Part 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku bergegas beranjak menuju salah satu deret rak etalase yang berisikan ragam produk snack. Aku berjalan pelan untuk mengamati sekilas dan tanganku mulai terasa gatal ingin mengambil produk snack tersebut secara random.

Saking doyannya ngemil snack, aku sampai kalap membeli. Sudah terdapat beberapa bungkus snack dalam dekapan tangan. Aku ingin tambah membeli, tapi tanganku tak mampu lagi untuk menampung dan itu membuatku kewalahan.

Aku pun berinisiatif berbalik badan ingin mengambil keranjang jinjing yang tersedia di dekat meja kasir. Jedug! Astaga. Kepalaku membentur sesuatu. Aku tidak tahu apa karena kedua mata sontak terpejam.

Gawat. Aku menabrak seseorang. Aku menjerit dalam hati begitu usai membuka kedua mata lebar.

"Maaf. Saya tidak tahu kalo ternyata di belakang ada orang. Saya telah tidak berhati-hati," ucapku yang menyatakan permohonan maaf terlebih dulu.

"Apa kepalamu tidak sakit, Aini?"

Aku terkejut. Namaku disebut oleh suara seorang pria. Aku sepertinya kenal suara itu. Pemilik suara itu, 'kan, ....

Aku cepat-cepat mendongakkan kepala. Aku melihat sosok seorang pria berdiri tepat di hadapanku sambil menenteng keranjang jinjing di tangan. Sesuai dugaan. Pria itu adalah Om Ye.

"Kenapa ikutan masuk kemari?"

Tak tahu kenapa aku justru melontarkan sebuah pertanyaan seperti itu kepada Om Ye. Om Ye mengangkat tinggi sepinggang keranjang jinjing yang ditenteng sebelah tangan.

"Masukkan itu semua kemari!" perintah Om Ye.

Aku menurut. "Terima kasih. Bagaimana Om Ye tahu kalo aku sedang butuh keranjang jinjing ini?"

"Aku tengok dari luar kamu kewalahan membawa semua belanjaan snack itu. Jadi, aku main masuk kemari mengambilkan keranjang jinjing ini untukmu," jawab Om Ye.

"Sekali lagi terima kasih banyak, loh, ya."

Aku benar-benar dibuat terkesima oleh sikap perhatian yang ditunjukkan Om Ye padaku. Andai coba Azhar yang melakukan semua itu. Hatiku otomatis membuncah senang.

"Eh? Kenapa kamu malah diam, Aini? Masih lanjut ingin beli atau tinggal bayar?" Om Ye membuyarkan jeda pikiranku yang berlangsung sesaat.

"Bukan apa-apa. Bisa kemarikan keranjang jinjing itu! Biar aku yang membawanya," kataku sambil mengulurkan tangan kanan ke depan.

Tak ada bantahan apa-apa yang terlontar dari bibir Om Ye. Om Ye langsung mengoper keranjang jinjing tersebut ke tanganku.

"Sepertinya semua ini sudah lebih dari cukup. Aku selalu kalap kalo berurusan soal snack. Itu karena aku terlalu doyan ngemil," ujarku memberi tahu Om Ye sesuatu yang tidak terlalu penting sambil nyengir kuda.

"Tidak apa-apa, dong. Makin banyak ngemil, kamu makin kelihatan gemoy nantinya dan itu sangat baik untukmu," timpal Om Ye sembari tangannya membelai lembut sebelah pipiku.

Sontak aku merasakan sesuatu berdesir hebat di dalam tubuh. Wajahku memanas. Mungkinkah rona kemerahan tergambar sangat jelas? Tidak. Itu tidak boleh terjadi.

Bukan. Maksudku bukan seperti itu. Kalaupun itu terjadi juga tidak apa-apa, tapi tidak boleh sampai ketahuan Om Ye. Tengsin, dong, akunya. Aku cepat-cepat berbalik badan ke arah berlawanan.

Berhasil menghindari tatapan Om Ye, aku justru terciduk oleh Azhar. Entah baru saja atau sudah sejak dari tadi, Azhar berdiri di deret rak etalase, tak jauh dari tempat aku dan Om Ye berada. Kedua mata Azhar mengamati lurus ke arahku dan juga Om Ye, sambil menunjukkan ekspresi wajah yang tidak mudah untuk ditafsirkan.

Wajahnya datar. Biasa saja. Entah apa yang ada di pikiran Azhar setelah melihat pasangan tunangan penggantinya berdiri bersama dengan seorang pria lain.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro