6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kepulan asap mengitari meja Rian dan teman-temannya, minuman berserakan nyaris habis sepenuhnya. Tapi mereka masih sibuk berbincang tanpa peduli waktu yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Sebuah panggilan terus masuk ke dalam ponsel Rian dan mengganggu kegiatan pria itu, setelah melihat nama orang yang meneleponnya adalah sang ibu. Rian akhirnya menyadari bahwa sekarang sudah sangat tengah malam.

"Eh guys, gue balik duluan ya."

"Lah, kok gitu sih! Cepet banget," keluh Vania menahan kepergian Rian. Namun, pria itu langsung menyingkirkan tangan Vania yang berada di lengannya.

"Ini udah jam 12, gue takut dimarahin."

Hampir semua teman-teman Rian tertawa saat mendengar ucapan pria itu. Memang, ini kali pertama Rian keluar sampai tengah malam dan ada rasa takut di benaknya sehingga ingin cepat pulang.

"Yaelah, lo tuh dah SMA, udah gede. Kaya anak kecil aja sih udah mau balik jam segini," ledek Max sebelum kembali menghirup rokoknya.

Rian yang masih kesal pada Max terlihat acuh dan memasang mata tajamnya. Sayangnya, hal itu tidak membuat Max takut dan malah memasang tampang menantang.

"Dahlah, pokoknya gue harus pulang. Bye."

Selama perjalanan pulang, Rian terus berdoa di dalam hati agar ibunya tidak marah. Karena jika hal itu terjadi, kemungkinan besar Rian tidak bisa pergi keluar lagi.

Sesampai di rumah, sang ibu, Bela sudah menunggu Rian di depan rumah dengan tangan yang terlipat di depan dada.

Sorot matanya terlihat sendu karena mengantuk saat menunggu Rian. "Kenapa baru pulang sekarang?"

Rian yang masih sibuk memarkir motornya tersenyum kaku. "Maaf, Bu. Tadi keasyikan cerita, jadi lupa waktu."

Bela menghela napasnya dengan pelan, dia tau apa yang Rian maksud dan tidak mau memperpanjang masalah apalagi sekarang sudah tengah malam.

"Ya udah kalau gitu. Kamu langsung tidur aja ya." Akhirnya Rian dapat bernapas lega setelah ibunya perlahan berjalan masuk ke dalam rumah. Namun, tiba-tiba Bela berhenti melangkah dan membalik tubuhnya dengan sempurna. "Kamu sudah anter Arin pulang, kan?"

Dahi Rian mengerut saat mendengar pertanyaan Bela. "Arin?"

"Loh, kan kamu tadi jalan sama Arin. Gimana sih?"

Rian yang sadar dengan apa yang ibunya maksud kemudian tertawa kecil. "Hehe, iya Bu. Udah aku anterin balik kok."

"Syukurlah. Kamu jangan ajak dia jalan-jalan sampe malem gini dong, kasian nanti dia sakit."

Nasihat Bela karena tau bagaimana kondisi Arin yang memang sejak kecil selalu sakit-sakitan.

"Iya, Bu. Tenang aja."

Sesuai apa yang Bela perintahkan, Rian langsung membaringkan tubuhnya setelah berganti pakaian tanpa mandi terlebih dahulu.

Sebelum tidur, Rian membuka ponselnya dan membaca beberapa pesan yang masuk. Dari banyak pesan itu, ada terselip pesan yang Arin kirimkan.

Arin
Mas Rian.
Mas Rian lagi ngapain?
Mas?
Mas udah tidur ya?
Yaudah deh
Good night

Pesan-pesan tersebut memang sering kali Arin kirimkan padanya. Walau tidak pernah Rian balas, perempuan itu tidak pernah gentar dan berhenti mengirim pesan.

Melupakan pesan-pesan Arin, jempol Rian membuka pesan grup yang tiba-tiba dibuat oleh Vania berisikan teman-temannya yang ikut nongkrong tadi. Selain ada percakapan di dalamnya, ada beberapa foto juga dikirim di sana.

Rian memperhatikan satu persatu foto yang ada dan memilih salah satu yang terbaik untuk dia unggah di sosial medianya. Setelah itu, Rian memutuskan untuk istirahat.

Keesokan harinya, Rian pergi ke sekolah dengan menggunakan motor. Sudah nyaris dua Minggu dia melakukan hal itu dan membuatnya tidak pergi ke sekolah dengan Arin lagi.

Saat sampai di parkiran, Rian tidak langsung pergi melainkan sibuk dengan rambutnya yang sedikit berantakan. Saat tengah sibuk, tiba-tiba sebuah motor datang dan ikut parkir di sisi motor Rian. Pria itu berhenti sejenak dan menoleh menatap pemilik motor tersebut.

"Baru datang lo?" tanya orang itu yang sebenarnya adalah Max.

Mendengar pertanyaan Max, Rian menghela napas dan bersiap untuk pergi. Sayangnya, Max menahan langkah pria tersebut dan membuatnya sedikit kesal. "Apaan sih lo!"

"Harusnya gue yang bilang gitu, lo kaya anak kecil njir. Ngambek segala," ledek Max dengan wajah tengilnya.

"Gue nggak ngambek!"

"Ya terus, kenapa muka lo gitu mulu kalo ketemu gue?"

"Nggak pa-pa," potong Rian sebelum kembali melangkah. Namun, belum jauh pria itu pergi tiba-tiba suara seseorang berhasil menyita perhatiannya untuk kembali menoleh ke belakang.

"Hai, Max. Baru dateng?" tanya Arin dengan ramah sembari berjalan mendekati Max. Keduanya kemudian asyik berbincang tanpa peduli dengan tatapan Rian yang terus memperhatikan mereka.

"Ya udah, kita langsung ke kelas aja yuk," ajak Arin karena memang sebentar lagi bel masuk sekolah akan berbunyi.

Mengetahui bahwa Arin dan Max akan berjalan ke arahnya, Rian segera pergi dan masuk ke dalam kelasnya terlebih dahulu.

Tak lama kemudian, Rian melihat Max masuk ke dalam kelas mereka. Dengan wajah bahagia, Max melangkah mendekati teman-temannya yang tengah duduk di meja Rian dan saat berdiri di depan pria tersebut. Rian langsung menarik kerah baju Max dengan kasar. "Udah gue bilang, jauhin Arin!"

"Apaan sih lo!" Max menepis tangan Rian dengan tak kalah kasar sehingga terlepas dari kerahnya dan saat keduanya nyaris baku hantam tiba-tiba guru yang mengajar datang.

"Pagi anak-anak."

Kekesalan Rian masih terus berlanjut hingga jam istirahat, pria itu mengajak Max untuk berkelahi di taman belakang sekolah dan membuat berita hangat hingga sampai ke telinga Arin.

"Apa? Rian sama Max berantem?"

Tanpa peduli dengan rasa laparnya, Arin berlari ke arah Taman dan segera mendapati Rian dan Max yang sudah berguling-guling di rerumputan. Tidak ada yang melerai keduanya sehingga membuat Arin khawatir dan berlari ke arah mereka.

"Berenti! Aku bilang berenti!" pekik Arin sembari menarik tangan Rian untuk menjauh dari Max.

"Kalian kenapa sih? Kok berantem?" tanya Arin sembari menatap keduanya bergantian. Tiba-tiba saja Rian kembali melangkah maju dan Arin mencoba menahannya. "Apaan sih, Mas! Kamu kenapa!"

"Dia duluan, Rin!" ucap Rian sembari menunjuk Max. Namun di sisi lain, Max yang mendapat tuduhan tidak terima dan melangkah maju mendekati Rian. Untungnya Arin berada di tengah mereka sehingga perkelahian tidak terulang kembali.

"Nggak ya, gue nggak ngapa-ngapain!" bantah Max dengan tegas. Arin kemudian mendorong pelan tubuh pria itu agar sedikit menjauh dari Rian. Namun, tiba-tiba sebuah tangan menarik tubuhnya ke belakang. "Lo jangan kasar dong!" pekik Max karena terkejut melihat tubuh Arin yang ditarik oleh Rian.

"Apa urusan lo sih?" tanya Rian dengan wajah menantangnya sehingga membuat amarah Max kembali tersulut.

"Anj*ng ya lo!"

Max kembali melangkah maju dan langsung ditahan oleh Arin. Dengan mata yang berairan, Arin mencoba untuk menyelesaikan permasalahan antara Rian dan Max. "Udah dong, aku capek. Kalian juga emangnya nggak malu diliatin orang-orang!"

Keduanya otomatis menatap sekitar dan memang benar, sekarang mereka menjadi pusat perhatian.

"Max, aku nggak pa-pa kok. Aku mohon, kalian berenti ya."

Perlahan Max menganggukkan kepalanya dan Arin memutuskan untuk membawa Rian pergi ke rooftop sekolah.

Sesampai di bagian paling atas itu, Arin melepaskan cengkeraman tangannya dan mencoba untuk meminta penjelasan pada Rian. "Mas kenapa berantem sama Max sih?"

"Bukan urusan lo."

"Aku tau ini bukan urusan aku, tapi gimana kalau Mas dipanggil pihak sekolah?"

Pertanyaan Arin membuat wajah Rian terangkat, dengan senyum sinisnya pria itu mengatakan, "kan ada lo? Lo pasti bisa bikin gue lepas dari semua masalah."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro