🌫 Isu Tak Berdasar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Chapter 09
Isu Tak Berdasar

* * *

Rabu, Februari 2020
Musim Panas, Jakarta, Indonesia

“Woi! Sumpah, ini gosipnya beneran?”

“Lucas yang ketos XII IPA 1 itu, kan?”

“Iya, woi. Yang anaknya itu banyak tingkah. Dengar-dengar dari Abangku yang sekelas dengan dia, seharusnya dia nggak cocok jadi Ketos.”

“Sumpah, bukan itu masalahnya. Dia pacaran sama anak kelas sepuluh, bukan? Kok dia sama Kak Angel?”

“Lo dengarnya dari siapa? Emangnya itu beneran dia selingkuh sama dia?” balas seorang gadis berseragam putih abu-abu setelah terus bercengkrama dengan teman sekelasnya ini. Tidak menyadari kalau orang yang mereka bahas daritadi berdiri semeter di belakang mereka, mematung di sana dengan mendengar seluruh gossip tersebut.

“Justru itu, gue dengarnya dari Kak Isha. Dia sekelas sama mereka berdua,” timpal yang satunya lagi sambil menyantap bakso bakar yang tersisa setengah.

Gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka itu langsung berbalik. Niat hati untuk menghampiri salah satu anggota yang lebih muda darinya dibatalkan. Dia bisa meminta bantuan kepada sesama PMR untuk mengabarkan berita. Sekarang dia harus mengurusi sesuatu yang lebih penting. Dengan cepat, dia membuka pintu kelas dengan plat XII IPA 1.

Memutuskan untuk mengabaikan seluruh tatapan bingung seluruh penghuni ruangan tersebut, masih penuh keramaian menandakan kalau jam istirahat belum usai. Anak perempuan itu langsung menghampiri sekelompok gadis yang berada di pojok kelas.

Setiap langkahnya terasa semakin memberat ketika mendengar suara tawa dari sana.

Bagaikan hantu bergentayangan, keberadaannya tidak terlihat oleh mereka. Bahkan sampai dia berdiri di belakang punggung yang dulunya begitu dekat.

“Isha, aku perlu ngomong samamu,” katanya berusaha tegas. Sedikit banyak itu mampu mengheningkan keadaan sekitar. Berusaha tegar ketika melihat senyum miring di wajah mantan teman semejanya itu.

“Ngomong disini, Angel. Gue sibuk.”

Tarikan napas panjang menjadi awal mula reaksinya, menghembuskannya dalam sekali jalan. Sejujurnya, dia tidak ingin berurusan dengannya lagi. Setelah kejadian itu terjadi, tidak ada alasan baginya untuk tetap berada di samping gadis bernama Isha Zilian Pratama.

Namun, dia juga tidak bisa membiarkan namanya tercoreng begitu saja dari rumor yang tidak jelas.

“Aku nggak ada hubungan apa-apa dengan Lucas. Aku harap kau paham dengan apa yang kukatakan. Ada dua adik kelas yang mengatakan sesuatu aneh tentangku dan Lucas,” kata Angel disela kesunyian mendadak. Teman sekelasnya seolah mendapatkan drama picisan untuk ditonton. “dan itu darimu,” sambungnya lagi.

Keturunan keluarga Anandra itu terjengit ketika mendengar suara gesekan kursi yang didorong di depannya, sepasang netranya melihat bagaimana sang pemilik kursi berdiri dan berbalik menghadapnya dengan senyum remeh.

“Bukankah itu memang fakta?”

“Lo sama Lucas ada main di belakang. Nggak perlu susah payah membuktikannya, lo sendiri yang menunjukkannya,” kata Isha dengan kedua tangannya terlipat di depan dada. “kejadian di Ruang UKS kemarin sore. Gue rasa lo paham.”

Gadis dengan nama lengkap Angel Joanne Anandra itu semakin tidak paham dengan jalan pikiran sosok di depannya. Dia sudah membuka mulut untuk membantah perkataan gadis yang telah berubah di matanya. Namun, duluan dipotong oleh sosok lainnya.

“Gue cedera, Sha. Lo tahu kemarin jadwal ekskul gue, Angel memang nggak ngejaga UKS kemarin. Dia baru keluar dari perpus, tapi UKS tutup saat gue cedera. Sebagai seorang anggota PMR, nggak ada salahnya dia membuka Ruang UKS untuk gue yang butuh pertolongan, kan?”

Angel terkesiap, sarafnya seolah menolak kalau Lucas—sosok yang daritadi juga terseret berita aneh ini—berdiri di sampingnya. Sampai tanpa sadar, dia berbisik, “Lucas ….”

Lalu, anak perempuan di usia delapan belas tahunnya itu langsung berbalik dan melangkah keluar dari kelas dengan sedikit kecepatan lari. Tidak mau lagi memperpanjang urusan tersebut.

Lucas semakin menatap tajam gadis di depannya sepeninggal Angel, “Kalau soal dia memapah gue. Memang benar, tapi itu bukan kesengajaan. Gue nggak mau ganggu teman gue, lebih milih untuk jalan ke sana sendirian. Tahunya, gue nyaris makin kesakitan kalau Angel nggak nangkap gue duluan.”

“Halah … lo nggak perlu ngelindungi gadis munafik itu, Cas. Kita semua tahu kalau dia adalah parasit,” balas Isha dengan nada remeh andalannya.

Anak laki-laki yang lebih tinggi itu berdecih, membasahi bibir bawahnya yang terasa kering, “Lo nggak sadar diri, ya? Gue kasihan sama wajah cantik lo. Coba, deh, ngaca dulu. Biar lo sadar, siapa yang lebih munafik dan macem parasit di sini. Lo atau Angel?”

Tanpa berniat mendengar balasan Isha yang tertegun tidak percaya dengan perkataan Lucas yang tergolong pedas, dia ikut berbalik meninggalkan kelas setelah memberikan amanat kepada wakilnya untuk mengambil alih tugasnya selama dia mengejar Angel.

Sepeninggal Lucas, Isha hanya mendengus kesal dengan pikirannya yang tidak berhenti mengumpati Angel diam-diam.

* * *

“Sudah gue duga, lo pasti di sini.”

Suara penuh kelegaan itu memasuki indera pendengaran Angel yang tengah terduduk di salah satu bangsal UKS kosong. Pikirannya melayang serta tidak berniat untuk membalas perkataan ketua kelasnya. Tidak sadar kalau anak laki-laki itu sudah mengambil duduk di sampingnya.

“Melamun mulu. Ntar kerasukan hantu UKS baru tahu rasa lo, Gel,” sahut Lucas lagi yang kali ini didengar oleh lawan bicaranya.

Namun, seolah direkatkan oleh lem, dia tidak berbicara sepatah katapun.

Lucas yang jelas paham apa yang menghantui teman sekelasnya ini mengambil posisi duduk bersila di atas bangsal dan berkata, “Lo nggak perlu mikirin perkataan Isha. Jamin, cewe itu nggak bakalan berani ngomong aneh-aneh lagi tentang lo.”

Angel tersenyum lucu, tertangkap oleh sang ketua kelas yang memang daritadi memperhatikannya. Kemudian, gadis itu kembali mendatarkan wajahnya menjadi lesu dan sedih.

“Oh … Lucas, pacarmu-“

“Pacar gue nggak ada masalah, cantik. Dia malah pengen banget berterima kasih sama lo, karena udah mau repot-repot bukain UKS karena gue seorang. Dia memang adik kelas, masih baru pula kelas sepuluh anaknya,” potong laki-laki itu langsung. Dengusannya terdengar sebelum kembali melanjutkan. “tapi sikap dia lebih dewasa daripada Isha.”

Angel tidak merasa lebih baik dengan perkataan Lucas, tetap saja dia tahu perasaannya. Meskipun, dia belum pernah berkencan sebelumnya.

“Malaikat gue nggak percaya ternyata. Bentar,” kata Lucas yang merogoh saku celananya, mendial nomor yang telah tersimpan di kontaknya dengan nama ‘Love Bear’ dan mengaktifkan speaker. Angel langsung mengipaskan tangannya.

Tidak perlu berbuat sejauh itu.

“Ada apa, Kak?”

Suara lembut khas seorang perempuan terdengar membuat Angel semakin karuan. Berbeda dengan Lucas yang mengembangkan senyumannya. Terdengar suara riuh yang semakin samar dan menghilang, sepertinya dia mencari tempat sepi untuk berbicara.

“Boo, tahu isu tentang Kakak nggak?” tanya Lucas yang tenang. Aneh rasanya melihat Lucas yang biasanya petakilan menjadi jinak begini di depan Mba Pacar.

“Yang dengan teman sekelas Kakak, kan? Kakak sering manggil dia ‘Malaikatku’,” balas panggilan tersebut.

Lucas terkekeh geli, memang tidak ada rahasia dengan kekasihnya ini, “Nah, iya. Namanya kan Angel, diartikan malaikat, Boo.”

“Lagipula, memang dia itu malaikat, habis nolongin Kakak kemarin.”

Angel melebarkan bola matanya yang terkejut. Jadi, perkataan ketua kelasnya ini bukan sekedar candaan?

“Boo, di sini ada orangnya. Katanya takut kamu kepikiran,” kata Lucas yang menyengir jahil melihat reaksi teman sekelasnya yang tidak bisa dikatakan santai.

“Mana? Mana? Mau ngomong sama Kakak Malaikat.” Suara tersebut terdengar antusias, membuat Angel terasa kikuk yang membalasnya ragu. Dia menerima ponsel tersebut dari tangan Lucas.

“Angel,” koreksinya. Cukup pemuda bongsor di samping ini saja yang memanggilnya dengan malaikat, jangan cemari pemikiran adik kelasnya itu.

“Kak Angel nggak perlu takut. Adelia nggak kepikiran sama sekali, kok. Soalnya, Adelia juga ada di lapangan saat Kakak jatuh, hanya saja Adelia perlu simpan barang dulu untuk pulang bareng Kak Lucas. Memang merekanya saja yang iri, Kak Angel. Orang Kakak baik banget.”

Suara lembut yang terdengar bahagia itu bagaikan senjata yang digunakan untuk memotong tali gundah gulana yang dari tadi melili tubuhnya.

“Malah Adelia bersyukur banget Kakak ada di sana kemarin. Soalnya, UKS nggak buka dan Kak Lucas lebih lama mendapatkan pengobatan.”

Angel tersenyum tipis yang terlihat tulus seperti biasa dia berikan, “Lucas juga dibawa ke rumah sakit setelah itu. Kakak yang minta, soalnya Kakak takut tulangnya mengalami pergeseran. Soalnya, Kakak coba gerakin, Lucas kesakitan.”

“Tuh, kan, Kakak cemas, kan, karena memang Kakak itu baik. Mereka saja yang terlalu busuk hatinya. Kak Lucas! Adelia mau temanan sama Kak Angel, boleh?”

“Eh?” celetuk bendahara PMR tersebut mendadak. Berbeda dengan pemuda yang mendapatkan nama belakang Oktavio itu tertawa kecil sambil mengambil alih ponselnya kembali.

“Boleh, kok. Justru Angel pintar, kamu bisa tanyain dia Biologi yang sering kamu tanyakan ke Kakak, Boo.”

“Kak Lucas memang aneh. Nggak suka belajar Biologi malah masuk sains, tapi Kakak juga lebih nggak suka belajar Sosiologi.”

Gadis yang mengayunkan kakinya yang tidak bisa mencapai permukaan tanah mengangguk menyetujui perkataan Lucas.

Lucas menjawab, “Perintah Papa, My Boo. Nanti Kakak kasih nomormu sama nomornya Kakak Malaikat.”

“Setelah ini,” koreksi sang pacar dari seberang dengan rengekan. Telepon tersebut putus lima menit kemudian Adelia puas berbicara dengan Angel sedangkan pemilik ponsel hanya sesekali menimpali supaya sadar bahwa dia masih eksis di sana.

Di belakang mereka, tirai yang ditutup rapat, Zyan Dhanesa mengepal telapak tangannya di dalam sana. Niatnya membolos berubah menjadi acara menguping pembicaraan dua anak manusia itu yang berhasil membuatnya merasa ruangan UKS yang biasanya dingin, menjadi panas.

* * *

To Be Continue

* * *

Hello, aku update di sini

Hehe

See ya ^^

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro