18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wali kelasnya sepertinya sudah tidak menyukainya di hari pertamanya, itu yang dipikirkan Carmelize.

Sebenarnya Carmelize hanya kurang beruntung, karena semenjak insiden tidur di jam pertama tadi, karena berkat itu, Wali kelas sepertinya menggosipkannya di ruang guru dan menyebarkan namanya.

Kali ini, guru yang mengajar di mata pelajaran matematika itu kerap memanggil Carmelize untuk menjawab pertanyaan—karena sepertinya mengira bahwa Carmelize melamun tanpa mengerti pelajaran.

Tentu saja Carmelize mampu menjawab dengan tepat. Pelajaran yang menyangkut hitungan memang sudah mendarah daging sejak dia SD. Kesal dengan Carmelize yang mampu menjawab walaupun satu-satunya hal yang diperhatikannya sedaritadi hanyalah teman sebangkunya, walikelasnya memanggilnya lagi untuk menjawab soal berikutnya.

Dan tentu saja, Carmelize bisa menjawabnya dengan mudah.

"Kalau kau tidak bisa menahan dirimu, kau akan terkena masalah," ujar Pangeran Alax setelah mendapati bahwa Carmelize telah dipanggil lebih dari tiga kali.

Carmelize yang langsung menyadari bahwa Pangeran Alax sedikit bersimpati dengannya, akhirnya memutuskan untuk menjadi tenang seperti biasanya. Menjadi tenang sebenarnya adalah perkara yang mudah, mengingat Carmelize memang memiliki sifat seperti itu, tapi rasanya tidak tenang jika dia hanya berdiam diri di samping satu-satunya petunjuk sahabatnya di kelas ini.

"Aku ingin tahu," gumamnya, mencoba tenang.

Pangeran Alax menoleh singkat ke arahnya, lalu melanjutkan perbincangan tanpa menatap Carmelize. "Aku sedikit tidak mengekspektasikan begini."

"Mengekspektasikan bagaimana, maksudmu?" tanya Carmelize balik.

Pangeran Alax terdiam, "Lupakan."

Dan Carmelize harus menghabiskan jam terakhir di kelasnya dalam berbagai macam pertanyaan-pertanyaan yang mengerubungi dirinya, tentang segala hal yang terjadi hari ini.

*

"Nona, kalau Anda tidak pulang segera mungkin, saya bisa mendapat masalah."

Itu kata-kata yang diucapkan oleh sopir yang selama ini bertugas untuk membawa Carmelize ke mana-mana. Dulunya, dia pernah berpikir bahwa dia sangat beruntung karena bekerja pada keluarga Carmelize, karena gadis itu tidak pernah berpergian kemanapun setiap pulang sekolah. Tugasnya hanya membawanya pergi dan pulang sekolah, juga ke acara-acara penting yang jarang diadakan.

Hari ini, Carmelize malah naik di mobil asing dengan dua laki-laki di dalamnya, di hari pertamanya sekolah. Jika Carmelize menolak pulang, apa yang harus dikatakannya pada orangtua gadis itu?!

"Aku bisa bicarakan ini kepada Papa, jangan khawatir."

Bagaimana mungkin dia tidak khawatir? Carmelize sejak dulu bukan tipe yang ingin berpergian dengan orang yang tidak dikenalnya, dan entah ada angin atau badai, hari ini dia melakukannya secara tiba-tiba. Padahal, dia ingat jelas bagaimana Carmelize menghela napas terus-menerus saat pagi tadi. Bagaimana mungkin semuanya bisa berubah hanya dalam beberapa jam?

"Daripada mengikuti langsung mobil mereka, izinkan saya yang membawa Nona. Saya akan mengikuti mobil ini."

Ya, itu lebih baik daripada harus membiarkan Nona-nya naik di sembarang mobil. Dia benar-benar takut akan kehilangan jejak mobil itu saat hendak mengejar dan secara otomatis, juga akan kehilangan jejak Carmelize.

"Ah, ya, lebih baik seperti itu," ucap Pangeran Vire yang membuat

Carmelize rasanya ingin menjerit saja. Padahal dia sudah bersabar sesuai dengan perkataan Pangeran Alax. Carmelize benar-benar ingin segera mengetahuinya.

Pangeran Alax pun terlalu teliti untuk menyadari.

"Aku akan ikut Carmelize," ucapnya yang berhasil membuat Pangeran Vire tercengang selama beberapa saat.

"Tidak masalah, kalau Carmelize tidak keberatan."

Carmelize menggeleng secepatnya, "Tidak apa-apa kalau Pange--eh, maksudku Alax ikut denganku. Aku tidak keberatan."

"Ya, kalau begitu, sudah diputuskan."

Pangeran Vire langsung masuk ke mobil yang membawa mereka, lalu menutup sendiri pintu itu sebelum supir mereka melakukannya.

Carmelize langsung mempersilakan Pangeran Alax untuk masuk lebih dulu, namun Pangeran Alax juga mempelajari tata krama sejak dulu, untuk mempersilakan gadis untuk mengambil giliran pertama.

"Tidak apa-apa, kau duluan."

Carmelize menggeleng. "Tidak, tidak, kau yang duluan."

Sementara sopir Carmelize terbengong di tempatnya. Sebenarnya siapapun yang masuk lebih dulu, nantinya akan akan menutup pintu adalah dirinya, jadi sebenarnya semuanya sama saja.

"Jangan menunda, bukankah kau merindukan adikku?"

Carmelize terdiam, lalu menuruti perkataan Pangeran Alax untuk masuk lebih dulu. Sama seperti Pangeran Vire tadi, Pangeran Alax menutup pintu lebih dulu sebelum ada yang melakukannya. Sopir pribadi Carmelize pun masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya dengan buru-buru, begitu melihat mobil hitam di depannya mulai bergerak.

"Mengapa melihatku begitu?"

Carmelize langsung memalingkan wajahnya, "Kita akan kemana?"

"Ke rumah kami."

"Bukankah katamu aku tidak boleh bertemu River?" tanya Carmelize.

"Bukan berarti kalian tidak boleh berbicara."

Carmelize menatap ke manik amber Pangeran Alax sekali lagi. Rasanya benar-benar tidak percaya bahwa dia bisa melihat manik itu dalam keadaan terbangun. Dan melihat manik amber itu benar-benar membuatnya ingin menangis.

Mengapa warnanya sangat mirip dengan manik River? Tentu saja karena mereka adalah saudara kandung. Kemiripan Pangeran Alax dengan Putri River rasanya benar-benar tidak bisa diragukan lagi.

"Apakah raja dan ratu akan menerima kehadiranku?"

Pangeran Alax tidak langsung menjawab. Diliriknya ke spion yang memperlihatkan sopir pribadi Carmelize yang tengah mengerutkan kening karena heran dan mengawasinya dari depan, seolah tak mempercayai keberadaannya.

"Ayah dan ibuku akan senang bertemu denganmu," balas Pangeran Alax dengan tenang.

"Lalu, bagaimana dengan River?"

Pangeran Alax terdiam lagi.

"River baik-baik saja, kan?" tanyaku lagi.

"Untuk pertanyaanmu yang itu, mungkin kau perlu bertanya langsung pada River."

Carmelize mengerutkan kening, "Aku ingin mendengar langsung dari kakaknya. River akan berbohong kepadaku dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja."

Pangeran Alax mengangguk sekali, diam-diam menyetujui hal itu dalam hati, "Kau tidak mempercayai River?"

"Aku ... Bukannya tidak percaya. Tapi River akan berbohong padaku hanya agar aku tidak merasa khawatir dengannya," jawab Carmelize kala mengingat kembali moment terakhir saat dia bersama Putri River.

Hening lagi.

Carmelize sampai saat ini masih belum percaya dengan sosok yang ada di depannya. Kali ini dia takut bahwa Pangeran Alax dan semuanya menghilang seperti bagaimana Carmelize menghilang seperti yang dilihat oleh Putri River.

Ah ... Bagaimana kalau ternyata Pangeran Alax juga tidak bisa disentuh seperti saat dia di Negeri Bayangan kemarin? Bukankah itu berarti mereka akan terbangun?

Tapi mereka bisa menyentuh benda padat dan orang lain juga bisa melihat keberadaan mereka, kan?

Carmelize yang terlalu panik langsung menaruh tangannya di atas tangan Pangeran Alax, memastikan bahwa mereka memang bisa bersentuhan.

Pangeran Alax langsung menoleh, di saat bersamaan, Carmelize mengangkat tangannya dengan cepat.

"M-m-maaf! Sungguh!" ucap Carmelize buru-buru.

Lalu, Carmelize memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa, dia melakukan hal yang memalukan seperti itu tanpa berpikir lebih dulu?

Tbc

20 Juni 2018

a/n

Aku ngaret update berapa hari yaaaak wkwkwkkwkwkw
Ampuni hambaaaaa.

Oke besok aku mau up dua chapter.

Yey

Semangat paus

Aaaaa

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro