12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengapa lebih suka menyayangkan sesuatu yang telah pergi daripada menjaga apa yang masih ada saat ini?

***AQUA World***

Yyil yang paling duluan menangis setelah menyaksikan jatuhnya helikopter itu--jatuhnya harapan kami--dan Jale menyusul beberapa saat setelahnya.

Kupikir menangis juga adalah hal yang wajar saat antusias kami harus dihancurkan berkeping-keping seperti ini. Tragis. Aku juga, rasanya benar-benar ingin menangis, tapi air mataku seperti telah habis karena sudah terlalu putus asa sejak aku melihat pesawat meninggalkanku di atap apartemen rumahku beberapa hari yang lalu.

Zuo kembali membangun tenda yang sudah dilipat kusut karena terburu-buru disimpan tadi, dalam diam. Sementara Grus mengusap kasar rambutnya, lalu pergi ke sisi lain pegunungan sambil menahan geraman. Nael masih di sini, memperhatikan telapak tangannya (atau mungkin garis tangannya) dengan kebingungan.

"Nael ... sudahlah," rintih Yyil sambil menurunkan tangan Nael, "tidak ada artinya. Sudahlah."

"Seharusnya ... tidak begini," balas Nael.

"Ya, seharusnya memang tidak begini, kalau kita tidak naik gunung!" Jale membentak dari sisi lain, sambil menyeka air matanya. "Seharusnya aku kemarin tidak ikut! Aku pasti sudah berada di dalam pesawat dan bisa tidur dengan tenang!"

"Kau menyalahkanku?" tanya Nael tidak percaya, "Kau sendiri yang setuju saat Grus mengajakmu, kan?"

"Sudah, sudah. Cukup." Yyil melerai sambil memejamkan mata, "Bertengkar tidak akan membuat helikopter lain datang, kan?"

Setelah Jale dan Nael sudah agak tenang, Zuo datang menghampiri kami dan membawa sebuah kotak putih. Kotak darurat.

"Kurasa kita harus ke pegunungan itu untuk memeriksa keadaan pilot dan penumpangnya," ucapnya sambil menatap ke arah jatuhnya helikopter. Masih dapat ditangkap oleh mata, pastinya tidak lebih jauh daripada jarak Waterfloeus sampai ke sini, tentu saja.

Itu hal paling logis yang bisa kami lakukan saat ini, tentu saja.

Masalahnya ...

Aku melirik sampan tipe A milikku yang kini masih mengempis di dalam kantung dengan keadaan tambang yang keluar dari sana, membuatku terlihat sangat tidak normal. Sampan tipe A ini bukan sampan yang terbaik di dunia, tapi aku bersyukur dengan keberadaannya. Hari ini, aku akan menggunakannya lagi untuk menjangkau helikopter itu.

Dan hanya empat dari kami yang bisa naik ke sampan, karena itu memang batasnya.

Hanya empat orang.

Kami berlima saling bertatapan (minus Grus, karena dia sedang menenangkan diri). Menurutku keempat dari merekalah yang harus pergi, mengingat mereka berempat rata-rata berasal dari club pendaki yang tahu tentang pertolongan pertama secara langsung. Mereka pasti tahu lebih banyak tentang hal yang tidak kuketahui.

Contohkanlah Zuo. Dia tampaknya tahu banyak soal hal-hal tentang satelit milik pemerintah, juga menyelam, mungkin hal lain. Nael tampaknya tahu soal pemasangan bot, kunci dan sejenisnya. Dialah yang memasang peralatan pengaman dan alat penghitung tekanan dan kedalaman. Aku tidak terlalu paham. Jale dari club penyelam. Aku tidak tahu apa yang dibicarakan dalam dunia penyelaman, tapi aku tahu itu tidak hanya tentang mempelajari cara menyelam atau hal sesederhana itu. Sisanya, masih terlalu misterius untukku.

"Skye, kau ikut ke sana, ya!" Nael tiba-tiba mengucapkan itu saat aku tengah berpikir.

Aku mengerjap, lalu menunjuk diri sendiri, "Aku?"

"Memangnya ada Skye lain di sini?" tanya Yyil sambil mengeluarkan life jacket dari ranselnya, "Buka sampanmu, kita harus ke sana secepatnya."

"Kenapa aku?"

"Kenapa? Karena kau anak pertahanan hidup, kan? Lupakan saja apa yang kukatakan tadi padamu tentang hidup lebih lama di era Aqua. Nyatanya, kau akan lebih berguna nanti."

Aku yang semula melongo diam pun akhirnya tergerak untuk mengeluarkan sampan dan menarik tali putih yang memang digunakan untuk mengambil udara di sekitar. Aku tidak yakin soal ini. Belum pernah sekalipun aku mendengar tentang sampan tipe A yang bisa dipakai ulang, tapi aku juga tidak yakin kalau mereka yang menciptakan ini akan membiarkannya terbuang sia-sia dan mengambang di luar angkasa akibat sekali guna.

"Skye, ini life jacket untukmu."

Yyil memasang sebuah life jacket berwarna putih dan memasangnya padaku dengan telaten. Hanya sekali tengok, aku tahu kalau ini bukanlah life jacket tipe A (atau yang paling rendah kualitasnya, jika kita membicarakannya terang-terangan).

"Ini sebenarnya milik Ezid," ucap Yyil yang membuatku tersentak diam, "Iya, dia terbawa arus tanpa memakai ini. Jadi ... mungkin dia tidak akan muncul di permukaan."

"Yyil," tegur Zuo, sambil memasang life jacket pada dirinya sendiri, "kau ikut."

"Sampan tipe A yang dipakai untuk kedua kalinya tidak akan sanggup membawa empat orang, sebenarnya," balas Yyil sambil meratapi sampanku yang sudah mengembang sepenuhnya.

"Bisa saja. Dia kan memang diciptakan untuk membawa empat orang," balas Zuo lagi, "ayolah, aku tidak bisa memeriksa bagian mesin sendirian."

"Kau lihat sendiri kan, bagaimana tabrakan hebatnya tadi? Tidak mungkin kerusakan mesinnya hanya kerusakan ringan."

Jale memotong, "Mengapa malah kalian berdua yang bertengkar sekarang?"

Matanya masih merah, namun tampaknya dia mulai bisa berpikir logis dan jernih. Menerima kenyataan adalah satu-satunya hal yang bisa kami lakukan saat ini.

"Kami tidak bertengkar," balas Yyil dan Zuo bersamaan.

Jale menepuk sampanku agak keras hingga menimbulkan suara yang agak mengkhawatirkan. Kukira sampan itu akan meledak saat Jale menepuknya untuk kesekian kalinya, tetapi untungnya hal yang kutakutkan tidak terjadi.

"Sampan ini aman dinaiki berempat." Jale mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya, lalu memainkannya sejenak. "Nael, terima sambungan suaranya."

Nael yang tadinya baru selesai memasang life jacket, langsung buru-buru mengeluarkan ponselnya. "Ah, aku baru ingat, ini tidak perlu memanfaatkan jaringan," sahutnya agak kecewa.

Kalimat itu adalah fakta bahwa jaringan masih belum bisa diakses.

"Kalian cepat memberi info, ya," ucap Jale sambil beranjak pergi ke arah yang sama dengan kemana Grus pergi tadi, "aku akan membujuk Grus, siapa tahu kalian nanti kesulitan di sana dan Grus bisa membantu, kan?"

Usai Jale menghilang di balik batu besar, kami berempat pun bersiap-siap menuju helikopter sekarat itu.

*

Bukanlah perjuangan yang mudah untuk mencapai pegunungan lain. Jaraknya tidak sependek jarak pandang. Memang, sebelumnya aku tidak memperkirakan bahwa ini akan menjadi jarak yang dekat. Merekapun tahu bahwa ini akan berat.

"Uh, tadi seharusnya kita membawa alat bantu untuk mendayung," sesal Zuo.

Nael menaikkan alis, "Memangnya kau tahu cara mendayung?"

Zuo menggeleng, namun akhirnya memutuskan untuk menyeburkan diri ke dalam air dan mulai mendorong dari belakang. Nael yang melihat itu langsung ikut menyeburkan diri dan membantu Zuo. Di sana, aku memperhatikan mereka dengan tatapan datar, seolah menanyakan apa fungsi kami menggunakan sampan ini sesungguhnya.

"Beban sampan ini berat, makanya kita tidak gerak," sahut Zuo seolah mampu membaca larut wajahku, "tapi kau hebat bisa sampai ke sini sendirian, Skye."

Mulutku terkatup rapat. Aku belum mengatakan kepada mereka bahwa aku sebenarnya bukan sampai di sana sendirian. Aku dibantu oleh satu makhluk yang bukan manusia. Ya, seharusnya aku bilang begitu pada mereka, namun entah mengapa nyaliku menciut dengan mudah saat itu menyangkut soal Ath.

Selang beberapa menit kemudian, akhirnya kami sudah hampir menjangkau pegunungan satunya. Keadaan helikopter itu masih terlihat sama dengan saat kami melihatnya dengan teropong. Posisinya tidak berubah, masih di atas salju yang tebal dan asapnya sudah mulai memudar. Baling-balingnya bengkok, masih sama seperti saat aku melihatnya tadi.

Dari jarak kami sekarang, aku tahu bahwa itu adalah helikopter yang biasa dipakai untuk menjatuhkan dus pil kenyang di kota, setiap tanggal 10.

Mungkin bukan hanya aku yang berpikir demikian, karena ketiga orang lainnya juga memperhatikan helikopter itu dalam diam.

Sampai akhirnya kami sampai di daratan itu, kami masih tercengang. Kalau seandainya helikopter ini tidak jatuh, seharusnya kami tidak lagi berada di sini.

"Kalian masuk saja dulu, aku akan mengubur sampan ini dengan salju agar tidak meluncur ke air dan hanyut," ucapku sambil mengangkat sampan itu dari dalam air.

Mereka bertiga tampaknya setuju. Saat mereka mulai melangkah masuk, aku sempat melihat Nael menyambungkan suara dengan Jale. Setelah mereka bertiga masuk ke dalam helikopter dari lubang besar hasil tabrakan, akupun mulai mengubur sampanku dengan salju rapuh yang mudah hancur.

Suara galian mendominasi, angin yang mengelitik permukaan kulitku membuatku merinding. Suara gulungan ombak di belakangku memancingku untuk menoleh. Seperti dugaanku, laut masih begitu mengerikan untukku. Masih ada banyak misteri yang tersembunyi jauh di dalam dasarnya.

Setelah selesai mengubur isi sampan dengan salju, akupun masuk ke dalam helikopter melalui lubang di kolong yang memang bisa dimasuki dengan mudah karena helikopter jatuh dalam posisi miring.

Dan aku menemukan hal yang mengejutkan.

"Bagaimana bisa--"

Ucapanku terhenti saat melihat Nael memperhatikan seluruh isi helikopter dengan serius. 

"Sepertinya helikopter ini belum sempat menjatuhkan satupun dus." Nael mengucapkan hal itu sembari memperhatikan nama yang tercantum di sana. "Ini semua untuk kota Waterclawn IV."

Ratusan dus berisi pil kenyang masih tersusun menumpuk ke miring ke kiri. Ada beberapa yang sudah terjatuh di samping karpet anti air dan malah ada dus yang sudah terbuka. Yang kami lakukan saat ini adalah menjadikan sisi dinding sebagai tempat pijakan.

"Yyil dan Zuo mana?" tanyaku sambil mengeledah sekitar.

"Memeriksa mesin di belakang."

Helikopter ini punya banyak hal yang pasti membuat siapapun bertanya-tanya. Seingatku, butuh kurang lebih tiga puluh orang untuk bertugas di helikopter pembawa pil kenyang. Di mana mereka semua?

Akupun bergerak menuju ke sebuah pintu yang telah terbuka. Dalam keadaan miring seperti ini, aku kesulitan untuk mengapai pintu karena letaknya ada di ujung yang lain. Jadi, sekarang pintu itu letaknya sangat tinggi, jika dilihat dari sudut pandangku.

Bisa kutebak, Nael mendekat ke arahku.

"Biar kubantu."

Nael membidikkan ujung pintu dengan kaitan besi yang berasal dari jam tangannya dan ujung lain ditancapkannya di tiang besi terdekat, lalu menyerahkan sebuah tabung besi setinggi 5 cm kepadaku. "Kau duluan, aku akan menyusul nanti."

Ini hanya tabung besi biasa, percayalah padaku. Memanjat dengan tangan kosong tentu saja bisa membuat jari-jariku terpotong sia-sia. Yang harus dilakukan pada tabung besi dan tali itu adalah mengikatnya memutari tali. Dan yang harus kita lakukan hanyanya memanjat dan memanfaatkan besi sebagai penahan. Tali tipis itu tidak akan menjatuhkan bebannya. Aku sudah pernah mempelajari teknik memanjat ini di Survivalife, jadi ini bukanlah hal yang sulit.

Saat sudah berhasil mencapai pintu, aku ternganga saat melihat layar besar bergambarkan langit. Bukan. Itu hanya bagian depan helikopter.

Dan ada seseorang duduk di kursi hitam, sang Pilot.

"P-pak! Apa kau baik-baik sa--"

BRUK!

Kepala yang semula tegak itu, jatuh bersandar pada tali sabuk pengaman di sampingnya. Mukanya putih pucat keunguan dan matanya terpejam rapat.

Aku memejamkan mataku dengan keadaan jantungku berdebar-debar kegilaan. Setelah kuperiksa, pilot ini telah wafat lebih dari sehari dan sistem pengendali helikopter dibuat self driving mode. Buktinya, meski telah terjatuh, tombol auto-drive tetap menyala.

Segera saja kusambar telepon yang ada di dekat setir. Kuabaikan keberadaan tombol-tombol rumit yang masih menyala dan segera melakukan fast dial yang mungkin biasanya terlapor pada pusat. Tidak ada yang menyahut, sehingga kualihkan pada sambungan suara yang bisa terhubung dengan orang-orang terdekat.

"Halo?"

Suara Yyil terdengar dari seberang.

"Halo, Yyil! Ini aku, Skye. Aku sedang di bagian pengendali," ucapku.

"Aku masih di bagian mesin bersama Zuo. Dari yang kami lihat di sini, helikopter dalam mode self flight. Apa ada orang di sana?"

Aku melirik mayat pilot yang sudah tak berdaya. "Ada, satu orang. Sudah meninggal."

"Alat pendeteksinya menyala?" tanya Yyil.

"Menyala," balasku sambil melirik ke arah layar detektor yang masih bekerja.

Yang kuingat, ini dipelajari di salah satu pelajaran di sekolah. Sepertinya dua tahun yang lalu, tapi aku masih ingat persis cara kerjanya. Alat detektor ini akan menangkap informasi keberadaan pengguna ponsel yang GPSnya masih menyala. Ada 3 radar yang tertangkap dari pegunungan kecil ini, ada 2 radar yang tertangkap dari pegunungan terdekat (ini pastilah pegunungan tempat kami datang tadi) dan ada 1 radar tertangkap di tengah-tengah, di antara dua pegunungan tadi.

Oh, astaga, kami pasti telah melewatkan Ezid tadi.

"Yyil, aku menemukan radar Ezid," ucapku sambil mulai mengganti ruang pencarian, mengubahnya dari mode radius km ke ketinggian air dari permukaan air.

Aku tidak bisa untuk tidak terkejut, saat mengetahui bahwa Ezid ada di dalam kedalaman ratusan meter di bawah sana.

Ratusan meter.

Oh, astaga.

Dia pasti telah mati dan dia tidak akan mati dengan tenang jika dia tidak segera timbul ke permukaan.

"Skye, bagaimana?"

"Aku akan panggil Nael ke sini. Aku putuskan dulu ya, sambungannya."

Aku berlari ke arah pintu tadi, mengintip ke bawah, namun tak menemukan Nael di sana. Padahal tali yang membantuku naik masih ada di sini.

Kemana Nael?

Kuraih kembali telepon dan mencoba menghubungi radar lain yang tertangkap.

"Halo?"

Kali ini suara Nael yang terdengar.

"Syukurlah. Kau di mana? Aku butuh bantuanmu."

"Aku di dalam ruang darurat. Ada banyak alat dan kantong sampan tipe U di sini," ucap Nael, "kau butuh bantuan apa?"

"Ada mayat pilotnya di sini. Estimasi kematian lebih dari satu hari. Penyebab kematian ..."

Aku terdiam sambil menatap kotak pil kenyang dan beberapa butir pil yang berceceran di lantai.

"Penyebab kematian overdosis pil kenyang," lanjutku, "apa sebaiknya kita bakar dia dan buang abunya di laut?"

Ada jeda yang agak lama dari Nael, sebelum akhirnya ia menjawab, "Tidak perlu dibakar, langsung buang saja ke laut."

Eh...?

"Kita tidak akan menggunakan abu emas terus-terusan, dan kita harus berjuang untuk bertahan," ucapnya yang membuatku terdiam, "aku tahu maksudmu baik, Skye. Tapi kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi dalam waktu dekat. Kita butuh banyak hal untuk tetap hidup."

Aku menunduk, "Baik, aku paham."

Radar terputus dan teralihkan kembali ke radar Yyil.

"Halo, Skye? Astaga, aku daritadi berusaha menghubungimu!"

Nada panik dari Yyil membuatku bertanya-tanya. "Ada apa?"

"GPSnya masih menyala?" tanya Yyil.

"Masih. Ada apa?"

Aku kini memperhatikan alat pemancar dan mataku terbelalak saat aku mendapati bahwa radar yang ada di tengah air itu bergerak cepat menuju ke arah pegunungan. Radar Ezid bergerak cepat, sangat cepat ke arah radar Jale dan Grus.

"Yyil! Radar Ezid menuju ke arah pegunungan di sana dengan cepat. Sebenarnya ada apa?!"

"Hah? Aku tidak tahu, Skye!" Suara Yyil pelan-pelan terdengar semakin menjauh. "Air mulai masuk ke sini! Aku dan Zuo masih terjebak di sini! Matikan tenaganya!"

Air dan listrik bukanlah teman yang baik. Kami terancam, tapi Yyil dan Zuo-lah yang paling terancam dalam bahaya saat ini.

"Bagaimana caranya?!" Aku ikut panik.

"Tombolnya ada di bawah mesin kendali seharusnya."

Aku pun mulai berjongkok dengan tangan bergetar ngeri. Kaki pilot ini menggangguku, sehingga kuputuskan untuk memotong sabuk dengan pisau yang kutemukan di salah satu laci yang ada di sana dan kembali mencari tombol.

Saat kuperhatikan alat pemancar yang tadi sudah kuubah dari radius km ke kedalaman air, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana angka itu semakin lama semakin berkurang, dengan cepat pula.

"SKYE, CEPAT!" seru Zuo.

Aku menemukan tombolnya, segera kutekan dengan cepat. Semua cahaya pada tombol di sekitarku pun mati.

"Huft, terima kasih, Skye."

Alat pemancar dan telepon masih menyala. Angka semakin lama semakin berkurang saja.

"Nanti saja! Kita harus pergi dari sini!"

Kuraih tabung besi yang kutaruh di atas lantai tadi, menggulungkan dengan tali sekali, lalu meluncur turun dan mengendalikan kecepatan jatuhnya dengan menggesekkan kakiku pada dinding karpet. Kuabaikan rasa panas di ujung kakiku. Kuabaikan semua dus pil kenyang dan pergi menuju jalan keluar.

Hal yang pertama kali kulihat adalah hamparan salju yang telah ditenggelamkan oleh air.

"Skye, cepat!"

Seruan Yyil membuatku menoleh ke satu arah. Yyil dan Zuo sudah berada di atas sampan dan Nael sudah memegang talinya. Air yang semula sebetisku naik menjadi seperut.

"I-iya, sebentar."

Aku melangkah ke arah mereka dengan hati-hati, karena kuingat ada banyak lembaran besi tipis yang berceceran di atas salju, sementara aku tidak memakai alas kaki apapun.

Nael yang memutuskan untuk mendorong, mengulurkan salah satu tangannya ke arahku.

"Ayo, Skye."

Sudah sedada dan aku mulai mengapung berkat jaket penyelamat yang kukenakan.

Akhirnya, beberapa saat kemudian, aku berhasil naik.

"Jale dan Grus bagaimana?!"

"Mereka sedang mengapung di sana. Tidak apa," ujar Yyil mencoba menenangkanku.

Aku melirik ke helikopter yang mulai tenggelam perlahan dan ada beberapa dus yang berhasil keluar dari helikopter dan mengapung di sana.

"Entahlah, kurasa kita harus ambil satu." Zuo menembakan sesuatu dari arlojinya dan mengakibatkan satu dus bergerak mengikuti kami.

"Kau menambah beban, Zuo," keluh Nael.

"Dan kesempatan hidup," tambah Zuo sambil meloncat ke dalam air, membantu Nael mendorong sampan, "satu saja tidak akan melukai siapapun."

Yyil berusaha menyambung dengan Jale, tapi sedaritadi gagal. Aku bisa melihatnya dari monitor layar dan tatapan cemasnya.

"Yyil!" Akhirnya Jale mengangkat.

Nael dan Zuo yang tadinya bercanda, pun terdiam saat mendengar suara panik dari Jale.

"Ada apa?"

"C-cepat kem-bali." Suara Jale terputus-putus.

"Iya, kami sedang dalam perjalanan kembali," balas Yyil sambil mengerutkan kening, "kalian masih kuat mengapung, kan? Kalian pakai life jacket?"

"Pa-kai."

"Kalau begitu, tunggu kami kembali. Sebentar lagi."

"Ti-dak bisa. A-da se----mi"

"Apa? Jale! Halo?"

"A-ku melihat sesuatu dari air...." Putus beberapa saat.

"Halo?"

"Menarik kami, ke bawah."

Suara percikan air yang janggal, suara teriakan Jale menyusul kesusahan, air, air, suara air, suara gelembung, suara napas tersenggal, suara gelembung dan suara ombak bercampur aduk.

Lalu,

Hening.

***TBC***

31 Januari 2018

[A.N]

Halo! Aqua update!

Nanti malam ada Super Blue Blood Moon dan aku kuliah HAHAHAHHAA. Semoga aja aku bisa liat T-T

Halo halo! Bagaimana chp Aqua kita hari ini?

Aku ngerasa kurang greget karena ini belum diedit -_-

Thanks buat 188k mata dan 22.6k bintang.

2700an kata.

Ini aku lagi buru-buru, kalo ada typo tolong dimaklumi dan tandai heheee.

Love ya.

Cindyana

Ikon paus menyusul.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro