16. Menjenguk Arhan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

___HAPPY READING___

Naila melangkah bersama kebisingan malam, menyusuri jalanan macet khas ibu kota. Dengan pelastik hitam di tangan kirinya, ia berjalan menuju rumah sakit. Pandangannya fokus ke depan, dengan tatapan kosong yang terlihat memilukan. Sesekali, matanya mengerjap akibat debu kotor dari asap kendaraan jadul yang lewat.

Kakinya terus melangkah, hingga memasuki pintu kaca rumah sakit. Ia memasuki lift, menuju lantai tiga. Berlanjut, menuju ruangan tempat Arhan dirawat.

Saat pintu ruangan terbuka, Naila mengerutkan keningnya. "Vivi mana?" Kata yang terucap dari mulut Naila kemudian.

Tidak ada jawaban. Sepertinya, Darel masih tidak mood membuka mulut.

Naila melangkah masuk, ingin mendekati Darel. Tapi, langkahnya terhenti saat kakinya terasa menginjak sesuatu. Ia mengangkat kakinya, melihat ke arah tempat kakinya berpijak tadi.

"Kalung?" Naila mengambil benda berwarna emas itu, kalung dengan bandul berbentuk love.

Naila melihat lebih dalam bandul berbentuk love di tangannya. "Vivi?" Matanya melihat foto Vivi saat tak sengaja membuka bandul love itu. Matanya beralih ke samping foto Vivi, ada foto wanita paruh baya di sana.

'Apa ini ibunya Vivi? Ya, ini pasti ibunya Vivi,' batin Naila yakin. Pasalnya, wajah wanita paruh baya itu sangat mirip dengan wajah Vivi.

Naila kembali melangkah mendekati Darel. "Ke mana Vivi?" tanyanya lirih. Tangan Naila memegang lembut bahu Darel, menyadaarkannya dari lamunan.

"Vivi ke mana?" tanya Naila lagi.

Darel menggeleng sejenak, kemudian berkata, "Vivi keluar, gak tau ke mana."

"Ha?!" Refleks suara Naila keluar, terkejut atas pernyataan Darel.

Tak lama, Naila memberikan pelastik hitam di tangannya pada Darel. "Sekarang kamu makan, tunggu di sini, jangan ke mana-mana!" ucap Naila lembut, tapi penuh penekanan. "Kakak mau cari Vivi sebentar."

Setelahnya, Naila kembali keluar dari rumah sakit.

Kali ini, ada sedikit rasa semangat di dalam kekhawatiran Naila. Ya, karena sepertinya, ia sudah mengetahui rupa dari sosok ibu Vivi yang dicari. Kenapa dia tidak sadar, kalau selama ini Vivi memakai kalung?

💔💔💔

Naila perlahan membuka kelopak matanya, menyesuaikan diri dengan cahaya matahari pagi yang menembus kaca jendela. Seketika matanya membulat ketika kesadarannya sudah melekat sempurna. "Astaghfirullah, aku kesiangan." Naila bergegas bangun menuju kamar mandi.

Semalam, ia mencari Vivi hingga larut. Sayangnya, Vivi tidak ditemukan. Naila sampai di rumah sakit tepat pukul 00.30. Darel sudah terlelap saat itu, tanpa memakan makanan yang Naila belikan. Ia tidur dalam posisi duduk, dengan kepala yang diletakkan di tempat Arhan berbaring.

Masih sama, Darel masih terlelap dengan posisi yang sama dengan semalam. Naila sengaja tidak memindahkannya, ia berharap, kehadiran Darel bersama Arhan dapan membuat Arhan cepat sadar. Kata orang, ikatan keluarga itu dapat menguatkan diri, bukan?

Naila membangunkan Darel perlahan, mengajaknya melakukan ibadah yang seharusnya dilakukan sebelum matahari terbit.

"Kak Arhan," panggil Darel dengan mata yang masih terpejam.

"Arel!" Naila mengeraskan suaranya, membangunkan Darel yang malah menyebut nama kakaknya.

Mata membengkak Darel terbuka seketika, menandakan dirinya telah menangis semalaman. Hati Naila terasa meluruh melihatnya.

"Sholat Shubuh dulu, yuk, udah kesiangan."

Darel mengerjapkan matanya, memandang sekitar. Kemudian, melenggang ke kamar mandi tanpa kata.

Usai melakukan ibadah wajib, Naila mengajak Darel pulang ke rumahnya. Mereka belum makan semalaman. Sayangnya, Darel menolaknya mentah-mentah.

"Ya udah kalau kamu gak mau pulang, tapi kamu janji harus makan, ya?! Kakak bakal beli makanan lagi.

Darel masih diam membisu.

"Rel, janji sama Kakak!" ujar Naila lembut, tetapi dengan penekanan di setiap katanya.

Hening sejenak, akhirnya Darel mengeluarkan suara. "Iya." Sangat pelan, sangat singkat, tapi mampu menerbitkan senyuman di bibir Naila.

"Kalau gitu, Kakak keluar sebentar. Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!"

Di perjalanan, setelah kembali dari membeli makan, mata Naila menangkap sosok gadis kecil dengan tongkat di tangannya. "Vivi?" lirih Naila tanpa sadar. Ia segera menghampiri anak itu, memegang pundaknya dari belakang saat gadis kecil itu sudah di depan mata.

"Vivi," panggil Naila semangat, ia membuka masker yang dikenakannya.

Gadis kecil itu menoleh, menatap heran ke arah Naila. "Vivi?" Gadis kecil itu ikut membuka masker yang menutupi mulutnya.

"Eh, maaf, Dek, Kakak salah orang."

Hening sejenak, gadis itu memainkan tongkat yang ia bawa--lebih tepatnya kayu yang berbentuk rapi seperti gagang sapu. "Iya, Kak, gak papa."

"Sekali lagi maaf, ya, Dek...." Naila kembali menuju rumah sakit, Lagi-lagi dengan pelastik hitam di tangannya. Ia meninggalkan gadis kecil itu, setelah mendapat anggukan atas permintaan maafnya. Kehilangan Vivi mungkin membuatnya kurang fokus tadi, karena memang, dirinya membayangkan wajah Vivi sejak semalam.

Setelah menghabiskan makanan bersama Darel, Naila bersiap untuk melakukan pembelajaran dalam zoom. Darel kali ini masih tidak semangat belajar, menatap kosong ke arah Naila yang menjelaskan.

Aktivitas mereka masih sama seperti sebelumnya, menunggu Arhan bangun, menunggu Caca yang terbukti tidak bersalah, mencari cara membebaskan Caca, juga mencari Vivi yang entah di mana. Membosankan, melelahkan, tapi harus bagaimana lagi?

Sorenya, mereka kembali ke rumah sakit, lagi-lagi tanpa hasil.

Tapi, saat pintu ruang rawat Arhan terbuka, betapa terkejutnya Naila, melihat banyak orang di sana.

Suasana canggung terasa, karena mereka tidak saling mengenal. Bahkan, Darel yang biasanya kepo, tidak bertanya.

"Mbak'e pacarnya Arhan, ya?" tanya salah satu dari segerombolan orang itu. Jelas sekali pertanyaan itu tertuju pada Naila.

"Eh, bukan, Mas ... saya temennya."

"Kok Arhan gak bilang, ya, punya temen secantik bidadari." Orang itu kembali membalas dengan cengiran jahil, sayangnya cengiran itu langsung luntur, saat kepalanya ditoyor perempuan di sampingnya.

"Apa sih, Ra. Lo cemburu, ya?"

"Dihhh, Dito sedeng!" balasnya cukup dengan kalimat tajam. Ia sangat malas meladeni makhluk bernama Dito ini.

"Jangan galak-galak dong, Ara, nanti cakepnya ilang, lho!"

"Bodo!" Perempuan yang dipanggil Ara itu memutar bola matanya malas.

Ya, Koh Ari, Dito, Ara, Mega, dan Rizal, bos serta rekan kerja Arhan mengunjunginya. Walau Arhan baru bekerja sehari, tapi mereka tetap rekan kerja, bukan?

"Panggil saya Koh Ari'aaa, saya pemilik toko bangunan tempat Arhan kerjanya," ucap Koh Ari memperkenalkan diri, tidak lupa dengan akhiran 'aaa' khasnya.

Naila ber-oh kecil, kemudian mengangguk, memberi penghormatan.

"Aku Dito, temen kerja Arhan yang paling ganteng. Masih jomblo, lho!" Dito memperkenalkan diri tanpa diminta. Ara yang melihat Dito merubah rautnya, menjadi seperti merasa jijik.

"Apa, iri? Bilang, Bosss!" ujar Dito saat melihat tatapan Ara yang tidak suka.

"Serah lo!"

"Maaf baru sempet menjenguk Arhan. Soalnya kita juga taunya dari TV, dan kita gak tau mau ngehubungin siapa buat nyari tahu keberadaan Arhan di sini. Akhirnya, kita bisa ke sini setelah tanya-tanya ke beberapa rumah sakit." Kali ini Mega menjelaskan. Mega memang paling baik dalam hal menjelaskan di antara mereka semua.

"Eh, gak papa, kok. Kalian udah tau keadaan Arhan begini aja, saya udah seneng." Naila berujar sopan. Sayangnya, ucapan Naila membuat Dito memiliki pemahaman lain.

"Kamu beneran pacarnya Arhan, 'kan?" Entah mengapa, Dito menggunakan aku kamu ketika berbicara dengan Naila. Refleks saja, mungkin karena sikap Naila yang terlalu sopan, juga penampilannya yang solihah dengan jilbab di kepala.

"B-bukan, Mas." Mulut Naila tiba-tiba terasa kelu.

Melihat Naila yang syok, membuat Dito menghentikan niatnya untuk mendesak Naila lebih dalam.

"Kak Arhan!" Suara Darel akhirnya kembali terdengar, membuat semuanya terdiam.

💔💔💔

*

*

*

*

*

Arhan update....

Typo? Tandai dong.... Sekalian bantu krisarr.... Nanti bakal kurevisi setelah tamat...

Part ini gimana? Ringan lah yaa... Gak nyesek, gak seneng banget... Enjoyyy... Bener gak?

Spam sini yukkk....

Semoga kita menjadi orang sukses kapan pun di mana pun.....

___Thanks for Reading___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro