22

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pangeran Alax percaya bahwa sebelum mendorong pintu ruang makan tadi, dia sempat melihat punggung seorang gadis berambut hitam panjang, memakai pakaian putih dalam keadaan memunggungi pintu dan menghadap meja makan. Namun sosok itu langsung menghilang, sebelum dia sempat berkedip.

Sambil menunggu dua saudaranya yang masih beradu mulut dengan suara pelan tadi, Pangeran Alax berbalik ke belakang sejenak untuk memastikan bahwa ada salah satu dari saudaranya juga melihat kejadian aneh itu.

"Alax?" Ratu menyapa dengan nada aneh. Tidak biasanya putra keduanya tidak memberikan salam. Dipikirnya, Pangeran Alax mungkin sedang tidak sehat, namun Pangeran Alax langsung membungkuk dan memberi salam.

"Selamat siang, Yang mulia raja dan ratu."

Pangeran Vire dan Putri River yang baru masuk, langsung ikut membungkuk dan menjeda adu mulut mereka yang berawal dari membicarakan kesalahan mereka di dapur sampai beradu mulut tentang semut yang tidak sengaja Pangeran Vire injak. Sebenarnya, mereka berdua lebih sering menghabiskan waktu mereka untuk beradu mulut mengenai hal yang tidak penting sekalipun.

"Duduk dan makanlah dulu," ajak raja, yang membuat mereka bertiga menghela napas lega—setidaknya raja sudah tidak marah.

Sambil duduk di kursi yang memang telah mereka sepakati, Pangeran Alax makan sambil mulai berpikir apakah sosok yang dilihatnya tadi berhubungan dengan buku yang bercahaya itu atau tidak.

Usai dari makan siang, mereka bertiga kembali menyusun buku di ruang baca—kali ini benar-benar menyusun, karena raja mengatakan bahwa dia akan memeriksa apa yang akan mereka lakukan sore nanti.

Pangeran Alax sudah menyusun banyak buku dan saat melihat bagiannya sudah selesai, dia mulai kembali mencari buku tebal bersampul emas. Penasaran juga dengan judul buku dan mencari tahu apakah buku itu memang berhubungan dengan kejadian yang dilihatnya tadi.

"Kak Alax, Kak Alax, bisa bantu aku menyusun sisanya?" tanya Putri River sembari membawa beberapa tumpukan buku dengan sihir.

Putri River tahu bahwa di antara mereka bertiga, Pangeran Alax-lah yang paling sering mengunjungi ruang baca, itulah yang membuat Pangeran Alax menghafal sebagian besar rak buku dan tempatnya. Padahal, tadinya mereka bertiga sepakat untuk membagi semua buku yang melayang tanpa gravitasi dengan sama rata, tetapi Pangeran Alax malah telah menyelesaikan tugasnya lebih cepat daripada kedua saudaranya.

Tak kunjung mendapat jawaban dari Pangeran Alax yang sebenarnya tengah memikirkan buku itu, Putri River mengulangi lagi, "Kak, bisa bantu aku?"

"River, kakak sedang sibuk, kau kerjakan sendiri, ya," jawab Pangeran Alax yang ternyata cukup membuat Putri River agak terpukul.

Belum pernah sekalipun, saudara kembarnya itu menolak permintaan dan keinginannya. Pangeran Alax pasti ...

"Kakak marah denganku?" tanya Putri River mendramatisir.

"Tidak."

Pangeran Alax memeriksa apakah ada yang aneh dengan adiknya itu, namun dia tidak bisa menemukan apapun. Rasanya tidak ada apapun yang berubah. Putri River masih ceria, masih bisa tersenyum dan juga masih ekspresif.

Dia tahu, semua hal yang terjadi pastilah akan menimbulkan akibat. Lantas, apa akibat dari cahaya buku itu? Apakah cahaya itu akan membuat Putri River bisa berdansa? Apakah cahaya itu akan membuat Putri River bisa melihat dalam gelap? Rasanya banyak hal mustahil yang bisa dilakukan Putri River karena cahaya itu.

Lalu, saat hendak melanjutkan pencariannya, Pangeran Alax tiba-tiba melihat sebuah buku bersampul emas yang bercahaya selama beberapa kali.

Dilewatinya Putri River dan dihampirinya buku itu dalam keadaan melayang, dikeluarkannya buku bersampul emas itu dari raknya.

Buku itu adalah buku yang sama dengan buku yang bercahaya tadi, Pangeran Alax tidak salah mengingatnya.

"Kak Vire, River, aku kembali ke kamar dulu," ucapnya sambil melayang ke bawah, membuka pintu dan keluar dari ruang baca.

"Ah, cepat sekali Alax menyusunnya," gumam Pangeran Vire. "River, kalau kau tidak cepat, nanti aku akan meninggalkanmu, lho."

Putri River menoleh histeris ke arah kakak tertuanya, "Kak Vire! Kak Alax marah!"

"Kau bicara apa? Sejak zaman kapan Alax tahu caranya marah kepada orang lain?" tanya Pangeran Vire sembari menahan tawanya.

"Aku bisa merasakannya karena ikatan kembar kami! Kak Alax pasti marah!" seru Putri River dan mimik sedih yang dibuat-buat olehnya. Dan sesungguhnya Putri River hanya menerka, sebab dia tidak benar-benar bisa membaca ikatan kembar antara dirinya dan Pangeran Alax.

"Kau terlalu berlebihan," balas Pangeran Vire, "kalau suatu hari nanti kita sudah lebih maju dan menemukan kata yang pantas untuk mendeskripsikan betapa berlebihannya dirimu sampai membuatku jijik, aku yakin kau akan memenangkan gelar itu sebagai kandidat tunggal."

Putri River ingin marah, tapi rasanya masalah yang mereka hadapi saat ini lebih darurat daripada apapun, "Jadi bagaimana ini?! Apa yang harus kita lakukan agar Kak Alax tidak marah lagi?"

*

Buku itu tidak memiliki judul, sama seperti beberapa buku bagus yang pernah dibacanya. Dua pertiga buku yang ada di ruang baca tidak memiliki judul, dan terkadang hal itu membuat Pangeran Alax merasa jenuh untuk mencari buku yang diinginkannya.

Banyak aksara-aksara rumit yang ditemuinya, namun Pangeran Alax dapat membacanya dengan mudah, dikarenakan kebiasaannya membaca buku-buku.

Dan buku itu menceritakan tentang Cahaya dan Bayangan.

Ada banyak hal yang tidak bisa ditangkap oleh Pangeran Alax karena sesungguhnya itu bukan bacaan yang tepat untuk anak sebelas tahun. Selain itu, raja juga belum pernah sekalipun mereferensikan tentang cerita sejenis itu kepadanya.

Raja menjadikan Pangeran Alax sebagai teman bincang buku yang baik di kerajaan, karena hanya dialah yang paling bisa untuk diajak berdiskusi. Raja bahkan juga sudah berencana akan memberikan ruang baca itu kepada Pangeran Alax saat dia dewasa nanti.

"Dulunya, Cahaya hidup seorang diri," gumam Pangeran Alax sembari membaca.

Dia terdiam selama beberapa saat, lalu menyadari bahwa membaca tipikal dongeng seperti ini sangat bukan dirinya, Pangeran Alax kembali membaca dalam hati.

Dulunya, Cahaya hidup seorang diri. Cahaya adalah sosok terang yang senang membagi dirinya, karena dia tahu bahwa berbagi tidak akan mengurangi apapun.

Namun, tidak ada yang bisa dibaginya, hanya kepada Tanah yang tidak pernah merasa bersyukur akan itu.

Cahaya memutuskan untuk berkeliling, mencari orang lain yang mungkin membutuhkannya.

Suatu hari, Cahaya bertemu dengan perantara dirinya dan Tanah. Perantara itu dinamakan awan, lalu dia bertemu dengan Bayangan.

Bayangan adalah sosok yang sangat memerlukan Cahaya. Tanpa Cahaya, dia bukanlah Bayangan, namun Kegelapan. Bayangan tidak suka menjadi Kegelapan.

Suatu hari yang mendung, Bayangan sangat banyak, hingga membuatnya mengira dia adalah Kegelapan. Lalu, hujan lebat menguyuri Tanah.

Usai itu, Perantara hilang, dan Bayangan juga ikut menghilang.

Cahaya tidak pernah menyukai Hujan,  sama seperti Bayangan yang tidak menyukai Malam.

Dongeng tanpa akhir.

Pangeran Alax menutup buku itu, lalu kembali berpikir lagi.

"Kak Alax! Ayo ke ruang makan bersama!"

Suara itu terdengar oleh Pangeran Alax, suara Putri River, adiknya yang terdengar begitu memelas dari balik pintu.

"Kau duluan, River, nanti aku akan menyusul," jawab Pangeran Alax.

Selanjutnya, suara ajaib Putri River tak lagi terdengar. Pangeran Alax agak kaget juga, karena tidak biasanya Putri River melepasnya secepat itu, tanpa perlawanan. Ada banyak hal yang perlu dipikirkan di sini.

Sebagai tipe preventif yang memiliki kecenderungan sifat untuk berjaga-jaga, Pangeran Alax membuat beberapa mantra di sekeliling buku dan kamarnya agar buku itu tidak bisa kabur seperti buku berkaki atau mengeluarkan sihir lagi.

Sebelum keluar dari kamarnya, Pangeran Alax memeriksa buku itu lagi. Buku itu mengeluarkan cahaya, namun hanya berlangsung sekejap--langsung ditahan oleh sihir yang dibuatnya.

Pangeran Alax tidak akan membiarkan apapun terjadi dengan adik kembarnya, atau pun Kerajaan Bayangan.

Tbc

23 Juni 2018

a/n

Oke, flashback next chapter akan lebih cepat karena sisa dua hari dan sisa tiga chapter. Akan kuusahakan segalanya diperjelas.

Dan URGENT, brooo.

Aku belum nemu nama yang cocok untuk kerajaan di ADK 3.

ADK 1 - Kabut
ADK 2 - Bayangan
ADK 3 - ?

Help me comment. Kupikir kalian sangat mengerti nama kerajaan seperti apa yang aku mau. Hehe. 

Kuusahakan bisa double up untuk mengejar chp sesuai tanggal, ya.

//nangis liat naskah aqua masih kosong//

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro