17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wajahnya sama, tatapannya sama, bola matanya sama, bahkan nama mereka juga sama. Pangeran Alax, putra kedua dari Kerajaan Bayangan yang sebelumnya Carmelize ketahui bahwa satu kerajaan itu telah berakhir seperti yang dilihatnya terakhir kali.

Hanya ada beberapa hal yang berbeda. Wajahnya yang terlihat lebih dewasa dan suaranya juga berubah. Selain itu, semuanya terlihat sama saja bagi Carmelize. Kharismanya atau bahkan sifatnya yang masih tenang itu.

Perkenalan yang berlanjut ke belakang, tidak membuat Carmelize berbincang langsung dengan Pangeran Alax, karena ... dia belum pernah sekali pun berbicara dengannya atau berniat berbicara dengannya. Selama ini, satu-satunya orang yang selalu dicarinya saat di Kerajaan Bayangan hanyalah sahabatnya.

Carmelize yang dasarnya ahli dalam perhitungan, mulai memperhitungkan segala risiko dan akibat yang akan diterimanya jika dia berbicara dengan Pangeran Alax sekarang.

Pertama, jika dia salah orang—walau peluang hal terjadinya ini adalah nol persen, baginya—maka nantinya Alax akan menganggapnya sebagai gadis teraneh dengan julukan tambahan yang tidak berani Carmelize bayangkan.

Kedua, jika memang dia adalah Pangeran Alax, itu berarti dia tahu tentang dirinya yang bernama Carmelize, yang merupakan penyebab kehancuran Kerajaan Bayangan seperti yang dilihatnya dalam mimpinya beberapa bulan yang lalu. Dan Pangeran Alax akan membencinya, meski dia belum menanyakan apapun tentang Putri River.

Ketiga, jika Carmelize tidak mengajaknya bicara hari ini dan keesokan harinya Pangeran Alax menghilang seperti bagaimana mimpinya menghilang tiba-tiba, maka Carmelize tidak akan lagi mendapatkan kesempatan kedua untuk bertemu dengan Putri River.

Semua risiko yang dibayangkannya terasa serba salah jika diterapkan. Carmelize sudah membulatkan tekad untuk menerima apapun yang akan terjadi padanya selanjutnya.

"Pangeran Alax?" panggilnya sekali lagi, untuk mematahkan risiko pertama.

Lelaki itu menoleh lagi ke arah Carmelize. Sekarang, Carmelize deg-degan setengah mati karena menunggu jawaban darinya. Apakah dia akan merasa aneh jika dipanggil pangeran atau malah terbiasa dengan gelar itu?

"Tanpa pangeran," sahutnya yang membuat harapan Carmelize rasanya retak panjang.

Namun Carmelize tetap berusaha untuk optimis, dia baru memulainya. Lagipula lelaki di depannya tidak mengatakan bahwa dia bukan pangeran. Ya, tidak.

"M-mengapa bisa ada di sini?" tanya Carmelize dengan nada bergetar.

Lelaki yang mengaku bernama Alax itu hanya menatapnya dengan tatapan datar, "Bukannya jelas? Semua orang datang kemari dengan tujuan yang sama."

Carmelize terbungkam. Sesungguhnya Carmelize bukan menanyakan mengapa dia bisa ada di sekolah ini, namun menanyakan mengapa dia bisa berada di dunia nyata, dunia yang sama dengannya.

Lalu, apa yang dilihatnya dalam mimpinya? Tentang Kerajaan Bayangan yang sudah ....

"Bukankah kau punya pertanyaan lain yang lebih penting?" tanyanya yang membuat Carmelize tersentak dalam hatinya.

Sekarang, Carmelize bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah dia benar-benar boleh bertanya mengenai Kerajaan Bayangan? Dan apakah dia boleh menanyakan keberadaan River?

"D-dimana Rive—"

"Baiklah, perkenalan selesai. Kita akan mulai pelajaran pertama kita hari ini."

Semua murid mengeluh, begitu pun Carmelize. Dia mengeluh dalam hati karena tidak bisa melanjutkan perbincangan pentingnya dengan Pangeran Alax. Kali ini, dia benar-benar yakin bahwa lelaki yang duduk di sampingnya memang benar-benar adalah saudara Putri River, sahabatnya.

Dan Carmelize merasa bahwa dia tidak boleh membiarkan Pangeran Alax lolos dari pandangannya, karena Carmelize seperti mempunyai firasat bahwa dia juga bisa menghilang kapanpun yang dia mau.

Carmelize menoleh ke arah Pangeran Alax yang kini mendengarkan pelajaran dengan serius. Tidak ada sedikit pun perkataan darinya yang mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan percakapan mereka nanti. Itu artinya, Carmelize harus mulai mencari akal agar memiliki topik pembicaraan baru dengannya untuk bisa membahas kembali soal Putri River atau Kerajaan Bayangan.

Masalahnya, Carmelize sangat payah dalam memulai perbincangan. Kalau orang yang duduk dengannya tadi adalah Putri River, Carmelize yakin bahwa dia akan bersedia menambah satu julukan baru di kelas sebagai tukang ngobrol, hanya untuk mempertanyakan segalanya. Dan bukannya Pangeran Alax yang terkenal paling kaku se-Negeri Bayangan.

"Alax keren," ucap sebuah suara dari belakang, yang membuat lamunan Carmelize buyar begitu saja.

Entahlah hanya perasaan Carmelize atau memang kenyataannya, tetapi suara gadis di belakangnya itu mungkin lumayan keras sampai-sampai (mungkin) Pangeran Alax sendiri bisa mendengarkannya. Tetapi, Pangeran Alax tidak merasa harus berbalik ke belakang hanya untuk sekadar mengucapkan terima kasih atau apapun itu.

Topik apa yang harus dibicarakannya dengan Pangeran Alax nanti?! Carmelize kembali frustrasi memikirkannya.

*

Kenyataan tidak semudah yang dibayangkannya.

Carmelize pikir semuanya akan selesai dengan bahan obrolan singkat saat jam istirahat, rupanya dia juga harus menghadapi beberapa orang yang kini mendatangi meja mereka dan mengajak Pangeran Alax mengobrol.

Karena tidak ada yang kelihatan peduli dengan keberadaannya sama sekali, Carmelize merasa bahwa dia harus pergi dari sana sesegera mungkin. Carmelize tidak melakukan itu karena dia merasa bahwa itu adalah opsi yang buruk. Bagaimana kalau Pangeran Alax lenyap tiba-tiba?

Dalam kebimbangan tak berujung—bagi Carmelize, seseorang tiba-tiba saja memanggil Pangeran Alax dari pintu kelas.

"Alax!"

Seketika, semua perhatian juga tertuju pada sosok itu. Jantung Carmelize berdetak cepat sekali lagi—sama seperti saat tadi dia mengetahui bahwa sosok yang duduk di sebelahnya adalah Pangeran Alax. Karena yang datang itu adalah ...,

"Wah! Kak Vire!" sorak orang-orang yang ada di kelas.

Butuh beberapa saat bagi Carmelize untuk mencerna bahwa ternyata hanya dia yang tidak mengenal sosok itu di kelas, jika seandainya dia tidak pernah memimpikan tentang Kerajaan Bayangan.

"Hai!" sapa lelaki yang bernama Vire itu dengan ramah. "Alax, ayo makan siang bersama."

"Iya, kak," balas Pangeran Alax yang membuat semua orang di sana, termasuk Carmelize, menjerit dalam hati.

Sekarang, Carmelize mungkin sudah melewati keyakinan lebih dari dua ratus persen, bahwa dua orang ini memang Pangeran dari Kerajaan Bayangan. Carmelize butuh topik perbincangan lebih dari apapun, saat ini.

"Carmelize, kau ikut?"

Dan sepertinya dia salah, karena Pangeran Alax tiba-tiba bertanya padanya di tengah jeritan keputusasaan dalam hatinya.

Carmelize yang melihat peluang besar itu, segera mengambil kotak bekalnya, lalu mengangguk kuat-kuat dan mengikuti Pangeran Alax yang melangkah keluar kelas.

Sebenarnya, Carmelize tidak pernah suka menjadi pusat perhatian seperti saat ini, tetapi karena keingintahuannya yang sudah memuncak dan juga keinginannya untuk reuni kembali dengan sahabat lamanya, akhirnya Carmelize mengikuti dua lelaki yang tidak dikenalnya dengan baik itu. Lagipula, mereka berdua adalah kakak River dan Carmelize sedikit-banyak mengetahui sifat mereka.

Dan pertanyaan selanjutnya bagi Carmelize, apakah Pangeran Alax mengenal dirinya? Mengapa tiba-tiba mengajaknya untuk makan siang bersama? Apakah dia tahu bahwa Carmelize mempunyai banyak pertanyaan untuknya?

"Alax, ini Carmelize yang itu?"

Pertanyaan dari Pangeran Vire membuat Carmelize tersentak kaget.

Sepertinya, mereka sudah pernah membicarakan tentangnya, itu yang membuat Carmelize mulai merasakan ada yang tidak beres dengan itu. Selain itu, berada di antara dua pangeran ini membuat Carmelize penuh dengan tanda tanya.

"Iya."

"Kau yakin?" bisik Pangeran Vire sambil memandangi Carmelize yang ketakutan dengan tatapan simpati.

Pangeran Alax menatap ke Carmelize yang kini beralih pandang kepadanya, "Tentu saja," ucapnya dengan suara kecil. "Tanya saja padanya, apakah dia mengenal River atau tidak."

Ucapan Pangeran Alax membuat harapan Carmelize melambung tinggi.

"Jadi, kalian semua benar-benar masih hidup?" lirih Carmelize sembari berhenti melangkah, membuat kedua pangeran juga ikut berhenti.

Pangeran Vire sebenarnya baru hendak menjawab, namun melihat sekelilingnya yang sedang memperhatikan mereka bertiga di koridor sekolah membuat niatnya terhenti begitu saja.

Pangeran Vire berdeham, "Ayo, kita bicarakan ini saat pulang nanti."

"Apa aku tidak bisa bertemu River?"

Pangeran Vire dan Pangeran Alax saling berpandangan, lalu keduanya menjawab dengan kompak, "Tidak bisa."

"Mengapa?" tanya Carmelize.

"River akan mendatangimu sendiri, kalau memang dia ingin bertemu denganmu," jawab Pangeran Alax.

Tentu saja Carmelize merasa terpukul dengan ucapan Pangeran Alax. Bukankah ada fakta yang mengatakan bahwa Putri River tidak ingin bertemu dengannya?

"Kami hanya mencoba menghargai perasaan River. Bagaimana pun juga, ini mungkin trauma untuk kalian berdua untuk bertemu kembali."

Pangeran Vire mengatakannya dengan pelan, karena menyadari bahwa Carmelize hampir menangis dan kini mereka masih menjadi pusat perhatian.

"Ayo, sambil jalan."

Carmelize pun tersadar, bahwa keberadaannya selama ini hanyalah ilusi yang membuat Putri River menderita, apapun alasannya.

Tbc

17 Juni 2018

a/n

Fast update karena aku mau fokus nulis revive nanti.

How's this chapter? Appetence akan tamat di chapter 25 (semoga).


Oke, c u (read as see you).

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro