3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tentu saja aku kaget saat melihatmu hilang di depanku kemarin," ucap Putri River sambil memperbaiki posisi duduk yang bersimpuh menjadi duduk bersila.

Benar. Carmelize jelas tidak salah melihat bahwa seorang putri kerajaan duduk bersila di atas lantai kamarnya sendiri. Meskipun Carmelize yakin bahwa lantai kamar Putri River juga selalu dibersihkan setiap hari seperti kamarnya, tetapi untuk kelakuan seorang putri yang memakai dress kembang seperti Putri River, rasanya sedikit ...

"Sini, duduk," ucap Putri River sambil menepuk-nepuk lantai di sebelahnya. "Kau bisa berdiri di atas lantai, jadi mungkin kau bisa duduk."

Ucapan Putri River tidak sepenuhnya salah, sebab saat Carmelize mencobanya, dia benar-benar bisa duduk di atasnya.

Beberapa menit yang lalu, Carmelize kembali melihat pemandangan yang menyambutnya seperti dua malam sebelumnya. Dia berdiri di depan gerbang istana, lalu berpindah ke dalam istana.

Saat itu, dia tidak sengaja bertemu dengan Putri River yang mengajaknya untuk mengobrol bersama di kamarnya, dan di sinilah dia.

"Jadi, kau mau bercerita dulu?"

Carmelize yang semula bertatap mata dengan Putri River, langsung mengalihkan pandangannya dari mata amber itu. Sejujurnya, Carmelize sedikit membenci dirinya yang mempunyai sifat yang terlalu pemalu.

"Bagaimana kalau kita bergantian bercerita?" tawar Putri River, walaupun sebenarnya dia lebih ingin mendengar cerita Carmelize lebih dulu. Penasaran dengan cerita Carmelize, tentang bagaimana dia bisa menjadi seperti saat ini.

Carmelize akhirnya mengangguk kecil, karena dia juga sama penasarannya dengan Putri River.

"Namaku River. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara," ucap Putri River dengan lancar. "Kalau kau?"

"Namaku Carmelize. Aku tidak punya saudara," jawab Carmelize.

"Benarkah?" tanya Putri River dengan agak terkejut. "Jadi kau bermain dengan siapa?"

"Dengan ... Dengan Kak Lara." Carmelize menjawab dengan ragu.

"Kupikir kau bilang kau tidak punya kakak?"

"Kak Lara itu ... orang yang dipercayakan Mama untuk menjagaku," jawab Carmelize apa adanya.

"Oh? Pelayan pribadimu?"

Carmelize menaikkan kepalanya yang sedaritadi menunduk, "Bukan. Orang yang menjagaku," ralat Carmelize lagi.

"Ya, tapi itu sebutannya pelayan, kan?" tanya Putri River.

"Tapi aku tidak menganggapnya begitu. Dia sudah seperti keluarga," ucapan Carmelize.

Putri River akhirnya mengangguk, lalu melanjutkan perkenalan mereka yang tertunda sebelumnya.

"Aku berasal dari Kerajaan Bayangan. Kalau kau?"

"Aku berasal dari ..." Carmelize menjeda sejenak ucapannya, sebelum melanjutkan, "Aku berasal dari dunia nyata."

Putri River memiringkan kepalanya bingung, "Maksudmu?"

"Saat aku sampai di dunia ini, aku sedang tidur. Jadi, sekarang aku sedang bermimpi," ucap Carmelize dengan polosnya. "Tapi, kerajaan ini ... terlihat sangat nyata."

"Oh? Jadi kau sedang bermimpi?" tanya Putri River dengan agak kaget.

"Iya," jawab Carmelize sambil mengangguk serius.

Putri River tertawa, "Ternyata begitu!"

Putri River dan Carmelize cukup bercerita banyak. Cukup banyak sampai membuat seorang Carmelize yang pendiam, akhirnya bisa menceritakan beberapa hal yang belum pernah dia ceritakan pada teman sekelasnya.

"Jadi kau belajar bersama banyak orang yang tidak kau kenal dan ada beberapa dari mereka yang jahat padamu?" simpul Putri River dengan nada kesal. "Mengapa mereka begitu?"

"Kata mereka, aku angkuh karena semua guru-guru di sekolahku menyukaiku," jawab Carmelize dengan agak ragu. Cerita ini saja, dia belum pernah menceritakannya pada Kak Lara yang notabene-nya orang yang paling dekat dengannya.

"Guru-guru kan biasanya menyukai murid yang pandai. Mereka pasti sangat bodoh, sampai-sampai tidak ada guru yang menyukai mereka," komentar Putri River yang membuat Carmelize merasa antara bersalah dan senang.

Merasa bersalah karena Putri River mengatakan bahwa mereka bodoh dan merasa senang karena baru pertama kalinya ada yang membelanya.

"Aku tidak terlalu pintar, tapi kurasa aku tidak sebodoh itu untuk tidak berteman denganmu."

Teman.

Kata itu terdengar berulang kali di telinga Carmelize. Dia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, saat Putri River tersenyum lebar dan menatapnya bersahabat.

"Kau ... putri yang hebat," ucap Carmelize membuat Putri River menatapnya dengan senyuman yang dipaksakan.

"Ra--maksudku, Ibuku juga sering mengatakan begitu. Kak Vire juga sering mengatakan begitu." Putri River menghela napas. "Ya, aku memang kurang anggun kalau dibandingkan putri lain. Mereka bilang aku hebat karena diam-diam belajar memanah dan bermain pedang. Ejekan mereka terlalu menusuk."

Carmelize langsung buru-buru menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku benar-benar memujimu! Dan lagipula, memanah dan berpedang itu sangat hebat!"

"Aku tidak merasa senang sama sekali," ucap Putri River, tetapi dia tetap tersenyum. "Tapi terima kasih, ya."

Carmelize mengangguk dengan canggung.

"Ngomong-ngomong, apa kau dan kakakmu sudah baikan?"

Putri River seperti tersadar dari sesuatu, saat Carmelize bertanya demikian.

"Maksudmu dengan Kak Alax?"

Carmelize mengangguk.

"Ah. Jadi aku minta maaf padanya kemarin malam dan kau tahu apa yang dia katakan?" tanya Putri River, yang langsung dijawab oleh dirinya sendiri. "Dia bilang dia tidak marah, padahal aku merasa dia mendiamkanku selama dua hari!"

"Jadi kalian tidak bertengkar? Syukurlah."

Putri River mengangguk-angguk pelan, "Berarti kemarin kau mendengar percakapanku dengan Kak Vire, ya?" tanya Putri River yang membuat Carmelize tersentak kaget seperti habis dipergoki Kak Lara saat Carmelize membawa pulang seekor kucing liar.

"Maafkan aku. Aku tidak sengaja," sesal Carmelize sambil membungkuk.

"Eh? Aku tidak marah," sahut Putri River buru-buru. "Hanya ingin kau tidak salah sangka pada Kak Vire. Walaupun kelihatannya dia agak jahat, tapi sebenarnya dia baik."

Carmelize hanya mengangguk, meskipun dia belum pernah berpikir bahwa Pangeran Vire adalah sosok yang jahat.

"Apa kegiatan yang kau sukai?" tanya Putri River.

"Aku suka menggambar. Kalau kau?"

"Memanah dan berpedang," jawabnya lancar sambil terkekeh. "Aku senang. Ini pertama kalinya aku bisa mengatakan hal yang kusukai tanpa merasa khawatir. Semuanya bilang bahwa hal yang kusukai agak aneh, mengingat aku bukanlah laki-laki."

Carmelize hanya menyimak dalam diam.

"Kalau aku terlahir sebagai pangeran, aku pasti akan menyukaimu," ucap Putri River setengah bercanda.

Carmelize berkedip beberapa kali, sebelum bertanya dengan polos, "Jadi, kau tidak menyukaiku sekarang?"

Butuh beberapa detik bagi Putri River untuk mencerna perkataan Carmelize, karena candaan yang dimaksudnya tadi, agak berbeda dengan pemahaman Carmelize.

"Sekarang juga, aku menyukaimu. Kita ini teman!" ucap Putri River sambil tertawa.

Carmelize ikut tersenyum melihat Putri River yang tertawa lepas tanpa beban.

"Ah. Tubuhmu mulai menghilang. Mungkin kau sudah akan terbangun."

Carmelize memperhatikan kedua tangannya yang memang mulai transparan di pandangannya.

Terdengar suara pintu kamar terbuka.

"River, kau--"

"Carmelize, selamat pagi!"

Carmelize menoleh ke arah pintu dan menemukan Lara tersenyum hangat kepadanya.

"Tidurmu nyenyak?"

Carmelize mengangguk, lalu meraih segelas air putih yang ada di nakas pastelnya, meneguknya beberapa kali.

"Mandi, setelah itu sarapan dan ke sekolah, ya."

Carmelize mengangguk lagi, kembali meneguk gelas sambil berpikir ...

Suara pintu barusan ... Apakah itu memang berasal dari suara pintu kamarnya yang dibuka kak Lara?

Atau suara pintu kamar Putri River yang dibuka oleh orang yang memanggil Putri River?

Tbc

3 Juni

a/n

Anak-anak polos ini membuatku ngakak.

Btw konflik di APPETENCE ini nggak sampe seruwet MIZAPH yaaa. Konfliknya hanya satu dan sangat simple, jadi nggak usah nebak-nebak yaaa ahahaha

//Paus nggak mau ganti alur//

See u tomorrow.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro