Part 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Another Way to Love

###

Part 1

###

"Tiga kali," Kinan menyela kegiatan pria yang berdiri di balik meja bar.Ia satu-satunya tamu di sini, kenapa pria itu terus mengelap gelas kosong? Dan gerakan pria itu, mau tak mau lebih menarik perhatiannya dari kelengangan bar. Ya, memang masih terlalu sore untuk berkunjung ke sebuah bar, tapi tidak ada tempat yang lebih baik yang bisa dikunjunginya untuk melepas sepi yang mendera hatinya.

Pria itu menghentikan kegiatannya mengelap gelas di tangannya. Keningnya berkerut tak mengerti dan mendongak menatap Kinan bertanya dengan isyarat mata.

"Kau mengelap gelas itu tiga kali," Kinan menjelaskan. Menunjukkan ketiga jemarinya pada pria itu sebelum melirik name tag yang terpasang di dada kiri pria itu. "Dash? Apa itu namamu?"

Pria itu mengangguk. Pada mengelap gelas tiga kali dan namanya. Tertawa dalam hati karena wanita itu menghitung gelas yang dia bersihkan.

"Masih terlalu dini untuk menyibukkan diri," komentar Kinan. Tangannya melambai pada bar yang masih begitu lengang. Hanya ada dua orang pengunjung di sudut ruangan dan beberapa bartender lainnya yang sibuk entah menata apa di balik sana atau mengobrol dengan sesama teman bartender

"Terlalu pagi untuk berkunjung ke sebuah bar dan hanya memesan satu gelas lemon drinks," Dash membalas. "Hari yang berbeda tapi dengan jam dan pesanan yang sama."

Seringai ringan muncul di sudut bibir Kinan. "Aku tersentuh kau begitu memperhatikan pelangganmu."

"Saya lebih tersentuh anda menghitung berapa kali saya mengelap gelas ini." Dash menunjukkan gelas yang dipegangnya sebelum mengembalikan ke tempatnya lagi dan mengambil yang lainnya.

Kinan mengamati wajah Dash dengan senyuman tipis, "Panggil aku Kinan untuk seterusnya."

Sesaat Dash terdiam. "Saya ragu kita akan saling mengenal lebih dari seorang pelayan dan pelanggan."

Kinan terkekeh, "Kau benar-benar tidak tahu cara bersosialisasi, ya? Atau setidaknya kau harus menjilat pelangganmu untuk menaikkan omset penjualan."

"Anda hanya membeli dua gelas lemon drinks. Tujuh hari berturut-turut."

Kinan tertawa kencang, "Apa hidupku terlihat sesusah itu?"

Dash terdiam.

"Aku memang sesusah dan sesulit ini," gumam Kinan lebih pada dirinya sendiri.

Hening, Dash kembali sibuk dengan gelasnya dan Kinan mengamati pria itu dengan ketertarikan yang lebih banyak daripada sebelumnya. "Aku hamil. Itulah sebabnya aku tidak bisa meminum alkohol."

Dash terhenyak. Gerakannya terhenti dan tatapannya kini kembali pada Kinan. Wajah wanita itu lebih muram daripada biasanya tapi senyum mencemooh masih tertarik di sudut bibirnya. Seolah menertawakan dirinya sendiri.

"Aku benar-benar kacau, Dash." Lagi, Kinan tertawa muram. Menyanggah wajahnya dengan tangan kanan yang bersandar di meja bar. Tangan kirinya mengaduk-aduk minumannya dengan asal. "Semuanya benar-benar kacau dan membuatku gila."

"Badai pasti berlalu. Semua akan indah pada waktunya."

"Hatiku sakit," Kinan memukul pelan dadanya. "Aku kehilangan pria sangat kucintai."

"Kau kehilangan seseorang yang sangat istimewa. Seharusnya memang terasa sakit."

"Pria yang kucintai mati karena menyelamatkanku."

"Setidaknya kau mempunyai anak yang akan mirip dengannya."

"Anak ini dari pria yang lain."

Sedetik Dash terkejut, tapi tidak cukup mengherankannya. "Aku sering melihat perselingkuhan di bar ini."

"Aku tidak berselingkuh." Kinan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak sepenuhnya."

"Aku mencintai A, menikah dengan B dan hamil anak C. A dan B saudara kembar dan mencintai wanita yang sama, D. Poin terpenting dan yang menjadi sumber kerumitan ini adalah karena A menikah dengan D dan saling mencintai."

Mulut Dash menganga, meskipun ia berusaha mencerna setiap kata yang dijelaskan oleh Kinan dan hanya bisa berkomentar, "Aku tak bisa membayangkan kekacauan yang kau alami." Sekacau dan serumit penjelasannya, lanjut Dash dalam hati.

"A meninggal dan menjadikan D istri keduanya. D juga sedang hamil, anak B, " tambah Kinan.

"Aku tidak akan berkomentar apa pun." Dash tak bisa membayangkan kekacauan yang dialami Kinan. Bahkan ia tak bisa membayangkan dirinya menjadi salah satu dari A, B ataupun si C.

"Sudah terlalu banyak yang mengomentari hidupku. Lalu, memangnya apa peduli mereka? Bukan mereka yang membiayai hidupku." Kinan meneguk minumannya. Merasa haus setelah menceritakannya semua itu pada seseorang. Seharusnya ia menyapa Dash sejak menemukan bar kecil ini. "Orang tuaku pasti akan mencoret namaku dari kartu keluarga jika tahu siapa yang tengah menghamiliku."

"Seorang pria yang berani menghamili istri orang lain, sudah terlihat jelas seberapa brengseknya dia, bukan?"

"Semoga saja orang tuaku tidak meminta ganti rugi biaya hidupku dari lahir."

"Kenapa kau menceritakan semua ini padaku? Aku hanya seorang bartender?"

"Aku akan membayar lebih untuk lemon drinks ku. Lagipula, bukankah lebih menarik mendengar ceritaku daripada mengelap gelas?"

Dash mengangkat bahunya, "Mungkin bisa menjadi tambahan uang makanku."

Kinan tergelak.

"Aku tak tahu kau bisa menginjakkan kaki di bar pinggiran kota seperti ini, Kinan. Bahkan tertawa begitu riang." Suara wanita yang tiba-tiba muncul menyela, membuat Kinan dan Dash menoleh bersamaan.

"Oohh," Kinan memutar kursi barnya ke samping menghadap Nina. Ekspresi mencemooh dan menghina wanita itu semakin hari semakin meningkat untuknya. Aura permusuhan pun sama sekali tak pernah ketinggalan. Wanita itu pasti lebih hancur setelah Diaz menjadikan Senja sebagai istri kedua, alih-alih Nina. "Hai, Nani."

"Nina," ucap Nina membenarkan.

Kinan mengibaskan tangannya di depan wajah tak peduli. Nina atau Nani sama sekali tak mengurangi kelicikan wanita itu.

"Aku tak menyangka bertemu denganmu di bar kecil seperti ini."Nina mengedarkan pandangannya ke sekeliling bar.

"Ya, aku harus menyesuaikan. Kau tahu, uang belanjaku sudah dibagi menjadi dua sejak Diaz menikahi Senja. Aku berharap kau tak menjadi istri ketiganya, Nina. Aku sudah cukup sulit mengatur uang belanjaku bulan ini." Kinan tahu Nina benci dengan pembicaraan ini.

Wajah Nina berubah serius dan tatapannya menajam tanpa sanggup membalas ucapannya Kinan. 'Wanita ini,' geramnya dalam hati.

"Ngomong-ngomong, untuk apa perias terkenal sepertimu masuk ke bar pinggiran kota. Tempat ini bukan levelmu."

"Aku punya urusanku sendiri," jawab Nina dingin sebelum berbalik dan langsung menuju pintu keluar bar.

Kinan mendengkus menatap punggung Nina yang menghilang di balik pintu bar.

"Siapa dia?"

"Dia?" Kinan berputar sambil menunjuk pintu bar yang tertutup. Keningnya berkerut tampak berpikir. "Dia si E. Sahabat B dan mencintai B, juga orang kepercayaan A."

Dash hanya mengangguk-angguk.

"Seharusnya di A tidak mempercayai wanita ular itu, tapi dia memang sepolos itu," gumam Kinan lirih. Lalu ia terhenyak, pikirannya berputar mengingat kecelakaan Adam dan penyebab kecelakaan itu. Meskipun ia berhasil memastikan itu adalah sebuah kecelakaan yang disengaja, ia masih belum menemukan bukti tentang siapa yang berada di balik kecelakaan tersebut.

Nina?

Wanita itu terlalu mencolok untuk berada di tempat lusuh seperti ini.

"Aku harus pergi."

****

Ario melempar berkas di tangannya ke meja setelah selesai membacanya dengan teliti. Untuk kedua kalinya. Memastikan laporan itu benar-benar tercatat di dalam kepala meskipun masih tak cukup memuaskan rasa penasaran yanh mendekam di sana.

"Jadi mereka sudah menikah hampir tiga tahun?" tanya Ario pada Doni yang berdiri di seberang meja kerjanya. Mengangguk sekali dengan ekspresi datarnya. "Dan baru sekarang hamil?"

Doni mengangguk lagi.

Ario mengusap-usap dagunya dengan ibu jari tangannya, keningnya sedikit berkerut tampak memikirkan sesuatu. "Menurutmu, apakah mungkin sebuah pernikahan dijalin tanpa gairah sebagai pelengkapnya?"

Kening Doni berkerut lebih dalam memikirkan jawaban bosnya.

"Apa kau tahu kenapa seorang pria yang hidup dalam satu ruangan dengan wanita cantik dan menggiurkan untuk kau tiduri, tapi mereka sama sekali tidak melakukan apa pun?" Sekali lagi pertanyaan Ario membuat Doni semakin bingung. "Dan benar-benar tidak melakukan apa pun."

Doni semakin dibuat kebingungan, kali ini ekspresi datarnya digantikan dengan ekspresi bengong yang tak bisa ia sembunyikan. Ia sama sekali tak tahu apa yang dibicarakan Ario ada hubungannya dengan berkas tentang wanita bernama Kinan Amalia atau tidak?

"Hanya ada dua kemungkinan."

Mungkin Doni memang tak perlu menjawabnya.

"Impoten?" Ario mengamati tubuh Doni dari atas sampai bawah, "Apa kau tidak pernah meniduri istrimu, Don?"

Wajah Doni memerah dengan pertanyaan Ario. Tangannya bergerak tak nyaman menutupi pusat dirinya.

"Tidak mungkin." Ario menggeleng-gelengkan kepalanya. Senja sedang mengandung anak pria itu, bukan. "atau mungkin pernikahan mereka benar-benar hanya di atas kertas."

"Aku yakin anak itu anakku," Ario kembali bergumam. Tiga tahun pernikahan, dan dialah pria pertama yang menyentuh Kinan. Tak perlu diragukan lagi bahwa itu adalah darah dagingnya.

"Apa nona Tatiana hamil?"

Ario menggeleng enggan, "Aku belum pernah menyentuhnya. Dia terlalu memujaku."

"Lalu?"

Ario mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas berkas yang masih tergeletak di meja.

Doni membelalakkan matanya. Ya, kini dia mengerti. "Saya harap Anda tidak lupa, Tuan."

Ario mendongak, "Apa?"

"Anda masih bertunangan dengan nona Tatiana," Doni memperingatkan.

"Benarkah?" Ario memberengut. Lalu menghembuskan napas beratnya dan bergumam, "Aku terlalu lelah dengan pertanyaan-pertanyaan mereka."

"Apa ... Anda ingin saya mengurusnya?" tanya Doni hati-hati.

Mata Ario menyipit, lalu terkekeh geli dengan raut ketakutan yang ditunjukkan Doni. "Membunuh sesuatu yang sangat kecil dan begitu lemah dengan kekuatan besar yang kumiliki? Jangan memandangku sebrengsek itu, Don."

"Tapi nona Tat ...."

"Itu tugasmu."

***

Semoga tidak mengecewakan.

Thursday, 10 January 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro