis bersorak gembira. Ia akan melakukan yang terbaik untuk sahabatnya itu.

"Eh, yuhu apa-an?" tanya analisa tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar.

Balqis menggelengkan kepala cepat sambil tersenyum canggung. Ia harus merahasiakan hal itu dari Analisa hingga dirinya menemukan sosok yang tepat bagi gadis sederhana tersebut.

Gimana nih?

Analisa kira-kira murka gak ya sama ulah Balqis?

Aneh-aneh aja bikin akun di aplikasi dating😂

Ada yang punya pengalaman menggunakan aplikasi dating gak?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro