16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sahabatnya bernama River. Dia adalah putri dari Kerajaan Bayangan, anak ketiga dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya adalah Pangeran Vire dan Pangeran Alax. Raja yang memimpin Negeri Bayangan adalah raja yang berkharisma dan tidak memanjakan putra-putrinya meskipun mereka adalah putri dan pangeran. Sedangkan ratu adalah pendamping raja yang selalu membantu raja dalam setiap pengambilan keputusan.

Putri River adalah anak yang aktif dalam kegiatan yang biasanya dikhususkan kepada para pangeran. Meskipun dia adalah seorang putri, dia tidak pernah mengenalkan diri sebagai seorang putri. Sifatnya yang periang, frontal, optimis, dan juga keingintahuannya, tidak pernah membuat Carmelize melupakannya sehari pun.

Bahkan hari ini pun—di hari pertamanya sekolah, Carmelize masih berharap bahwa dia bisa bertemu dengan Putri River dan menanyakan kabarnya.

Mimpi yang terakhir didapatnya masih terngiang dalam ingatannya, mimpi yang membuat Carmelize pertama kali berharap bahwa mimpi kali itu memang benar-benar hanya mimpi. Carmelize selalu membayangkan gerbang dan sebagaimana bentuk istana Bayangan untuk mendapatkan mimpinya, namun dia belum pernah mendapatkannya selain mimpi kali itu.

Namun kembalinya Carmelize di kerajaan itu bukanlah hal yang baik. Mimpi yang selama ini diinginkannya tampak bagai mimpi buruk di sana.

"Kak, apa yang kakak lakukan saat kehilangan seorang teman?"

Carmelize menanyakan hal itu kepada Lara, saat Lara sedang mengikat rambutnya. Saat SD dulu, Lara selalu mengikat rambutnya menjadi twin tail. Dulu Carmelize pernah berpikir untuk menunjukkannya kepada Putri River, namun Carmelize selalu lupa meminta kak Lara untuk berhenti mengurai rambutnya saat ingin kembali tidur. Dan sekarang, dia tidak bisa menunjukkannya lagi.

"Kehilangan teman?" Lara menaikkan sebelah alis, lalu tersenyum, "Rasanya dulu kau pernah menanyakan ini saat SD. Apa kau lupa dengan jawabanku, Carmel?"

Carmelize menggeleng, "Aku masih ingat, tapi Kak Lara hanya mengatakan bahwa kakak tidak bisa bertemu lagi dengannya."

Lara mencoba berpikir. "Ah, iya, setelah dipikir-pikir, memang benar."

"Jadi, bagaimana rasanya?"

Meskipun tidak berkonsentrasi dengan pertanyaan Carmelize, namun Lara masih bisa mengikat setengah rambut Carmelize dengan amat rapi. Lara memang sengaja mengikatnya demikian agar lebih menambah kesan dewasa untuk anak asuh yang sudah diurusnya sejak masih SD itu.

"Hari ini hari pertamamu SMA, kan?"

Carmelize baru saja ingin memprotes Lara yang terdengar seperti mengalihkan topik, namun batal karena tiba-tiba saja Lara mengatakan sesuatu yang agak menyayat hati dan perasaannya.

"Kupikir kau sudah cukup dewasa untuk mengetahui ini," ucapnya pelan. "Teman baikku meninggal karena sakit. Sampai hari ini aku tidak berani menanyakan detail penyakitnya kepada orangtuanya karena itu akan membuka luka lama mereka. Mereka sangat terpukul dengan kepergian anak tunggal mereka."

Carmelize saat itu mulai melihat kepingan kenangan saat bagaimana dia melihat bagaimana paniknya Lara setiap membangunkannya dulu. Sepertinya semua hal yang janggal itu seperti disatukan kembali oleh cerita ini.

"Dan itu alasan kakak ingin menjadi seorang dokter, dulu?"

Lara agak kaget juga saat mendengar itu. Dia tidak menyangka bahwa Carmelize benar-benar mendengar ceritanya dulu.

"Ya, begitulah," jawabnya pada akhirnya.

"Lalu, apa yang kakak lakukan untuk melupakannya?" tanya Carmelize.

Lara menatap Carmelize agak lama, memikirkan jawaban yang selama ini dipendamnya seorang diri.

"Carmelize, kita tidak akan pernah bisa menghapus kenangan yang sudah kita lalui bersama seseorang. Seberapa keras pun kau berusaha untuk melupakan keberadaan mereka, pada akhirnya kau akan mengingat mereka lagi," terangnya, yang sebenarnya menurut Lara tidak akan membantu Carmelize sama sekali.

"Iya, aku tahu."

"Memangnya, kau kehilangan seorang teman?" tanya Lara yang berhasil membuat Carmelize terbungkam.

"Aku bahkan tidak tahu apakah kami memang pernah berjumpa sebelumnya," gumam Carmelize. "Tapi, iya, aku memang kehilangan teman."

*

Suasana di dalam kelas baru itu bukan hanya bising, tetapi juga sangat mengganggu bagi Carmelize. Beberapa orang yang lalu lalang melewati meja terdepan yang dipilihnya, membuatnya sedikit tidak nyaman, terlebih saat Carmelize menyadari bahwa kebanyakan mereka memilih datang lebih awal untuk memilih tempat paling belakang.

"Kapten sepak bola dari sekolah Barat juga pindah ke sini, lho!"

Carmelize hanya menyimak dari mejanya, lalu mendapatkan kesimpulan singkat begitu saja bahwa mereka adalah orang-orang yang haus pemandangan terhadap lawan jenis mereka.

Ada banyak orang yang mungkin berasal dari sekolah yang sama, dan tampaknya tidak ada yang mengenalinya—itu kondisi yang baik—setidaknya untuk saat ini.

"Permisi, apa sudah ada yang duduk di sini?"

Carmelize menoleh, lalu mendapati seorang gadis dengan ponytail tengah berbicara dengannya. Tiba-tiba saja Carmelize lupa bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain—karena memang jarang ada orang lain yang berbicara dengannya.

Tak kunjung mendapatkan jawaban setuju, gadis itu akhirnya melangkah mundur dan menatap Carmelize dengan tatapan aneh.

"Aku cari kursi lain saja kalau begitu."

Carmelize tidak tahu harus menghela napas lega atau malah merutuki kebodohannya saat melihat kepergian orang itu. Namun dia juga telah memutuskan untuk jangan menyesali apapun, karena biasanya kedekatan dirinya dengan orang lain tidak akan berlangsung lama. Semuanya akan langsung berakhir begitu mereka tahu bahwa Carmelize berasal dari keluarga menengah atas yang cukup terpandang.

Buat apa mengulangi hal yang sudah dia ketahui akhiran-nya? Pikir Carmelize sambil berusaha membuang jauh-jauh rasa penyesalannya.

Diambilnya headset yang memang disiapkannya kemarin, sejak telah mengetahui betapa bisingnya setiap hari pertama sekolahnya. Carmelize sudah merasakan ini berulang-ulang, dan dia tidak ingin lagi merasakan kebisingan yang tiada habisnya itu.

Dan lagipula, dia tidak punya seorang pun teman untuk diajaknya bercerita. Selain headset, atu-satunya temannya adalah Putri River, dan siapa tahu kalau dia tidur sekarang, dia akan memimpikannya?

Belum menyalakan musik klasik apapun dari Ipod-nya, samar-samar Carmelize mendengar perbincangan lain dari beberapa gadis di belakangnya.

"Menyedihkan. Ini masih hari pertama, lho."

Carmelize tidak tahu siapa yang sedang diperbincangkan oleh mereka, tetapi jelas gadis itu tidak peduli kalaupun itu menyangkut dirinya. Dia memang menyedihkan.

Setelah itu, Carmelize menulikan diri dengan memutar musik kesukaannya sekeras-kerasnya.

Kalau memang bisa bertahan seorang diri, untuk apa keberadaan orang lain? Begitu pikir gadis itu.

Entah berapa lama dia memejamkan mata. Carmelize sendiri juga tidak menghitung berapa track lagu yang telah didengarkannya. Namun tiba-tiba saja sentuhan di bahunya membuatnya langsung membuka kembali matanya.

"Iya?"

Carmelize membuka matanya dan langsung menemukan seorang wanita dengan seragam yang berbeda dengan seragam yang dipakainya atau dipakai oleh semua orang, membuatnya tersadar bahwa itu adalah seorang guru.

"Sudah bangun, Nona ...." Jeda selama beberapa saat, karena guru wanita berkacamata itu memincingkan mata untuk membaca badge nama pada seragamnya. "Nona Carmelize? Apa tidurmu nyenyak?"

Carmelize yang duduk di depan merasakan bahwa semua tatapan dari belakangnya kini sedang fokus menatap punggungnya. Rasanya malu. Carmelize juga tidak bisa menyalahkan orang tak dikenalnya yang tidak membangunkannya meskipun guru sudah memasuki kelas.

"Maaf, Bu," sahutnya dengan suara kecil.

"Baiklah, mari kita mulai perkenalan hari ini ...."

Bagus. Carmelize bahkan belum mengenalkan dirinya, dan sebentar lagi dia akan terkenal sebagai tukang tidur di kelasnya.

Dicopotnya headset-nya pelan-pelan, lalu menyadari bahwa ada seseorang yang duduk di sebelah kirinya. Seorang lelaki, dia sedang memperhatikan cuaca cerah dari jendela yang juga ada di sisi kirinya.

Carmelize memperhatikan sekitar, lalu menyadari bahwa nyaris tidak ada tempat kosong yang tersisa di bagian depan. Mungkin tetangga tempat duduk barunya ini memiliki minat belajar yang tinggi dan membuatnya memilih duduk di samping tukang tidur alih-alih duduk di belakang sana.

Karena buruk dalam mengajak orang lain berbicara, Carmelize memutuskan untuk mendiamkan lelaki itu. Lagipula, dia cukup yakin bahwa nantinya mereka akan mengobrol dan menanyakan sekolah asal mereka hanya untuk sekadar basa-basi.

Dan juga, Carmelize cukup yakin bahwa orang ini akan segera pindah ke tempat duduk lain begitu mengetahui sifat Carmelize yang konon katanya memang ahli membuat orang lain merasa tidak nyaman.

"Nona, perkenalkan dirimu," tegur guru tadi kepada Carmelize.

Carmelize menyadari bahwa kali ini memang gilirannya untuk memperkenalkan diri dan tampaknya mereka semua telah menunggunya selama beberapa saat. Sambil mengenalkan dirinya, Carmelize dalam hati menggerutu bahwa dia akan memiliki panggilan baru selain tukang tidur, yaitu pelamun handal.

Semoga saja itu tidak terjadi.

Carmelize duduk. Akhirnya giliran tetangganya yang memperkenalkan diri.

Mata gadis itu terbelalak saat memperhatikan manik berwarna amber di sampingnya.

Wajahnya memang telah berubah, namun sorot mata yang selalu dilihatnya dari kejauhan itu masih terlihat sama dan jelas seperti yang dilihatnya dalam mimpinya. Belum lagi bentuk wajah lelaki itu, yang sudah semakin dewasa. Namun bagi Carmelize, semuanya masih terlihat sama.

Sekali pun waktu telah berlalu dan memudarkan rupanya yang dulu, Carmelize sangat yakin bahwa lelaki di sampingnya ini adalah ...,

"Pangeran...?" gumamnya pelan, tak percaya.

Tidak salah lagi. Dari semua kejadian buruk yang menimpanya hari ini dan semuanya terasa salah, hanya kali ini, dia benar-benar merasa yakin bahwa dia tidak mungkin melakukan kesalahan mengenali saudara sahabatnya.

Dan sepertinya Carmelize benar, karena saat dia menyebut gelar itu, lelaki bermata amber itu menatap balik ke arahnya, sebelum kembali melanjutkan perkenalannya.

"Aku Alax. Salam kenal, semuanya."

Tbc

16 Juni 2018

a/n

Aku ramal, di komen atas ada yang komen "SUDAH KUDUGA" pake capslock atau tidak "TUH KAN BENER PANGERAN ALAX ADUDUDUDU" oh atau tidak "YEYE ROMANCENYA UDAH MULAI."

Karena paus baik hati dan tidak sombong, jadi paus akan kasih kind reminder bahwa semua  minor romance-ku itu anu. (Jangan ada yang komen di inline ini).

But aku juga turut senang buat kalian yang juga seneng and probably asked where the hell is River. Oke, simpan dulu pertanyaan dan asumsi kalian yang satu itu, karena aku juga lagi ngetik next chapter.

And finally, interaksi pertama Carmelize dengan salah satu pangeran, next chp.

Kemarin di MIZAPH, chapter 16 juga menjadi bom atom di ADK series. Kalau secara kebetulan nanti ADK 3 juga demikian, hmmm, aku mulai mempertanyakan semua ketidaksengajaan ini wkwkwk.

Oke, lastly, see you tomorrow.



Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro