[Mayat Tanpa Nama] - 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bermula dari sebuah ruko kecil di kawasan Kosambi, kini Toserba Mataram memiliki ratusan cabang di seluruh kawasan Priangan. Toserba itu merupakan salah satu toserba terbesar di Kopo selain Prambanan Market. Jika pesaingnya selalu identik dengan kantung keresek kuning, toserba ini identik dengan keresek jingga dan hijau berlatar putih cerah.

"Emang mo ke Mataram yang mana, Bay?"

"Ke Simpang Riau. Katanya sih di sana banyak jual produk impor. Pengen beli semen biar muka gue kinclong kayak lu."

"Yakin mau pake semen itu? Lo pasti gak kuat mingkem lama buat maskeran."

"Tapi lu bisa anter gue ke kamar jenazah Rancabadak dulu?"

"Ngapain ke kamar mayat? Kayak yang berani aja."

Abay lalu bercerita kejadian selama berada di rumah sakit.

"Lo yakin mo bantuin hantu itu? Bay, kebanyakan hantu itu gak bisa dipercaya!"

"Masalahnya, Ras. Dia senasib kayak gue. Kepisah dari keluarganya tanpa kabar. Gue gak mau nambah beban keluarganya karena gak ada kabar."

Saras menggelengkan kepala seiring dengan permintaan Abay. Beginilah efek samping terlalu sering menjadi korban arwah penasaran di rumah sakit.

Kamar jenazah. Tempat para mayat tak bertuan dan pasien yang meninggal berkumpul sebelum dikebumikan. Saras meragu di depan pintu kamar jenazah rumah sakit Rancabadak.

"Bay. Lo yakin? Gue banyak ngeliat penampakan di dalem."

"Selama masih ada lu, itu gak masalah."

Saras mendorong kursi roda mendekati kamar jenazah. Saat itu seorang dokter menghadang mereka.

"Siapa kalian?"

Abay menunjukkan identitasnya di hadapan dokter. "Aku Bayu Samudera, penyelidik Asosiasi. Apa boleh aku memeriksa kondisi jenazah yang ada di dalam sana?"

Dokter itu mengizinkan mereka untuk masuk.

"Kenapa ada penyelidik Asosiasi yang datang ke kamar jenazah?"

"Kami mendapat laporan adanya kasus pembunuhan yang terjadi di dekat sini. Kami ingin tahu kondisi korban. Korbannya seorang wanita, berusia sekitar 20 tahun, dan baru tiba di sini sekitar 3 hari lalu."

Dokter membawa mereka melewati sebuah lorong dengan beberapa ranjang berselimut kain putih di atasnya. Dokter lalu memperlihatkan sosok mayat wanita dalam laci pengawet. Ciri-cirinya berbeda dengan sosok wanita dalam penglihatannya ataupun hantu wanita itu.

"Di mana barang-barang pribadi milik korban?"

"Semuanya sudah dibawa oleh pihak Kepolisian. Mereka meminta kami untuk mengawetkan mayat ini selama proses penyelidikan masih berlangsung. Kenapa tiba-tiba Asosiasi tertarik dengan kasus yang sudah ditangani polisi?"

Abay menundukkan wajahnya. "Tidak apa. Kupikir sepupu saya yang hilang. Saya baru mengetahuinya dari situs orang hilang Kepolisian. Ternyata bukan."

"Ya ampun. Semoga saja sepupumu cepat ditemukan. Belakangan ini banyak kasus aneh yang terjadi di Kopo. Berhati-hatilah."

Akting Abay benar-benar meyakinkan. Ia cukup membayangkan mayat itu bertukar posisi dengan Ibu. Saras lalu mengantar Abay kembali ke tempat parkir.

"Bay, sejak kapan lo gak takut?"

"Masa iya sih gue nunjukkin rasa parno gue di depan dokter? Ntar dia nyangka kita itu penipu."

"Ternyata ada gunanya diganggu hantu mulu selama sakit. Lo yakin mo nanganin soal 'hantu di rumah sakit' itu? Gak lapor dulu ke Unit Pelayanan Masyarakat ato Nyonya Lenny dulu?"

"Gue lihat petunjuk waktu belanja di Toserba Mataram kemaren. Hantu itu muncul dengan seragam pegawai Toserba Mataram."

"Kalo emang dia pegawai Toserba Mataram, masa iya sih kita selidiki satu persatu? Masalahnya," Saras berkacak pinggang di depan Abay, "lo ngajakin gue buat ngelakuin penyelidikan ilegal? Éling, Bay!"

"Tapi kebenaran harus tetap diungkap, Ras! Emangnya enak terus digantung bertahun-tahun sama polisi?"

"Jadi lo masih tetep mau ke Simpang Riau?"

Abay mengangguk. "Moga aja gue bisa nemu petunjuk di sana."

"Ini terakhir kali gue bantuin lo. Awas kalo kayak gini lagi. Nyonya Lenny bisa hukum lo lagi."

Simpang Riau. Sebuah pusat perbelanjaan yang posisinya tepat berada di persimpangan jalan Riau. Sebuah tempat yang terkenal untuk mencari barang-barang impor. Semua barang impor ada di sana. Mulai dari bumbu masak, peralatan rumah tangga, hingga kosmetik.

"Selamat siang. Ada yang bisa dibantu, Kak?" sapa seorang karyawati di samping etalase berisi kosmetik.

"Mbak tahu gak masker lumpur buat wajah di sebelah mana?" tanya Saras.

"Mbak cari masker NatureGoals? Tempatnya di sebelah sana," tunjuk karyawati itu.

Mereka pergi ke etalase kosmetik yang berada tiga baris dari tempat karyawati itu. Seorang karyawati lain menawarkan Saras kosmetik baru yang ada di etalase.

"Silakan dicoba. Ini gel lidah buaya produk terbaru dari kami. Gel ini tidak hanya bagus untuk kecantikan. Bisa dipakai untuk kulit juga rambut. Produk ini bisa dipakai juga sama pacar Mbak."

Keduanya diam sesaat. Wajah Saras mendadak merah padam dibuatnya. Gadis itu langsung mencoba gel lidah buaya di tangannya.

"Bay. Cobain deh. Adem sama gak lengket."

Pandangan Abay tertuju pada para karyawati yang sedang bergosip di sudut etalase kosmetik.

"Anita lagi. Anita lagi. Dia 'kan udah resign. Kenapa bos selalu aja bandingin kita dengan dia?"

"Bos masih gak rela dia resign."

Seorang wanita berkacamata menghardik mereka. Dia mengenakan blazer di luar rompinya. Sepertinya wanita itu memiliki posisi yang lebih tinggi di sana.

"Aku bisa nebak alasan dia resign. Kalian selalu aja berusaha buat rebut pelanggan Anita. Kalo pengen dapet pelanggan, kerja yang becus. Bukan jegal rejeki orang apalagi bergosip!"

Perginya wanita berkacamata tidak menghentikan gosip di antara mereka. Mereka seakan melupakan satu persatu pengunjung yang datang mencari kosmetik. Abay putuskan untuk mengikuti wanita berkacamata itu.

"Permisi, Mbak. Apa ada rekomendasi kosmetik yang bagus buat pacar saya?" Abay menunjuk pada Saras yang sibuk mencoba kosmetik.

"Kosmetik ya? Boleh saya tahu jenis kulit pacar Mas? Kosmetik apa yang pernah ia pakai sebelumnya?"

Sial. Mana paham Abay soal kosmetik dan tetek bengeknya!

Sementara itu, Saras masih mencoba sampel bedak di depan etalase. Wanita berkacamata itu terus mengamatinya.

"Dia itu masih remaja. Tidak perlu kosmetik yang macam-macam. Nanti kulitnya rusak."

"Oh ya. Maaf kalo gak sengaja mendengar perkataan Mbak. Mbak Anita itu siapa ya? Kenapa Mbak marah-marah tadi?"

Wanita itu lalu meminta maaf. Dia lalu memperkenalkan diri. Namanya Sri Dewi, supervisor dari Divisi Kecantikan dan Busana Wanita.

"Dulunya Anita itu salah satu pegawai teladan di sini. Dia resign sekitar dua atau tiga bulan lalu. Harusnya mereka itu mencontoh Anita. Dia tidak akan bisa istirahat selama belum mendapatkan pembeli."

Seorang pegawai teladan yang tiba-tiba mengundurkan diri ... Abay berpikir sejenak di atas kursi rodanya.

Tiga bulan sudah cukup membuat hipotesis. Besar kemungkinan jika hantu di rumah sakit itu adalah Anita. Abay tidak akan puas menyimpulkan asumsi naifnya. Ia kembali mencari informasi dari data orang hilang milik Kepolisian sesampainya di rumah.

Anita. Usia sekitar 20 tahun. Waktu hilang sekitar 3 bulan. Semua informasi itu lebih dari cukup untuk pencarian spesifik di situs orang hilang. Informasi muncul dari situs orang hilang Kepolisian.

Anita berwajah lonjong dengan mata besar. Usianya sekitar 26 tahun. Kulitnya sawo matang dengan tahi lalat di pipi kanan. Tinggi sekitar 160 cm dengan berat 52 kg. Namun, apa benar Anita yang ini?

Toserba Mataram. Nama itu kembali muncul di kepala Abay. Jari jemarinya langsung mencari situs resmi milik Toserba Mataram. Situs tersebut tidak hanya menampilkan informasi singkat perusahaan, anak perusahaan, mitra kerja, dan lokasi dari setiap gerai. Perusahaan juga memajang foto dari setiap karyawan yang berprestasi di toko dan situs resminya. Abay mencari tahu sosok Anita dari daftar pegawai teladan perusahaan.

Situs perusahaan milik Toserba Mataram memasang dua foto di setiap bulan dan tahun. Foto di sebelah kiri menunjukkan pegawai terbaik sementara di sebelah kanan menunjukkan pengawas terbaik. Kedua matanya melebar setelah mendapati sebuah nama.

Pegawai Terbaik Bulan Ini

Anita Hasan N.

Pengawas Terbaik Bulan Ini

Kevin Randa

Abay menutup sebagian foto Anita. Benar. Anita memang hantu wanita di rumah sakit. Lalu, di mana mayatnya? Abay tidak bisa lagi ke kamar jenazah tanpa izin.

Keesokan harinya, Abay melapor vua telepon. Sungkan bila Abay langsung menelepon sang atasan meskipun punya kontaknya.

"Halo. Unit Pelayanan Masyarakat Asosiasi Sektor Kopo di sini. Adakah yang bisa dibantu?"

"Saya ingin melaporkan kasus."

"Maaf, kami tidak menerima laporan dari anak muda tanpa pendamping."

"Ya sudahlah. Kalau begitu, bisakah Nona sambungkan dengan Nyonya Lenny Marcellina?"

"Astaga! Kau ingin menghubungi Nyonya Lenny?"

"Bilang saja ini dari Bayu Samudera, anggota Unit Reserse."

"Ya ampun! Aku nyaris saja tak mengenali suaramu. Oh ya. Kau sedang sakit. Tunggu sebentar."

Resepsionis itu sambungkan telepon ke ruangan Lenny.

"Halo. Abay? Kenapa kau menelepon ke Unit Pelayanan? Kau bisa langsung meneleponku untuk izin."

"Nyo-Nyonya, a-aku ingin laporkan kasus."

Abay pun jelaskan detilnya via telepon. Awal mula dari gangguannya di rumah sakit hingga ingatan yang muncul di Toserba Mataram.

"Tidak bisa! Laporan seperti itu tak bisa diterima!"

Suara lantang Lenny nyaris saja memecahkan gendang telinga Abay di telepon.

"Nyonya, hantu ini terus menggangguku di rumah sakit!"

"Dasar bodoh! Laporan dari hantu itu tidak dapat dipercaya! Sudah berapa kali Asosiasi dikerjai dengan laporan hantu?"

Lenny mendengus. Dia sesap kopi hitam panas di mejanya.

"Dengar. Sudah cukup kau mencari masalah dengan kasus kemarin. Istirahatlah. Renungkan kembali kesalahanmu."

Panggilan pun berakhir sebelum Abay sempat bicara.

Senin pagi. Abay meminta Ayah mengantarnya ke sekolah.

"Kau yakin ingin sekolah dengan kaki seperti ini? Bagaimana jika kau ingin naik tangga? Kau juga belum sanggup berjalan dengan tongkat."

"Ayah, aku cuman mau ulangan susulan sama nanya tugas pengganti sama Bu Naina."

Abay lalu memasuki ruang guru. Sementara itu, Ayah menunggunya di luar sambil menelepon.

"Baik, Pak. Nanti saya akan ke sana," pungkas Ayah. Abay lalu meninggalkan ruang guru.

"Apa kata wali kelasmu?"

"Bu Naina bilang kalau ulangannya tidak harus di sekolah. Aku bisa mengerjakannya di rumah lalu dikirimkan lewat e-mail. Aku juga mendapat banyak tugas pengganti sampai sembuh."

"Syukurlah kalau begitu. Ayah cemas kalau kau harus berangkat sendiri. Masalahnya tadi ada telepon dari kantor. Ayah harus ke Kawali sekarang. Mandor proyek mengalami kecelakaan. Ayah harus menangani masalah di lokasi proyek. Kemungkinan Ayah akan pulang lusa."

Ayah lalu mengantar Abay pulang. Sementara itu, Ayah mengemasi pakaian dan berkas-berkas pentingnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro