7. Duel Bunda dan Cici.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oke, duel minggu ini diberikan langsung oleh kak al-al12.

Yaitu :

Pov 1 suara janin dalam kandungan, yang mau digugurkan oleh ibunya.
2 choice :
- sad ending
- happy ending.
Min 500 word max 700word

Syarat:
- no typo
- tanda baca perhatikan.

Peserta duel.

beingacid dan TiaraWales

Selamat menikmati.

****

Author : beingacid
Judul : Untuk Ibu

Maafkan aku, Ibu, karena aku hadir saat Ibu tidak menginginkanku. Setidaknya itu yang aku dengar setiap selang waktu. Mengapa Ibu tidak menginginkan aku? Aku dengar setiap ibu menantikan buah harinya. Namun, mengapa tidak dengan Ibu?

Bukankah aku sudah bersikap baik? Aku bahkan tidak mengganggu kegiatan Ibu dengan meminta macam-macam. Membiarkan Ibu menjalani hidup nyaman.

Aku hanya akan bertambah besar menjadi sedikit tambahan beban di tubuh mungilmu. Segera aku akan bersama Ibu dan berjanji membahagiakanmu. Melindungi dari orang yang berusaha menyakitimu, terutama dari suara lain yang kerap kali membuatmu menangis. Jangan sedih, Ibu. Aku sayang Ibu.

Aku belum bertemu dan memandang wajah ayumu, tetapi aku sudah sangat mengenalmu. Aku bisa merasakan setiap debaran jantungmu karena detaknya sama dengan milikku. Aku bisa merasakan tawamu karena itu menenangkanku.

Namun, aku terlalu sering merasakan marahmu. Aku selalu merasa gelisah dari waktu ke waktu. Usahaku menenangkanmu hanya membuatmu semakin kesal karena aku merasakanmu menekan dan menghimpitku setiap kali aku melakukannya.

Aku ingin Ibu menyentuhku dengan sayang, menceritakan banyak hal tentang dunia di luar sana. Aku akan mengizinkanmu menggambarkan sosokmu supaya aku bisa langsung mengenalimu saat kita bertemu nanti. Senandungkan melodi yang Ibu suka, jadi aku bisa menyanyikannya dengan suaraku sendiri. Lebih banyak tertawa karena aku suka mendengarnya dan itu membuatku nyaman dan damai.

“Gugurkan kandungan kamu!”

Aku tidak paham maksud suara itu. Nadanya dingin dan jahat. Yang paling buruknya, suara itu membuat Ibu tertekan. Tenang, Ibu. Ibu membuatku dadaku sakit. Aku merasakan hantaman cukup keras di tubuhku. Sakit dan perih menjalar di sekujur tubuhku. Sekaligus membuat Ibu semakin sedih.

“Baik! Baiklah….”

Aku masih merasakan kesedihan selama beberapa saat. Telingaku mendengar setiap isakan disusul dengan sentuhan sayang. Pertama kalinya aku merasakan sentuhan Ibu yang begitu mendamba. Rasanya aneh. Air mengalir dari mataku. Namun, di saat yang sama aku merasa nyaman di bawah sentuhan sayang Ibu. Aku juga sayang Ibu.

Perlahan rasa nyaman itu digantikan oleh rasa sakit yang luar biasa, bertubi-tubi. Meminta tolong berkali-kali pun Ibu tidak bisa mendengarkanku. Ibu, sakit! Apa yang Ibu lakukan padaku? Ibu? Aku hanya mendengar isakanmu.

Rasa sakit itu berakhir. Aku menghela napas lega. Namun, tidak ada yang berdetak lagi di dalam diriku. Aku membuka mata. Bukan kegelapan lagi yang kulihat. Namun, aku melihatmu, Ibu. Aku mengenalimu dari isakan tangis yang ada di ujung bibirmu. Matamu menatap sebuah bongkahan merah yang terletak di atas nampan perak. Menatapku untuk pertama kalinya. Aku yang sudah tidak berdetak lagi.

Dari arah berlawan, sebuah cahaya menyorot lebih terang dari cahaya mana pun yang ada di tempat ini. Aku tahu, aku harus pulang. Aku harus berpisah pada Ibu dan memulai perjalanan panjang sebelum aku bertemu dengan Ibu lainnya lagi.

Kutatap wajah Ibu yang bersimbah air mata. Walaupun aku sudah berada di luar tubuhnya, aku masih bisa merasakan pedihnya air mata itu.

Ibu, terima kasih atas waktunya yang singkat bersamamu. Aku berharap perpisahan ini membuatmu lebih bahagia dan lebih banyak tersenyum. Aku akan selalu mengingat tawa dan senyummu. Akan kubawa rasa nyaman sentuhanmu, bukannya rasa pedih yang kerap kali Ibu bagi bersamaku.

“Ini waktunya kembali.” Sebuah suara membujukku. Aku mengangguk pelan, mengerti bahwa aku harus harus segera pergi. Aku menyerahkan tanganku untuk digandeng.

“Maafkan Ibu, anakku! Aku sayang kamu.” Suara Ibu membuatku menoleh.

Aku melengkungkan senyum yang tidak akan pernah dia lihat. Aku juga sayang Ibu. Sampai jumpa, Ibu!

***

Author : TiaraWales
Judul : Kidung Laras.

Di manakah aku? Mengapa gelap sekali? Aku tak bisa melihat apa pun, tapi aku merasa sangat nyaman di sini. Sepertinya sesuatu yang empuk tengah menaungi tubuh rapuhku, melindungiku dengan segenap kasih sayang. Ahh, betapa leganya ....

Aku telah menempuh perjalanan yang sangat panjang sebelum tiba di tempat ini--meski sebenarnya aku tidak tahu dari mana aku berasal dan mengapa aku ada di sini. Itu sungguh melelahkan. Dan kenyamanan yang kurasakan sekarang seperti hadiah tak ternilai. Aku akan mengucapkan banyak terima kasih pada si empunya. Akan tetapi ... siapakah dia?

Dia seorang perempuan ....

Siapa itu yang bicara?

Aku adalah malaikat yang menemanimu selama di sini.

Malaikat? Apakah kau mengenal pemilik tempat ini?

Aku tidak mengenalnya. Tapi aku tahu bahwa dia adalah makhluk Tuhan yang diberi anugerah mengandung anak manusia. Dan kau akan memanggilnya Ibu.

Ibu? Jadi dia bernama Ibu? Namanya terdengar begitu lembut. Pasti dia makhluk yang sangat baik hati karena memiliki tempat senyaman ini. Apakah aku bisa bertemu dengannya? Di manakah dia?

Kau belum bisa bertemu dengannya.

Mengapa begitu? Apakah dia tidak suka jika aku menemuinya?

Aku tidak tahu apakah dia akan senang bertemu denganmu. Tapi kau harus berada di tempat ini hingga saat itu tiba. Kau akan tumbuh sempurna di sini. Makan dan bernapas melalui dirinya.

Jadi dia juga memberiku makan? Betapa baiknya. Aku semakin ingin berjumpa dengannya. Dia pasti juga ingin bertemu denganku. Benar begitu, bukan?

Jika dia membiarkanmu tinggal lebih lama, maka itu artinya dia ingin bertemu denganmu.

Berapa lama lagi?

Enam bulan dari saat ini.

Apakah itu masih lama?

Bersabarlah, anak Adam.

Baiklah, aku akan bersabar. Wahai malaikat, ceritakan lagi padaku. Seperti apakah Ibu itu?

Seorang ibu merelakan nyawa, agar anaknya bisa melihat dunia. Kau tidak akan pernah bisa mengganti pengorbanannya. Rasa sayangnya begitu besar, hingga terkadang dia mendahulukan kepentingan buah hatinya dalam segala hal. Sebab itulah Tuhan menghadiahkan surga untuknya, dan untukmu jika tak mendurhakainya.

Air susunya adalah tetesan mata air surgawi. Dia berikan dengan rasa kasih yang tak terperi. Dan kau tak bisa membayarnya dengan benda-benda duniawi.

Duhai, jika benar begitu, alangkah mulianya Ibu. Aku berjanji, jika aku bertemu dengannya nanti, aku akan membuatnya bahagia. Aku akan menyayanginya dan memberikan apa pun yang dia inginkan karena dia telah memberiku apa yang aku butuhkan.
Akan tetapi, tunggu ....

Aneh. Ini sungguh mengherankan. Mengapa tempat ini tak lagi terasa senyaman sebelumnya? Aku tak bisa bernapas dengan leluasa. Tubuhku serasa tercabik-cabik. Ada apa denganku, wahai malaikatku? Malaikatku, di manakah engkau? Apa yang terjadi? Mengapa kau tidak menjawab? Jangan tinggalkan aku sendirian. Tolonglah aku ....

Ibu .... Ibu .... Ibu .... Tolonglah anakmu  ....

Ibu .... Aku tidak sanggup .... Ini sungguh menyiksaku, Ibu ....

Ibu .... Apakah engkau marah padaku? Apakah engkau tidak suka aku berada di sini? Apakah aku telah mengganggumu, duhai Ibu? Tidak inginkah engkau bertemu denganku?

Ibu .... Dengarkanlah aku ....

Aku tidak akan menyusahkanmu. Tidakkah Ibu dengar? Aku sudah berjanji akan membuatmu bahagia. Izinkanlah aku bertemu denganmu, Ibu. Aku hanya ingin berterimakasih padamu. Aku tidak akan mendurhakaimu, Ibu ....

Ibu .... Jika aku bersalah, maafkanlah aku. Aku tak bermaksud menyusahkanmu.

Tolonglah aku ....

Sakit, Ibu ....

Aku tidak tahan lagi ....

Ibu ....

Jika memang engkau tak ingin berjumpa denganku, baiklah ... aku akan pergi. Maafkan atas kelancanganku karena berada di sini tanpa izinmu. Terima kasih atas waktu yang engkau berikan. Meski sebentar, tapi aku telah merasakan kasih sayangmu, duhai Ibu.

Semoga setelah aku tak lagi di sini, Ibu selalu dilimpahi kebahagiaan. Kenanglah aku, Ibu. Kenanglah jiwaku yang telah pergi ....

Aku menyayangimu, Ibu ....

FIN

                                                  










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro