delapan belas.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tempat yang Tidak Lenyap - Perpustakaan 7B, Kaulis.

Perpustakaan itu adalah tempat yang dikepalai oleh Henrietta Lazward, orang yang namanya tidak terdapat di mana-mana.

Dari banyak informasi yang bisa Anne dan Kellan kumpulkan mengenai Henrietta Lazward adalah piawainya sebagai kepala perpustakaan di usianya yang terbilang muda. Tidak banyak pemakai sihir yang bisa bekerja di perpustakaan nomor, apalagi dipercaya untuk mengepalai satu gedung penuh arsip yang bisa saja dicuri atau diretas oleh siapa saja. Kalau ia masih hidup sekarang, mungkin dia sudah diangkat menjadi salah satu pegawai tinggi di Departemen Sihir, kira-kira begitu Anne mengambil runut karir Henrietta Lazward yang cukup cemerlang.

Kejadian sepuluh tahun yang lalu dianggap sudah merenggut nyawa sang kepala perpustakaan tersebut, walau detailnya mungkin hanya diketahui oleh Selena Hartwig dan Regina.

Hingga detik ini, Kellan tidak memikirkan adanya kesempatan untuk mencari informasi langsung pada tempatnya, bila Tower tidak menyuarakan hal itu sebelumnya.

"Kelihatan, kan, atapnya di belantara pasir?"

Kerit suara kursi rodanya terus mendecit di antara jalan setapak berpasir. Sejurus dengan imbuhannya, sebuah gedung dengan atap yang terlihat rata terlihat berdiri sendiri di antara gundukan pasir kuning kecoklatan yang sekilas terasa tak berujung. Gedung itu memiliki dua tingkat, keberadaannya sangat mencolok di antara ladang gersang, walau arsitekturnya sangat mirip dengan gedung-gedung pemerintahan yang ada di Distrik 18: beton rapat dengan sedikit jendela dengan lis hitam berjeruji silang yang selalu tertutup.

"Omong-omong, kenapa kamu berpakaian begitu, sih?"

Kellan melirik orang di belakangnya, Tower yang kini mengenakan seragam maid hitam putih. Ya, seragam maid yang sering dipertontonkan di layar besar yang menayangkan iklan-iklan acara sinetron yang mengambil latar abad renaisans. Gaun terusan lengan panjang dengan celemek. Tepi rok berenda. Sepatu pantofel hitam mengkilap. Bahkan, Tower yang semula tampil urakan dengan rambut kuncir kudanya menggerai rambut, membiarkan rambut hitamnya mengalur lembut melewati bahunya.

"Agar aku tidak terlihat mencolok~" jawabnya santai.

"Jelas-jelas sangat mencolok," Kellan mencibir. "Mana ada di masa kini orang memakai baju seperti itu dan jalan-jalan di luar?"

Ia mengedipkan sebelah mata. "Tidak ada yang akan mencurigai seorang pelayan yang membantu nona-nya, bukan?"

Poin yang terlalu valid. "Oke, terserah," Kellan menyerah. "Oh ya, apa sebaiknya aku memanggilmu? Tidak mungkin aku terus-terusan memanggilmu Tower."

Tower menengadah sejenak, berpikir. "Bagaimana kalau Aria?"

"Itu nama aslimu?"

"Entahlah?" ungkapnya polos. Kellan tak kuasa membuang nafas berat.

"Baik. Aria."

"Atas daulatmu, Nona Kellan."

"Oh, sudahlah."

Mereka berhenti tepat di depan pintu besar. Undakan tangga memaksa Tower--Aria untuk menepikan Kellan agak jauh dari pintu sebelum ia membuka pintu. Suasana luar memang penuh dengan pasir, tapi baik pintu, tangga, maupun lantai menuju ke arah lobi tidak sedikitpun berdebu.

"Bolehkah saya membopong anda, atau anda lebih ingin kursi roda itu diangkat dengan sihir pasir ke lobi utama?"

"Tolong pilihan kedua saja."

"Oh? Jadi saya benar-benar tidak boleh menjamah anda? Walaupun pacar anda tidak melihat?"

"Aria, kamu harus bersyukur karena kamu belum dipecat sebagai maid."

Aria berpura kaget, tangan kanannya dengan dramatis menutup mulutnya yang membuka lebar dan memekik. Kellan menggeleng-geleng, memang, mereka mendapat aset bagus untuk SPADE, tapi butuh waktu banyak untuk dia terbiasa dengan kelakuannya yang cukup ajaib ini.

Dengan satu jentikan jari, pasir berkumpul, berpegangan erat layaknya tali di roda-roda kursi milik Kellan. Alih-alih menjadi kaki, pasir-pasir itu menuntun dirinya melewati tangga satu persatu, tidak sekejap menerbangkannya dari sisi bawah lantai berpasir ke arah lobi.

"Jadi, tempat ini dilindungi oleh sihir yang bukan punyamu?" Kellan segera bertanya setelah kendali kursinya kembali ke tangan Aria.

"Memang Magician, kemampuan observasi anda luar biasa," pungkasnya. Ia menutup pintu di belakang mereka. "Saya hanya membuat gedung ini 'terlihat'. Selebihnya, saya tidak bisa memegang atau mengambil benda apa pun dari perpustakaan ini."

Yang pertama mereka jumpai di lobi yang kosong melompong itu adalah konter penerima tamu yang berbentuk persegi panjang. Tanda tempat antrian untuk peminjaman dan pengembalian buku berjarak terpisah dengan sebuah tali pembatas. Di dekat konter, ada satu meja panjang dengan kursi-kursi yang berantakan. Namun, Aria mempraktekkan bahwa ia tidak bisa menyentuh satu kursi pun hanya untuk merapikannya - tangannya menembus sempurna, seakan tempat itu sempurna ilusi yang bisa mereka jelajahi.

Ketika mereka berjalan agak ke dalam menuju ruangan berikutnya, rak buku mengitari mereka di mana saja. Buku-buku tersebut memiliki label yang terlalu kecil untuk Kellan baca dari jauh. Kebanyakan buku berukuran cukup sama, hampir tidak ada buku dengan jumlah halaman sedikit atau buku bersampul tipis.

Rasanya sangat membosankan berada di perpustakaan yang bukunya tidak bisa dibaca. Mungkin sudah salah untuk menaruh harap adanya satu atau dua peninggalan yang bisa ia pelajari.

"Klien lamamu tidak marah saat tahu kamu 'membuka' perpustakaan ini?"

Aria menerawang, "Kami tidak pernah bertemu lagi setelah saya memberikan golem untuk perjanjian. Kurang tahu juga kalau dia tahu saya iseng-iseng."

Kellan menaikkan alis, "Iseng?"

"Tidak ada juga yang mau jalan ke arah Kaulis setelah larangan sepuluh tahun yang lalu itu, cuma saya yang penasaran dan dua golem saya yang ingin melepas penat dari kehidupan Kota Mati yang monoton," sergahnya. "Dan ternyata ada satu bangunan yang bisa 'disusun ulang'."

"Hanya bangunan ini saja?"

Aria mengangguk. Mereka berkeliling sekali lagi sebelum akhirnya berhenti di lobi utama, mengedarkan pandang ke suasana yang tampak membeku dalam waktu. Buku-buku yang dikembalikan di konter dibiarkan tidak tersentuh. Buku yang sempat di baca di hari itu yang menghampar di meja baca di samping konter pun dibiarkan percuma begitu saja.

"Sudah puas?" tanya Aria lagi.

Kellan melihat ke arah meja untuk yang terakhir kalinya, untuk menemukan sebuah buku berukuran sedang dengan sampul biru kulit. Merasa dirinya 'tertarik' dengan sendirinya, ia mengayuh rodanya mendekati meja, mencoba memperhatikan lebih dekat.

"Ada apa, Nona?"

Kellan berusaha mengacuhkan panggilan itu, "Apa kamu bisa menyentuh buku itu?"

"Buku biru itu?"

"Ya."

Aria menggapai buku tersebut, Kellan menyaksikan bagaimana tangannya menembus percuma buku itu, bahkan hingga ke bagian bawah meja. Namun, Kellan merasakan sesuatu yang ganjil.

Ia menarik nafas dalam, tangannya terulur. Bibirnya mengeja kata-kata yang sejenak terpikirkan. "Punggawa pengetahuan yang telah mati, aku telah datang."

Dan buku itu terbang dengan sendirinya ke pangkuan Kellan, halaman pertamanya segera terbuka:

Teruntuk Regina,
Dari gurumu, Henrietta Lazward.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro