Pembunuh Bayaran dan Bunga Tasbih - 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kenapa orang-orang menyukai musim panas?

Apa karena keindahan pantai yang sama sekali belum pernah kulihat?

Apa karena musim panas adalah musim yang romantis?

Apa karena musim panas itu adalah musim di mana semua keceriaan bermula? Entahlah.

Bagiku musim itu adalah musim pembawa nestapa. Keindahan kembang api di malam itu bagaikan ironi. Hatiku hancur kala melihat orang yang kucintai menusukku dari belakang.

Ialah Soh, wanita cantik berambut coklat tergerai menyamping dengan sekuntum bunga disematkan di telinga kanannya. Saat kerumunan festival bubar, ia bermesraan dengan lelaki lain di depan mataku. Waktu seakan berhenti saat itu. Seikat bunga yang sengaja kubelikan untuknya pun jatuh dan terinjak-injak oleh pengunjung lalu lalang.

Semusim pun berlalu. Aku benamkan diri dalam pekerjaanku sebagai seorang pembunuh bayaran. Tetap saja bayang-bayangnya selalu mengikuti. Hingga suatu saat aku kehilangan kendali.

Saat itu aku berada di tengah-tengah persaingan dua keluarga besar. Mereka memperebutkan sebuah tambang emas besar di tengah hutan. Tugasku adalah membunuh pimpinan keluarga lawan namun rencana itu gagal. Para pasukan pribadi itu begitu kuat dan tak sanggup kulawan sendiri. Tubuhku lunglai lalu roboh di tengah gundukan daun di hutan. Mataku memburam dan tubuhku mati rasa. Kala salah seorang di antara mereka mengayunkan pedangnya, aku tak bisa melihat apa pun.

Aku tak tahu apakah aku ini masih hidup atau tidak.

Kala kubuka mata, pandanganku nanar dan berat. Aku berada di sebuah tempat asing dengan seorang pria berpakaian aneh di sampingku. Suaranya samar namun satu hal yang jelas adalah ia menolongku. Dadaku kini berbalut perban. Saat kucoba untuk bangkit, perutku sakit.

Perlahan pandanganku jelas. Ada sesosok gadis aneh berdiri di depanku. Rambutnya hitam panjang dikepang pada kedua sisinya. Matanya biru sejernih air. Pipinya bersemu kemerahan seperti buah persik. Ia membawa baki dengan semangkuk sup di nakas samping ranjang lalu pergi begitu saja. Perutku serasa terkena tikaman berlumur racun jika tubuhku menoleh ke samping untuk mengambil sup.

Sup ini enak. Aroma kaldunya lembut nan menggugah. Kuahnya bening hingga semua bahan jelas hingga dasar mangkuk. Satu hal yang kusuka dari sup itu adalah potongan sayuran di dalamnya serenyah sayuran segar. Inilah sup terenak yang pernah kumakan.

Hari demi hari aku terbaring di ranjang. Gadis itu setiap hari membawakan makanan hangat lalu kabur, seperti biasa. Tak sempat aku tanyakan namanya untuk membalas budi. Ia begitu baik padaku meski aku ini orang asing.

Lagi-lagi teringat kembali akan Soh. Senyuman, belaian hangatnya, dan ia benar-benar sosok wanita sempurna di mataku. Hatiku pedih setiap kali mengenang kenangan-kenangan indah bersamanya. Sepedih luka di perut setiap kali aku mengambil makanan di atas nakas.

Sudah sekitar satu minggu aku berada di tempat itu. Sebuah desa terpencil di tengah hutan dengan orang-orang menatapku aneh. Lain halnya dengan gadis itu. Tiba-tiba saja ia memberiku sekuntum bunga cantik nan asing dan berwarna merah. Baru pertama kali aku melihat seseorang memberiku sekuntum bunga. Bahkan Soh tak pernah melakukannya. Bunga itu telah menyunggingkan sedikit senyuman di wajahku.

"Terima kasih."

Gadis itu hanya tersenyum kecil seakan-akan ia mengerti apa yang kukatakan.

"Sama-sama. Aku Kana, senang bertemu denganmu."

"Aku Radien."

Ia terus saja tersenyum padaku lalu pergi ke luar. Entah apa artinya ini. Senyumannya berbeda dari diri Soh.

Tubuhku jauh lebih baik. Tak ada lagi rasa sakit hebat saat duduk. Tubuhku sanggup untuk berdiri bahkan berjalan. Aku tinggalkan desa di malam itu. Saat itu aku terhenti di tepi sungai kecil berarus tenang. Langit malam itu bercermin di atasnya. Aku lepas sepatuku lalu celupkan kaki ke dalam sungai. Tiba-tiba saja kenangan bersama Soh terbayang kembali.

Aku ingat dulu pernah berdua dengannya diam di bebatuan tepi sungai malam itu. Aku terpana kala melihat kunang-kunang yang menerangi kami. Tak pernah kulihat sesuatu seindah itu.

"Soh, sampai kapan kita akan terus bersama seperti ini?"

"Selama-lamanya. Kau adalah orang yang berarti bagiku. Aku ingin kau terus berada di sisiku apa pun yang terjadi."

Perkataan itu mengiris hatiku. Aku pandangi diriku sendiri di air. Cinta itu memang menyakitkan. Aku mencintainya. Kenapa harus aku yang menanggungnya?

Seberkas cahaya mendekat dari belakang di atas pantulan air. Seseorang dengan obor di tangannya. Ia pun duduk di sampingku selagi tancapkan obor di tanah.

"Kau ini membuat khawatir kami saja. Kembalilah."

"Aku ingin sendiri. Bisakah kau tak menggangguku sejenak?"

Kana terus memperhatikanku. Tanpa sadar aku menunjukkan wajah sendu di depannya.

"Apakah kau punya masalah? Ceritakan. Sudah lama aku tak bertemu seseorang yang bisa kuajak bicara," ucapnya sambil menengadah ke langit. Tatapan matanya sendu, sepertiku.

"Aku tak biasa berbicara dengan orang asing sepertimu."

"Tidak apa-apa. Bicaralah agar kau merasa lebih tenang."

"Aku teringat akan mantan kekasihku. Itu konyol mengingat aku ini seorang lelaki. Lelaki tak seharusnya menampakkan kesedihan seperti ini."

"Seperti apa dia? Apa dia sangat cantik, pintar, baik, dan menawan?"

"Begitulah. Namanya Soh. Ia mengkhianatiku dan aku tak tahu harus bagaimana. Aku sangat mencintainya. Rasanya sulit untuk melupakannya mengingat rasa sakit yang kuterima ini."

Kedua pelupuk mataku berat hingga menitikkan air mata di atas celanaku. Ia sodorkan sepotong kain di tanganku.

"Pakailah. Hapus air matamu itu."

Air mata kuseka dari pipiku. Tiba-tiba saja sebuah kejadian langka muncul di depanku. Bintang jatuh. Kali ini bukan hanya satu tapi ratusan hingga ribuan yang menghiasi langit malam. Aku terkesima. Ini kali pertama aku menyaksikannya.

"Langitnya begitu indah. Kau tahu, setiap tahun selalu ada fenomena seperti ini dan tak pernah membosankan. Semakin dilihat semakin indah. Aku tak tahu kenapa begitu," ucap Kana.

Fenomena itu berlangsung begitu singkat. Hari semakin larut dan Kana mengajakku pulang. Ia pergi menuju rumahnya yang tak jauh dari tempatku berdiam. Sayup-sayup suara seseorang sedang memarahinya muncul dari balik kamar tempatku berada.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro