🌫 Kenapa Kau Peduli?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Chapter 23
Kenapa Kau Peduli?

* * *

Decakan demi decakan kesal terdengar di indera pendengaran Lucas sejak Angel sudah dibaring ke bangsal UKS sekitar tiga menit yang lalu. Pelakunya tidak lain selain Zyan yang duduk di sebelah bangsal kosong sembari melihat gadis tersebut yang meringis ketika lebamnya ditekan. Zyan acuh dengan siswa yang tengah mengobati Angel ini.

Dilihat dari fisik dan penampilannya, mungkin merupakan anak kelas sepuluh.

“Sudah siap, Kak. Gue buatin surat izin, ya?” tanya siswa yang menjaga UKS saat itu.

“Sshhh … nggak perlu. Aku langsung balik ke kelas saja. Nggak parah, kok,” jawab Angel yang merapikan tatanan rambut dan baju olahraganya.

“Lo buatin surat izin sekarang,” kata Zyan yang masih setia di posisinya menghasilkan delikan kesal dari gadis ini.

Lucas yang seakan paham dengan situasi tegang di sana menyela, “Cherry, lo buat surat izin untuk Angel, kasih ke gue. Nanti kukasih ke gurunya.” Perkataannya langsung disanggupi oleh perempuan tersebut. Sedangkan laki-laki itu kembali berbalik melihat teman sekelasnya, “Istirahat dulu. Sudah dikasih izin juga.”

Ketua kelas itu mengambil surat izin dari tangan Cherry. Lalu, segera keluar dari sana meninggalkan Angel berdua dengan kedua siswa lainnya itu yang berbeda gender. Cherry memilih sibuk dengan meja kerjanya sedangkan Zyan masih setia dengan posisinya.

Dia masih gemas sendiri dengan Johan yang mendadak tidak mengenal gadis di depannya ini.

Bahkan untuk sekedar mendekat menengok keadaan Angel pun enggan.

"Kak, gue keluar bentar, ya. Mau ke toilet," ucap adik kelas mereka yang diangguki oleh bendahara PMR itu. Dia masih cukup malas berbicara kalau mengingat bagaimana Zyan memintanya untuk tinggal.

Selepas Cherry keluar dari Ruang UKS itu, menyisakan dua keturunan adam hawa di sana. Zyan mendelik kearah gadis tersebut.

"Lo kenapa diam aja?" tanya laki-laki tersebut.

"Lo kenapa hanya diam digituin sama mereka?"

"Lo tahu, kan, itu termasuk pembullyan? Sudah berapa lama mereka lakuin gitu ke lo?"

"Si ace satu itu tahu lo diginiin? Makanya dia ngejauhin lo?"

Zyan menekan emosinya sendiri, rambutnya teracak kasar karena dia tidak kunjung mendapatkan balasan yang diinginkannya. Angel hanya diam seakan dia tuli untuk mendengar pertanyaan Zyan yang mengandung emosi itu.

"Siapapun tahu lo yang menjadi target mereka, kenapa lo ikutan main? Lo bisa menolak ajakan mereka kalau gitu. Sahabat cewe lo itu ... dia yang dari tadi berusaha nyingkirin lo. Lo nggak mungkin nggak peka, kan?" omel Zyan lagi, tidak ingin mendapatkan jawaban bisu dari gadis ini, dia berdiri dan mengcengkram kedua bahu sempit gadis tersebut.

"Lo masih punya bibir dan suara, jawab!" Tanpa sadar laki-laki itu menaikkan suaranya karena emosi meraup dirinya.

"Itu hanya permainan," jawab Angel singkat dan tidak ada nada apapun di suaranya.

Pandangannya kosong.

"Permainan lo bilang? Fine! Go ahead, biarkan diri lo jadi target mereka selamanya," balas Zyan dengan nada sarkas, dia melepaskan cengkramannya cukup keras hingga bahu itu terdorong ke belakang.

"Gue dan lainnya berusaha ngelindungin lo dari jelmaan iblis seperti itu dan lo masih melindungi mereka?! Lo sudah nggak waras kata gue. Jelas-jelas mereka terus lemparin bolanya ke lo," sambungnya lagi dengan mata yang berkilat marah.

"Kau yakin memang bisa melindungi aku?" Angel bertanya dengan singkat, manik kembarnya terlihat kosong melihat kearahnya.

Dia tidak menyukai sikap gadis di depannya ini sekarang.

Kemana Angel yang bisa melawan orang lain untuk melindungi dirinya yang dia kenal?

Zyan memutar badannya, memberikan bagian punggung kemeja putih yang keluar dari celana abu-abunya menjadi tontonan sedangkan dia tengah mendinginkan kepalanya dengan waktu singkat.

Kepalanya menggeleng pelan dengan tatapan penuh nekat, "Nggak, nggak."

Dia berbalik dan melihat tepat di sepasang mata Angel, "Lo nggak boleh lagi masuk ke kelas itu. Bisa-bisa mereka makin menjadi-jadi terhadap lo. Karena, dari yang gue dengar, guru Biologi lo sedang absen. Lo harus pulang, bukan izin untuk beberapa waktu."

Angel hanya diam. Diam yang pertanda dengan setuju.

Dan, Zyan Dhanesa mengerti dengan diamnya itu.

"Lo tunggu di sini, gue minta ketua kelas lo tadi untuk izinin pulang. Tas dan lainnya ntar gue yang bawa," katanya yang sedikit membubuhi nada ancaman untuk gadis tersebut.

Dia langsung keluar dari ruangan dan tampak tidak terkejut dengan apa yang ada di luaran sini.

"Oh? Masih peduli sama Angel?" tanyanya dengan remeh ketika melihat sosok yang sempat dia maki secara verbal berdiri di samping pintu UKS.

* * *

Johan ada di sana, berdiri di balik jendela UKS yang tertutup rapat untuk menangkap percakapan di dalam sebisa mungkin. Dia mendengar bagaimana Zyan menaruh amarah dalam suaranya dan suara Angel yang tidak pernah dia dengar selama ini.

"Oh? Masih peduli sama Angel?" tanya Zyan setelah menutup pintu UKS.

Dia tidak menjawab dan langsung berbalik badan, "Kita ketemu di kelas lo setelah sekolah."

Lalu, pemuda anak sosial itu memilih untuk melewati Johan untuk ke kelas gadis yang tengah duduk di atas bangsalnya, maniknya melihat ke langit-langit ruangan yang mulai memudar warna putihnya menjadi noda kekuningan di beberapa titik.

Cherry kembali dengan sebotol minuman dan beberapa bungkus roti yang dibeli dari kantin, “Kak, makan dulu.”

Angel tidak berkutik sama sekali, ketika plastik bening itu berada di pangkuannya, cuek dengan adik kelasnya yang kembali ke meja dan berjaga di sana.

Enggan untuk mengambil makanan di sana dan juga tidak berniat untuk menyingkirkan plastik tersebut dari pangkuannya.

Hanya ada satu yang dia pikirkan dari semua yang mengganggu pemikirannya.

"Bawaan lo cuma ini, kan? Ada yang kelupaan ambil nggak?"

Tidak butuh waktu lama Zyan sudah kembali dengan tas sekolah milik Angel yang berucap singkat, "Ya."

Bukan hanya Johan yang merasa aneh, bagi Zyan dia juga merasa aneh beberapa minggu belakangan ini. Nyaris genap tiga tahun, dia mendengar suara balasan singkat dan penuh dengan beragam nada yang sudah bagaikan lagu favorit di telinganya.

Dari nada yang biasa saja sampai ke sinisan yang masih mengandung kalau Angel tidak apa-apa.

Untuk yang kali ini, sisi yang tidak pernah Zyan ketahui tentang dia.

Angel yang hanya diam bagaikan patung hiasan dan menjawab sesingkat mungkin dan saat diperlukan saja, anak tunggal keluarga Dhanesa itu merasa asing dengannya.

"Pulangnya naik apa? Gue anterin, santai bawa mobil, kok," katanya yang masih berusaha untuk mencairkan suasana. Dia harus bersikap seperti biasanya.

Angel hanya menggeleng, "Taksi."

"Yakin bisa? Gue pesanin taksinya deh. Takut gue lo kenapa-kenapa," balas laki-laki itu lagi yang masih berusaha mencegah gadis favoritnya ini. Dalam hatinya sedang mengutuk Johan yang sudah menghilang di depan pintu UKS.

Laki-laki itu pastilah dipanggil guru yang sedang mengajar sekarang.

Shit, Johan. Lo cupu kalau bersikap kayak gini, batin Zyan yang memijit pangkal hidungnya.

Dia juga tidak akan bisa diberi izin keluar dengan alasan konyol mengantar pulang Angel. Namun, membiarkan gadis ini pulang sendiri juga bukan solusi yang bagus.

"Okay," kata laki-laki tersebut. Dia menghembuskan napasnya untuk menguatkan dirinya sendiri.

"Lo boleh pulang sendiri, tapi lo kabarin gue kalau sudah pulang. Deal?" putusnya.
Dia bisa bernapas lega ketika gadis yang terluka itu mengangguk kepalanya. Lalu, mengambil surat izin dari tangan Cherry dan langsung melenggang keluar dari area sekolah.

"Lo tahu dia kenapa bisa seperti ini?" tanya Zyan yang tertuju pada Cherry.

"Nggak, Kak. Gue juga bingung kenapa dengan Kak Angel. Apa karena ada masalah keluarganya?"

Zyan hanya diam sambil melihat pintu ruang UKS yang tertutup rapat dengan pemikiran yang mirip dengan benang kusut dengan isinya hanya memikirkan perubahan Angel yang terlalu drastis.

Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu dengan raut serius, ditujukan untuk orang yang sering dipanggilnya ace.

Zyan
[Kita ketemu di kelas setelah pulang sekolah]
[Kali ini gue serius]

Berbeda dengan gadis yang melangkah keluar dari area sekolah, sebuah taksi yang dipesannya secara online telah menunggunya di depan, surat izin sudah diberikan kepada satpam sekolah.

Langkah gadis itu terasa memberat semakin dia berjalan.

Pantatnya duduk di kursi penumpang belakang dan dia hanya berucap, "Sesuai dengan lokasinya, Pak."

Supir yang mengantarnya hanya memberikan raut kebingungan sejenak dan kemudian membalas, "Baik, Neng. Kita berangkat."

Satu tempat yang menjadi tempat tujuannya sekarang ... adalah menarik diri dari lingkungannya sendiri untuk beberapa jam ke depan.

* * *

To Be Continue

* * *

Good morninggg

Semangat untuk ngejalanin harinya. Sky juga sama sih.

See ya ^^

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro