4. Duel Nana dan Triyani

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pasangan Duel

TriyaRin dan somenaa

---

Tantangannya

Deskripsikan lawan kalian sesuai dengan zodiak dan imajinasi (bebas, ada dialog boleh, narasi aja ga masalah)

Clue : hanya boleh bertanya zodiak lawan. Selebihnya ga boleh.

1. Pov 1
2. Teenlit
3. Min 500word max 800word.

Syarat umum.
1. No typo
2. Tanda baca perhatikan.

----

Author : somenaa
Judul : Girl dan Her Fate

Dia gadis yang tangguh. Dia juga tidak pernah mengeluh meskipun pekerjaan sampingan yang diambil lebih dari satu. Rina, gadis manis berhijab yang suka dan mau bekerja keras. Tidak mengandalkan orang lain sebagai tamengnya, karena dia mampu menjaga dirinya sendiri. Namun, perempuan tetaplah perempuan. Ada suatu waktu dimana dia akan lelah, menyerah, dan pada akhirnya akan berhenti. Dia tidak akan selamanya bisa, tidak membutuhkan seseorang untuk bersandar.

Seperti sekarang.

Aku melihatnya menghenyakkan diri di kursi setelah menutup buku Matematika. Beruntung, kami sudah memasuki jam istirahat kedua. Hanya ada beberapa anak yang masih betah berlama-lama di dalam kelas, sedangkan yang lain  entahlah, mungkin pada kabur ke kantin.

Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan. Dia menumpukan wajahnya di tangan, tergurat lelah di dahinya yang sedang menunduk dalam. Dia cukup lama berada di posisi seperti itu. Aku hanya berdiam diri sambil memegang buku.

Namun sesekali melirik melalui ekor mata dan mengamatinya. Tak lama kemudian, dia menegakkan bahu, menyadarkannya di punggung kursi, mengusap wajahnya, dan menghela napas perlahan.

“Lo baik-baik aja kan, Rin? Aku meletakkan komik yang sedang kubaca ketika melihatnya mulai menyenderkan kepala di atas meja dan memejamkan mata.

Dia membuka matanya, menoleh padaku sebentar, dan menjawab dengan sebuah dehaman. Hmm. Lalu kembali ke posisinya semula, tangan terlipat di depan perut, dan mata yang memandang lurus ke papan tulis kosong. Iya.

Aku mencoba untuk mengajaknya berbicara lagi. Kalau capek, istirahat aja dulu di UKS sana gih! Aku nggak mau ngangkut kalo kamu tiba-tiba pingsan di sini.”

Nggak papa, Na. Aku masih harus nyelesaiin beberapa soal ini dulu, jawabnya pelan. Aku heran, bisa-bisanya dia memanfaatkan waktu istirahat dengan belajar. Yah, meskipun itu bukanlah hal yang buruk. Namun, tujuan diberi jam istirahat adalah untuk me-refresh otak setelah beberapa jam diisi dengan materi, kan?

Tak jarang, aku memandangnya penuh iba. Dia bekerja setelah jam pelajaran berakhir hingga malam. Mungkin bagi orang lain, apa yang dia kerjakan sepele. Namun, bagi yang pernah berada di posisi seperti dia, tidak akan bisa semudah itu mengatakan pekerjaanmu kan hanya gitu-gitu aja, gampang itu.

Bukan hal yang mudah baginya hingga mendapatkan pekerjaan, apalagi untuk anak remaja seusia kami. Aku cukup beruntung, orang tuaku masih mampu membiayai sekolah tanpa aku harus bersusah payah mencari uang tambahan. Sedangkan Rina, dia harus pintar membagi waktunya antara pekerjaan, sekolah, dan rumah. Hal yang paling sulit adalah dimulai dengan disiplin diri. Dibutuhkan lebih dari sekedar komitmen agar bisa mencapainya. Awalnya sulit, tetapi seiring berjalannya waktu, mau tidak mau, dia harus bisa menyesuaikan diri.

Apa orang tuamu tidak keberatan dengan pekerjaan yang kamu lakukan sekarang, Rin? tanyaku.

Wajahnya sedikit pucat, anak rambut keluar dari hijabnya yang miring. Yah, mau gimana lagi, Na. orang tuaku bukan termasuk orang yang mampu. Masih ada adik-adikku. Mau nggak mau, suka nggak suka, aku harus bisa mencari tambahan untuk biaya hidup kami, dia berkata dengan perlahan.

Aku sedikit banyak tahu, tentang kehidupan sehari-harinya. Sekali waktu aku mampir ke tempatnya bekerja, di sebuah kedai kopi dan kue di ujung jalan. Hanya beberapa blok dari sekolah kami. Dia terlihat sangat menikmati dengan apa yang dia kerjakan, tanpa sedikitpun memprotes jika ada saja pelanggan yang dengan kurang ajar menggodanya. Namun senyum ramah tak pernah lepas dari bibir ranum gadis itu.

Di lain hari, aku pernah melihatnya sedang membersihkan kamar mandi di sebuah mall. Aku ingin menyapanya. Namun rupanya dia sedang sibuk sekali, karena setelah itu dia terburu-buru pergi dari sana.

Dia gadis yang memiliki mimpi dan ambisi. Selain untuk membantu orang tua, dia juga ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dia rela mengambil dua pekerjaan sampingan sekaligus, demi bisa menabung dan melanjutkan sekolah.

Tidak semua dari kita diberikan keberuntungan dengan memiliki kekayaan. Ada yang harus rela membanting tulang demi sececap nikmat. Setidaknya dari Rina, aku bisa belajar apa itu perjuangan, apa itu arti bersyukur, karena terkadang kita lupa untuk melakukan hal itu.

-fin-

----

Author : TriyaRin
Judul : When We Meet Up

Tak terlalu panas juga tak terlalu mendung, hari yang cerah untuk hanya sekedar berkeliling ke suatu tempat. Disaat seperti ini, aku merindukan sahabat semasa kuliah ku lima tahun lalu. Rasanya tak sabar segera bertemu dengannya. Kuperhatikan cerminan diriku sekali lagi.

Okey, Let’s go, ucapku pada bayanganku. Ditemani cuaca cerah hari ini, saatnya bergegas menuju tempat pertemuanku dengannya. Setelah hari kelulusan saat itu, pekerjaan yang berbeda, serta kesibukan masing-masing semakin membuat kami hampir tak pernah bertemu. Dan karena suatu alasan, semalam aku menghubunginya.

Tiba di tempat pertemuan kami. Resto Papa Palaka, tempat kami berjumpa hari ini. Pandanganku menyapu sekitar, barangkali ia sudah tiba lebih dulu dariku. Seorang wanita yang entah sangat familiar bagiku meski hanya terlihat dari punggungnya.

“Ka Naa.” Seruku hampir setengah berteriak. Tak kusangka wanita yang kudekati benar sosok sahabat kuliahku.

“Ya Ampun, Rin. Lama banget kita nggak pernah ketemu. Sumpah demi apa pun gue kangen banget sama lo.” Kami berpelukan ala ciwi-ciwi kekinian. Tradisi yang dulu sempat membuat kami ilfil, namun seperti menelan ludah sendiri. Saat ini kami melakukan tradisi tersebut. Benar-benar waktu mampu mengubah seseorang.

“Makanya Ka Naa jangan sok sibuk jadi orang. Jadi kangen banget sama gue, kan akhirnya. Hahaha.”

“Jiahaha, kemarin kan, gue lagi berjuang jadi wanita karir, Rin. Lo kaya nggak paham gue aja lagian.” Ka Naa mengedipkan sebelah matanya padaku.

“Loh, trus sekarang udah berkarir banget emangnya? Makanya kita bisa ketemu sekarang?” ledekku asal.

“Emm, dibilang berkarir banget sih, belum yahh. Tapi gue bersyukur sama apa yang gue dapetin sekarang. Alhamdulillah sekarang gue bisa punya mobil, nyicil buat rumah idaman gue, tiap bulan bisa travel ke luar kota, dengan hasil keringet sendiri bisa dapetin itu semua itu tuh, bener-bener luar biasa rasanya. Dan gue juga lagi nyoba-nyoba bisnis olshope nih, sekarang.” Jelasnya yang membuatku terkagum-kagum.

“Alhamdulillah yah. Itu kan emang cita-cita lo dari waktu kuliah dulu. Kerja keras nggak akan membohongi hasil, Ka Naa,” ucapku salut. Saat kuliah dulu Ka Naa sempat menunjukkanku buku yang didalamnya terdapat banyak sekali list yang harus ia capai setelah lulus dan mendapat pekerjaan nanti. Mendengar ceritanya barusan, bisa kulihat bahwa sebagian cita-citanya benar-benar mampu ia wujudkan.

“Tapi Ka Naa, bukannya lo paling ogah ketemuan di jam makan siang kaya gini. Gue ajak ketemu pas lo libur kerja juga ogah. Tumbenan, ada apa?” kedua mataku menyipit padanya. Ohh, bukan maksudku berprasangka buruk padanya.

“Rin, lo tahu? Beberapa hari ini nggak tahu kenapa gue suka inget sama lo. Tapi gue belum sempet buat sekedar contact lo. Nggak tahunya semalem dapet message lo ngajakin ketemu. Pantes aja gue mikirin lo mulu dari kemarin. Hehehe.
Akhirnya hari ini gue minta ijin sama bos gue balik kantor agak lama. Untungnya dia lagi kalem dan nggak terlalu butuh gue. Jadi gue di ijinin, dehh.” Lagi, Ka Naa mengedipkan sebelah matanya lagi padaku. Membuatku tertawa geli dengan tingkahnya itu.

“Meskipun bos gue rese bin ngeselin. Tapi ada untungnya juga lohh, kalo kerjaan gue lagi bener dimata dia. Serasa dapet lotre deh, pokoknya. Buktinya next week gue diajak ke Shanghai sama dia buat meeting. Pertama kalinya gue ke luar negeri siapa yang mau nolak. Kesempatan buat gue sekalian curi-curi hiburan di sana. Nggak sia-sia gue dulu jadi admin merangkap sekretaris. Hehehe.” Sekali lagi aku dibuat kagum olehnya. Ka Naa yang sekarang sudah banyak berubah sekarang.

“Woahh, pasti banyak yang iri sama lo, Ka Naa. Termasuk gue, hiks.” Aku memanyunkan bibirku.

“Jiahh, nggak usah iri sama gue. Emang banyak yang iri sama gue sih, dari dulu. Mereka iri sama gue pasti karena gue keren, yee kan? Hahaha.” Entah kenapa lawakan recehnya itu membuat kami tertawa bersamaan.

Pertemuan yang tak terlalu direncanakan sebelumnya, juga obrolan ringan sebagai penawar kerinduan kami. Sampai akhirnya pertanyaan Ka Naa menyadarkanku alasan sebenarnya aku menghubunginya semalam itu.

“Rin, lo ngajak gue ketemuan bukan nggak ada maksud, kan? Ada sesuatukah? Atau lo mau married?” ucap Ka Naa blak-blakkan. Kenapa juga ia langsung mengatakan kalimat sakral itu.

“Lo tuh ya, Ka Naa dari dulu selalu bisa bikin gue jantungan sama omongan lo yang selalu bisa nebak isi pikiran gue,” ucapku sebal tapi justru membuat Ka Naa tertawa kecil.

Aku merogoh kedalam tasku mengambil sesuatu yang hampir kulupakan, lalu menyodorkannya pada Ka Naa.

“Dateng yahh,” ucapku penuh harap. Kedua mata Ka Naa terbelalak saat membaca nama dalam undangan itu.

WHAT!! Lo seriusan, beneran mau married? Gue kan, cuma asal nebak aja tadi. Ya Ampun, gue ditinggal jomblo sama sahabat gue. Jahat!!”

-----

All Gen silakan dinilai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro