2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Carmelize kembali menemukan kastel gelap raksasa yang dia ingat adalah istana yang dikunjunginya kemarin dalam mimpi.

Semuanya masih terlihat sama. Lumut di tembok, pohon-pohon yang berjejeran, patung kuda yang dinaikki seorang ksatria yang mengangkat pedangnya.

Satu-satunya hal yang berbeda adalah, dia tidak lagi menemukan para pelayan yang membawa piring mereka menuju ruang makan.

Termasuk pengingat yang cepat, Carmelize pelan-pelan berjalan sambil mengamati sekitarnya yang masih belum cukup familier.

Beberapa kali, akan ada pelayan berpakaian hitam dan putih yang akan melewati koridor itu, namun sama seperti sebelumnya, mereka tidak dapat melihat keberadaan Carmelize.

Ukiran di tembok lorong yang memperlihatkan beberapa gambar yang saling berhubungan, seperti menggambarkan sebuah cerita lewat gambar di sana. Butuh enam gambar bagi Carmelize untuk menyadari bahwa arah ia datang adalah dari belakang.

Carmelize merasa seperti membaca buku bergambar dari akhir ke awal.

Lalu, saat memutar balik, dia menyadari bahwa dia berada di pertengahan cerita.

"Kak Vire, berhenti melakukan itu!"

Suara itu terdengar oleh Carmelize. Suara perempuan yang sebenarnya merdu dan indah, namun keras karena pemilik suara itu sedang membentak.

Carmelize yang menyadari bahwa suara itu berasal dari perbelokan koridor, langsung refleks bersembunyi. Dia juga tidak tahu mengapa dia bersembunyi, padahal tidak ada yang bisa melihatnya.

"Berkat kecerdasanmu membakar dapur semalam, kita bertiga dihukum raja," jawab suara lain dengan kesal.

"Yang menyarankan untuk menggunakan dapur kan, kak Vire!" balas suara perempuan, yang bisa dipastikan adalah suara Putri River.

Meskipun belum melihat langsung bagaimana rupa putri dan pangeran yang sedang mengobrol, Carmelize sudah dapat menebak bahwa mereka sangat dekat. Tentu saja Carmelize yang hanya seorang anak tunggal, diam-diam merasa sedikit cemburu.

"Gara-gara kak Vire, kak Alax mengabaikanku dari kemarin, lho!" protes Putri River. "Niatnya kan sebenarnya membantu kita memadamkan api sebelum seistana kerajaan terbakar."

"Bukan aku yang menuduh, lho!" balas Pangeran Vire membela dirinya.

"Bukan aku juga!" balas Putri River, ikut membela dirinya. "Nanti, kita sama-sama minta maaf."

"Buat apa minta maaf pada Alax? Aku tidak salah, kok."

"Kak!"

Carmelize pelan-pelan mendekat ke perbelokan itu dan mengintip ke perbelokan yang dirasanya memang adalah tempat di mana Pangeran Vire dan Putri River berada.

Matanya membulat saat dia melihat mereka. Pangeran Vire dan Putri River mirip seperti gambar yang biasanya dilihatnya dalam buku gambarnya. Pangeran Vire dengan pakaian kerajaan berjubah dan Putri River dengan gaun yang sangat manis dan cantik.

Dari tinggi dan wajahnya, Carmelize bisa menebak bahwa dia dan Putri River kira-kira seumuran. Pangeran Vire sedikit lebih tinggi dibanding Putri River.

"Kau saja yang minta maaf. Alax pasti akan memaafkanmu."

"Tapi--"

Ucapan Putri River terhenti saat matanya dan mata Carmelize saling bertemu. Tidak salah lagi, Carmelize juga merasakan bahwa putri menatap tepat di manik matanya. Dia bisa semakin yakin saat ...

"Siapa itu?"

Dan Carmelize langsung menarik kepalanya agar Putri River tidak melihatnya.

Di sana, Carmelize tersadar. Putri River bisa melihatnya!

Belum sempat berpikir lagi, tiba-tiba Pangeran Vire sudah ada di depannya. Carmelize dapat melihat jelas manik amber-nya, rambut hitam Pangeran Vire yang tidak terlalu panjang, juga aroma harum yang menguar dari tubuhnya.

Jarak mereka tidak sampai semeter, itu membuat Carmelize buru-buru menunduk, salah tingkah.

"Tidak ada siapapun di sini, River," lapor Pangeran Vire sambil menoleh kembali ke Putri River. "Kau bermimpi di siang bolong begini? Kau masih lapar ya?"

"Tadi aku benar-benar melihatnya!"

Carmelize yang merasa bahwa Putri River akan segera datang, langsung buru-buru memasuki tembok bergambar. Dia masih bisa menembusi benda padat.

Lalu, dugaannya benar. Meskipun agak kabur, namun Carmelize bisa melihat bagaimana Putri River dengan langkah buru-buru, langsung menghampiri kakaknya.

"Tadi ada, sungguh!" Putri River membela diri.

"Apa Alax mendengar pembicaraan kita, ya?" tanya Pangeran Vire.

"Tidak mungkin! Kak Alax kan sedang di kamarnya. Dan lagipula, yang kulihat barusan itu seorang perempuan dan pakaiannya sedikit aneh."

Carmelize memperhatikan piyama putih berenda yang dikenakannya. Juga, flat shoes putih berbunga yang juga dipakainya saat pertama kali dia sampai di kerajaan ini, di mimpinya.

"Kau pasti bermimpi, River. Tidak ada suara langkah kaki dan tidak mungkin dia terbang, kan?"

Putri River menatap kakaknya dengan tatapan datar. "Sangat kuno jika kau bermaksud menakut-nakutiku, Kak."

"Siapa yang mau menakutimu? Kau cengeng. Ratu marah padaku setiap kau mengadu."

"Aku tidak cengeng! Terakhir aku menangis saat hari kelahiranku yang ke-8!" elak Putri River. "Pokoknya, kalau Kak Vire tidak minta maaf pada Kak Alax, aku akan melaporkan pada raja dan ratu."

"Kau berisik sekali! Iya, aku akan minta maaf, nanti," balas Pangeran Vire sambil berjalan ke lorong yang dilewati Carmelize sebelumnya. "River, ayo. Jangan lama-lama di sana. Nanti kau melihat yang aneh-aneh lagi."

Sebagai sosok yang dikatakan aneh oleh kedua kakak-adik ini, sebenarnya Carmelize ingin sekali keluar dari tempat persembunyiannya dan berdebat dengan mereka, tapi apa daya, Carmelize sadar kalau dia tidak akan menang.

"Aku mau di sini dulu," ucap Putri River sambil bersandar pada tembok. "Kak Vire duluan saja."

Pangeran Vire memincingkan mata, menatap adiknya dengan tatapan curiga. "Kau mau berbuat apa?"

"Tidak ada, kok," jawab Putri River enteng.

"Jangan melakukan hal aneh, ya! Aku tidak mau dihukum lagi."

"Baik, Pangeran Vire!"

Pangeran Vire berjalan menjauhi lorong itu, walau sesekali dia akan berbalik ke belakang untuk memeriksa keadaan adiknya. Setelah memang yakin bahwa Putri River tidak akan berbuat hal aneh padanya dan menghilang di balik perbelokan, sosoknya benar-benar tidak terlihat lagi.

Putri River yang sedang bersandar, tiba-tiba memutar tubuhnya dan tersenyum lebar ke arah tembok.

"Hai! Aku River."

Tentu saja Carmelize yang masih berada di sana langsung tersentak kaget. Dia tidak menyangka bahwa Putri River menyadari keberadaannya.

Carmelize keluar dari tempat persembunyiannya dengan agak ragu. Manik amber Putri River mirip dengan manik milik ratu dan Pangeran Vire. Dan sekarang, manik itu benar-benar melihatnya.

"Kau bisa melihatku?" tanya Carmelize, memastikan.

"Bisa!" Putri River mencoba menyentuh tangannya. Namun dia gagal melakukannya pada percobaan pertama. "Tampaknya aku bisa melihat dan mendengarkanmu, tapi tidak bisa menyentuhmu."

"Bagaimana bisa?" lirih Carmelize.

"Harusnya aku yang bertanya mengapa kau bisa seperti ini, kan?" kekeh Putri River. "Kau siapa?"

"Carmelize," jawabnya.

"Oh, Carmelize," ucap Putri River sambil mengangguk-angguk. "Jadi Carmelize, apakah kau punya--"

Baru berkedip sekali, dan dia kembali ke dunia nyatanya.

Pintu terbuka tiba-tiba, Lara dan Carmelize langsung saling bertukar pandang.

"Wah, tumben Carmel bangun pagi," ucap Lara sambil tersenyum. "Selamat pagi. Kakak harap kau tidak terbangun karena mimpi buruk."

"Aku tidak mimpi buruk," jawab Carmelize.

"Oh, baguslah."

Carmelize turun dari tempat tidurnya dan memakai sandal kamarnya, lalu memperhatikan cermin agak lama.

"Carmel? Ada apa?" tanya Lara saat sedang menyusun buku Carmelize dan menyadari bahwa anak itu sedang melihat cermin.

"Kak Lara ..." Carmelize menunjuk piyama putih yang dikenakannya. "Apa piyamaku aneh?"

"Eh? Sama sekali tidak, kok. Carmel manis sekali dengan piyama itu," jawab Lara.

Carmelize menatap kembali ke arah cermin, menghela napas, sebelum berjalan ke arah kamar mandi.

"Ada apa dengannya?" tanya Lara seorang diri.

Tbc

2 Juni 2018

a/n

Nama Carmelize panjang sangat. Aku menyesal nggak singkat Carmel aja 😂

Apakah begini perasaan kalian saat menuliskan Prythalize? Tangan dan jariku pegel, demi.

Selama ini heroine-ku namanya pendek-pendek. Such as Piya, Tyara, Yume, Celine, Alenna, Riryn, Clay, Metta, Flora, dan bahkan Arianna saja namanya sering kusingkat jadi Aria (POV Alfy) dan Aria sering pake aku (POV 1).

Tiada guna menyesal sekarang, hajar aja daaah wkwkwk

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro