11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kalau kau pecinta biru,
Ingatlah kalau langit Mars tidak biru.
Dan satu-satunya biru yang dapat kau lihat dari jarak terdekat dari sana adalah, bumi, yang telah tenggelam.

***AQUA WORLD***

Hanya memperhatikan Zuo dan Jale yang menyelam lengkap dengan peralatan mereka, aku bisa melihat wujud mereka yang semakin mengecil, namun masih terlihat sangat jauh dengan dasar.

Lupa menambahkan, dasar bahkan tidak terlihat sama sekali.

Matahari sudah di atas kepala, Yyil menyarankan agar aku melindungi kepalaku dengan selimut yang diberikannya tadi. Tetapi, kupikir itu percuma juga, karena aku sudah menghadapi tiga hari terbakar teriknya matahari. Kulitku sudah sedikit lebih gelap dari yang seharusnya. Meski begitu, sarannya kudengarkan karena aku tidak ingin membakar kepalaku.

"Kudengar kau dari club Survivalife?" Grus bertanya tanpa ragu, "harusnya kau bisa membaca aliran air dan angin, kan?"

Nadanya arogan, aku berusaha mengabaikan fakta itu.

"Aku baru masuk sekitar empat bulan, mungkin aku bisa sedikit."

Hal yang tidak mereka ketahui, aku masuk survivalife bukan karena keinginanku sendiri, atau lebih tepatnya, dengan agak berat hati.

Tapi, hei... memangnya aku bisa bertahan sampai di sini karena hal yang kupelajari di Survivalife?

Aku saja baru bisa membaca bahasa tubuh, bahasa sandi (walau belum semua), gerakan mata, dan sedikit bela diri. Sia-sialah empat bulanku di club pertahanan hidup. Setidaknya dengan bertahan di sini, tak membuatku malu sebagai seseorang yang berhasil bertahan.

Zuo dan Jale terlihat semakin jauh, pegaman penghubung di tubuh mereka juga semakin turun ke bawah, alat pengukur kedalaman semakin meningkat angkanya setiap mereka melakukan gerakan mengayunkan tangan ke bawah dan merilekskan tubuh agar dapat menyelam makin dalam. Rambut Jale yang hitam, masih berkibar indah di dalam air.

Setiap ia mendongak, aku akan teringat dengan lelaki terakhir yang melakukan itu, dua hari yang lalu.

Lima belas meter, itu yang tercatat di alat yang aku tidak tahu namanya. Bentuknya kubus, logam putih dengan layar digital yang memperlihatkan tekanan air, arus dan kecepatan air. Tali yang terhubung dengan tubuh mereka terus tertarik masuk ke air.

Aku tidak bisa melakukan apapun selain menghela napas bosan. Seharusnya, tanpa kujelaskan sekalipun, mereka tahu bahwa air yang naik bukanlah 50 meter. Mereka terlalu jenius memprediksikannya.

Seharusnya mereka sadar, sejak air belum naik, belum ada satupun manusia yang mampu sampai di dasar laut terdalam hidup-hidup. Ya, bedakan mereka yang terlalu besar kepala ingin menciptakan rekor menyelam terdalam dan mengukir nama mereka dalam sejarah.

Terakhir, seseorang melakukannya lima tahun yang lalu dan dia hanyut sampai ke kota Waterrouse, letaknya di bagian utara dari Waterasium. Bukannya dia mati konyol di sana?

Baiklah, setidaknya keinginannya untuk mengukir namanya di e-newspaper sudah tercapai. Berita terkonyol yang pernah kubaca.

"Kau tahu, Nael? Mereka tidak akan pernah mencapai dasar." Yyil menyatakan pendapatnya, yang sebenarnya juga merupakan pendapatku--atau mungkin fakta yang belum mereka sadari.

"Kau tahu motto para penyelam?" tanya Nael, masih memeriksa keadaan di kubus.

"Palung punya dasar, angkasa juga punya ujung, kita hanya belum menggapainya. Itu bukan hal yang tidak mungkin," jawab Yyil dengan ragu. Aku sendiri juga ingat motto penyelam, meski aku bukan penyelam. Yyil melanjutkan, "tapi, hei, dengan alat-alat sederhana, sedikit, dan terbatas ini, kurasa ini mustahil."

Ah, ya, ini memang mustahil. Kuharap Nael bukan mengatakan kata-kata keren itu untuk membuat junior sepertiku merasa tenang dengan keadaan bumi, karena sejak kecil, tahu tentang keadaan bumi di masa lalu sudah membuatku panik tak karuan. Aku tidak bisa tenang untuk hal yang satu itu. Apalagi setelah aku menghabiskan sekian hari di samudra lepas sendirian.

Mari berlogika. Memang benar segalanya memiliki batas, tapi kita ini apa? Hanya manusia tak berdaya yang mencoba memecahkan kemisteriusan di dunia ini. Saat ini manusia hanya bisa bertanya-tanya, mengapa bumi bisa tenggelam?

Aku ingat persis, ada wanita tua yang mengaku peramal, menyatakan bahwa bumi akan mengalami akhir yang tragis, diawali dengan gempa, berlanjut ke tanah yang terbelah, lava naik (eh, tunggu, kalau sudah naik namanya magma atau lava?), lalu meteor dari luar angkasa akan datang dan menghantam bangunan besar, membuat robohan heboh, manusia mungil pontang-panting menjauhi bencana, tsunami datang dan berbagai macam lainnya.

Dan aku ingin tahu, apakah planet ini masih pantas disebut Bumi sementara jumlah air jauh lebih banyak daripada tanah? Setelah dipikir-pikir, sebelumnya daratan belum pernah menang dibandingkan perairan. Bukankah itu kemisteriusan lain? Mengapa sejak awal namanya bukan planet air? Padahal tidak semua planet punya air?

Kita tak bisa menggapai batas itu, karena kemampuan kita juga terbatas. Itu bukan hal yang mustahil, hanya saja peluangnya terlalu menakjubkan.

Menyadari bahwa sebuah cahaya merah menyala dan diikuti oleh suara alarm kecil, Nael menekan sebuah tombol hijau. Tak lama kemudian, Jale dan Zuo kembali ke permukaan.

"Tekanannya kuat sekali," ucap Jale saat sudah kembali ke permukaan, "kurasa kita tidak akan sampai dasar."

Ingin rasanya aku menyelutuk "memang" sekeras-kerasnya. Lima ratus meter ditambah kedalaman di data itu bukan sesuatu yang bercanda.

"Kita tidak akan menemukannya!" Zuo mendesis dengan suara yang cukup keras.

Kupikir aku tak sengaja merasakan getaran di daratan yang kupijak. Kutolehkan kepala ke puncak, semoga saja tidak longsor.

"Zuo, ada Skye di sini," tegur Nael sambil melirik ke arahku.

"Kita tidak perlu menyembunyikannya darinya. Dia bukan anak kecil lagi!"

Entahlah ucapan Zuo itu membuatku senang atau malah membuatku terganggu. Fakta lain bahwa Nael mengganggapku anak-anak bukan sesuatu yang menyenangkan, tentu saja.

"Lagipula buat apa menyembunyikannya darinya? Kalian lupa dia datang kemari dengan sampan tipe A, sendirian?"

"Baiklah, cukup sampai di sana." Yyil menghentikan Zuo, lalu menoleh ke arahku, "Kau ikut dulu ya, denganku."

Akupun mengikuti Yyil yang melangkah mendekat ke tenda merah.

Rasanya aku tidak perlu menceritakan apa yang diceritakan Yyil karena sebelumnya mereka sudah menerangkannya dengan bahasa sandi kemarin. Yyil menceritakan tentang Ezid, teman mereka yang hilang terjatuh dan terseret ombak beberapa hari silam. Ezid ini pemuda yang membawa pil kenyang dan punya sifat yang bisa dipercaya, menurut mereka. Lalu saat kabar kenaikan air terjadi, Ezid dibutakan oleh keinginan untuk bertahan.

Dengan sengaja mengatakan bahwa ransel pil telah jatuh ke laut, saat kejadian itu benar-benar terjadi, maka Ezid benar-benar yang paling berambisi untuk membawanya kembali, demi bertahan hidup.

Ezid yang ahli berenang itu terseret arus. Dia kurang beruntung karena meloncat saat air tengah naik.

Kupikir "keserakahan akan membunuh" hanyalah sekedar dongeng zaman dulu untuk menakuti anak-anak, rupanya itu benar-benar adalah kejadian nyata.

"Yyil, aku tidak yakin soal menyelam untuk menemukan ransel itu," ucapku jujur pada akhirnya, "aku lihat sendiri seberapa banyak air yang menjauhkan kita dengan pijakan. Apartemen tujuh puluh lantai habis, tidak dalam lima menit. Dan kalian tahu, bumi tidak kecil."

"Begini ya, Skye, walaupun memang kau sudah menjelajahi bumi setelah pasca air naik, tapi kami lebih lama hidup di era aqua. Apapun yang kami lakukan untuk keselamatan hidup, kupikir seharusnya kau mendengarkan."

Aku kurang setuju untuk argumen yang satu itu.

"Lalu kalau seandainya kalian tidak bisa menemukan rans pil kenyang, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanyaku.

Yyil menghela napas, "Ya menunggu pesawat atau kapal darurat, memangnya kau punya ide lain yang lebih bagus?" tanya Yyil saat menangkap larut wajahku yang tidak menerima.

Aku terdiam, karena memang tak menemukan solusi yang baik.

"Begini, kalau aku bertemu lagi dengan Ath, aku--"

"Wow! Dimana kau menemukannya?!" Suara Jale yang bersemangat membuat ucapanku terhenti.

Tidak mungkin kan, mereka benar-benar menemukan ranselnya?

Yyil menoleh ke arah mereka sejenak, "Ayo, Skye, kita ke sana dulu," ajaknya.

Kami berkumpul bersama empat orang lainnya. Aku belum bisa melihat temuan yang dimaksud Jale, sebab mereka masih mengerubungi hal yang dimaksud. Kening Yyil pun masih mengerut, tanda bahwa dia juga tak melihatnya.

"Zuo menemukan apa?" tanya Yyil, tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Kalau tidak salah, ini semacam satelit untuk memperlihatkan kejadian di laut. Pemerintah melepaskan mereka di laut dengan harapan bisa menemukan kapal atau orang hilang," terang Grun, masih memperhatikan objek itu dengan teliti, "mereka hanya mengeluarkan cahaya dan berputar mengerubungi objek terdekat."

"Wah! Berarti kita bisa selamat?" tanya Jale antusias.

Ekspresi lelah Zuo membuat semua orang di sana menyadari, ada sesuatu yang janggal. Pertanda buruk. "Tidak ada daya yang tersisa dan ini pengisi daya tipe 27A ukuran 0,1mm."

"Aku akan coba periksa di kotak P3K," ujar Nael, mencoba optimis.

Diapun berjalan ke arah tenda, masuk ke dalam dan meninggalkan kami berlima dalam hening. Tanpa keberadaan Nael membuat keadaan di sini menjadi canggung. Aku mungkin sudah berani berbicara dengan Yyil, tapi dengan ketiga orang lainnya?

Tetapi berkat perginya Nael, aku ini dapat melihat keberadaan satelit tersebut.

Dan itu membuatku sedikit terkejut.

"Eh, kupikir itu kunang-kunang."

"Kunang--apa?" tanya Grus sambil mengangkat sebelah alis.

Aku mengelus tengkuk dengan sedikit canggung, bingung bagaimana menjelaskannya pada mereka. Aku ingat persis saat aku menceritakan keberadaan kupu-kupu yang mempunyai sayap indah pada Cheryl. Cheryl bingung setengah mati dengan hal itu.

"Err, itu sejenis serangga," jawabku.

"Serangga?" tanya Jale, "Maksudmu nyamuk?"

"Eh? Kupikir nyamuk sudah dimusnahkan saat Ibuku lima tahun." Grus mengerutkan kening. "Bukankah mereka mirip mitologi zaman dulu? Apa itu namanya--oh, vampire. Katanya mereka suka menghisap darah."

"Terdengar mengerikan, menurutku," komentar Yyil sambil mengelus lengannya, "aku tidak tahu apa-apa soal makhluk hidup zaman dulu. Sudah kuduga, anak survivalife memang hebat."

Meskipun itu tidak dipelajari di Survivalife?

Aku tidak ingin menyangkal apapun, jadi yang kulakukan hanya diam dan memperhatikan kembali sesuatu di tangan Zuo. Bentuknya sama persis seperti yang menemaniku satu malam, beberapa malam silam. Rasanya bodoh, mempercayai bahwa serangga masih belum punah.

Mungkin rasa hangat yang kurasakan saat itu karena mesin mini ini sudah lama berpetualangan di atas air dan memanas. Seingatku, satelit mini seperti ini diciptakan bukan untuk melayang di langit dan memotret struktur bangunan kota, melainkan mendeteksi keberadaan air, dan ia akan terbang di beberapa meter meter di atas permukaan air dan merekam segalanya.

Aku mengerjap. Bukankah itu berarti satelit itu sudah merekam keberadaanku saat di sampan sendirian waktu itu? Bukankah itu berarti akan ada pesawat yang kembali untuk menyelamatkan kami?

Bukankah itu berarti ... kami selamat?

Saat Nael keluar dari tenda dengan wajah murung, aku pun dapat memprediksi bahwa pengisi daya dengan ukuran rumit yang dimaksud Zuo tadi, tidak ada di dalam sana. Belum lagi Nael menjelaskan apapun, aku membuka suara.

"Aku bertemu dengan ratusan satelit seperti ini, sebelum sampai di sini," ucapku dengan senyuman lebar, "mereka pasti kembali, kan?"

"Bukan ingin menjatuhkan harapanmu, Skye, tapi aku ragu mereka akan kembali untuk satu orang," ungkap Zuo dengan jujur.

Zuo benar, aku hanya terlalu keras kepala untuk menerima ucapannya.

"Tapi bisa saja mereka kembali."

Mulut tajamnya sempat membuat harapanku terjatuh. Aku hampir ingin menangis, sebelum akhirnya indra pendengaranku menangkap suara bising yang biasanya mengganggu seisi kota.

Suara helicopter,

mendekat.

Aku menoleh ke sumber suara, begitupun kelima orang di depanku. Mata mereka sudah berseri-seri saat aku memeriksa kembali. Kupikir aku berhalusinasi, tapi suara itu tak kunjung hilang dan pandangan mereka juga tidak lepas dari objek putih mengkilap yang baling-balingnya berputar dari kejauhan.

Kami selamat.

Astaga, kami benar-benar selamat.

"K-kita siap-siap! Tenda, senter, peralatan selam ... semuanya," ucap Grus dengan gugup, "kita akan pergi."

Detik berikutnya, kami dengan buru-buru menyimpan semua peralatan yang kami keluarkan.

Yyil menyimpan semua di dalam tenda dan juga tendanya dengan cepat dalam ransel yang dibawanya. Nael dan Zuo menyimpan seluruh peralatan menyelam dan Grus menyimpan tenda mereka. Aku yakin, jika seandainya helicopter sudah tiba dan hanya memberi waktu semenit untuk menaiki tangga, merekapun rela meninggalkan peralatan mereka yang mahal itu jika mereka tak sempat membereskannya.

Aku mengumpulkan abu emas yang berserakan ke dalam tempatnya kembali. Jale menyimpan barang yang ada di sekitar obor. Kami melakukannya dengan cepat, sambil mengintip keberadaan helicopter, seolah memastikan bahwa ia tidak berbalik arah meninggalkan kami.

Grus bahkan sudah menyiapkan lampu darurat yang memancarkan cahaya yang sangat terang untuk memberi sinyal pada pilot akan keberadaan kami. Jale mengatakan bahwa GPS di ponselnya masih menyala dan seharusnya pilot bisa mendeteksi keberadaan kami.

Biasanya helicopter tidak akan mendarat, kecuali saat ada gedung tinggi yang lantai tertingginya punya landasan khusus. Di sini, tidak ada satupun gedung dan itu artinya helicopter itu akan menurunkan tangga besi lipat.

Melihat helicopter makin mendekat membuat sesuatu dalam diriku merinding. Tentu saja aku tidak pernah menyangka akan selamat secepat ini. Kupikir aku akan melewati masa-masa di mana kelaparan menyerang, lalu akan ada adegan di mana aku mengajari mereka cara membuat pancing untuk bertahan hidup dari kelaparan.

Kalau kalian tidak tahu, pancing itu untuk memancing ikan. Aku pernah mempelajari (diam-diam) cara membuatnya di rumah.

Semakin melihatnya mendekat, aku seolah melihat masa depan yang benderang, terang dan bersinar. Masih ada harapan. Impian.

Aku masih bisa bertemu Ibu. Lebih baiknya lagi, aku bisa bertemu dengan Ayah dan kedua kakak laki-laki yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

Kami akan tinggal bersama.

Tangga besi diturunkan, mataku makin membinar.

Tidak apa bersama dengan keluargaku walaupun bukan di bumi yang kucintai. Tidak apa. Saat ini, aku hanya ingin kembali bersama dengan keluargaku. Aku ingin menemui Ibu agar beliau tak lagi khawatir.

Dan semua jangkauan itu, semakin dekat.
.

.

.

***END***

.

.

.

.

.

.

Kupikir mimpi buruk ini akan berakhir....

Benar, ini belum berakhir.

Belum.

Karena begitu helicopter itu, menjatuhkan tangga lipat, kesalahan terjadi.

Ada gunung lain yang sebenarnya juga tinggi, tapi tidak lagi sejak naiknya air. Helicopter itu menabraknya karena tidak meninggikan terbangnya. Sebenarnya, jika tangga lipat tak diturunkan, ia tidak akan menabrak.

Tangga lipat itu terpisah karena tertabrak paling awal, helikopter itu oleng sedikit, lalu Kolong helikopter terhantam puncak, bagian tubuh helikopter yang lain terseret puncaknya dan membuatnya berlubang, puncak gunungnya juga roboh meski hanya sedikit. Asap muncul dari kolong helikopter. Keseimbangannya hilang.

Berakhir, ia mendarat di gunung lain yang letaknya agak jauh dari tempat kami berpijak dan lebih rendah, terlihat serius terlebih kerusakan parah di bagian kolong dan hantaman terakhir pada baling-baling, ia benar-benar jatuh.

Kami berenam saling bertatapan dengan wajah pucat.

***TBC***

6 Januari 2018, Sabtu.

[A/N]

Btw ini 2300+ kata.

Meskipun aku tau gaada yang kena prank karena aku belum bahas apapun soal Ath, aku tetap niat banget yak haha.

Halo lagi, semuaaa.

Bagaimana menurutmu Aqua hari ini?

Btw thanks buat err weit, aku cek dulu views votenya.

Thanks buat 170k views dan 19.8 votes. I really love yaa.

Aku akan lebih berusaha rajin update tahun ini. Yey.

See you soon!
- Cindyana

🐳

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro