21. TRAGEDI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gara, Bos K baik-baik saja, kan?" Ina mencegat langkah Magara begitu dia keluar dari ruangan Kia. 

"Hm, iya, dia baik-baik saja. Kenapa, Mbak?" 

"Lo kena marah karena video yang kemarin?" Ina penasaran, Kia tidak cerita sama sekali soal pertemuan keluarga Sudirja. Bahkan nasib kafe sekarang dia tidak tahu sama sekali. 

"Sedikit. Biasalah, Bos K kan mau semuanya sempurna." Magara tidak bohong, benar kan, kemarin dia disemprot Kia gara-gara ada tambahan scene di mana Kia sedang menggambar. 

"Gue khawatir sebenarnya, tapi nggak berani tanya. Lo yakin Kia baik-baik saja?" 

Magara menghela napas sambil menatap prihatin seniornya itu. "Mendingan sekarang Mbak Ina samperin Mbak Kia, terus ngobrol. Dia pasti seneng dapet support dari sahabatnya." 

"Ya, gue juga tahu kalo dia bakal lebih seneng dapet dukungan dari pacar tercintanya ini," bisik Ina lalu pandangannya menyapu sekitar, memastikan tidak ada yang mendengar kalimatnya.

"Ha? Maksud Mbak Ina, apa?" Magara pura-pura kaget dan tidak mengerti maksud perkataan Ina. 

"Gue udah tahu rahasia kalian. Agak sedih sih, tapi gue bahagia buat kalian berdua." Ina menyingkir menuju kantor Kia. Dan tak lama, tawa dan canda terdengar heboh di sana. 

Magara reflek ikut tersenyum. Tunggu! Ternyata Ina tahu soal hubungannya dengan Kia. Apa sandiwara mereka kurang bagus? Lalu siapa lagi yang tahu. 

Kayaknya tanpa gue kasih tahu, dia bakal tahu sendiri. Mbak Ina mana bisa nyimpen rahasia dari sahabatnya. 

***

Bian Sudirja, adalah anak sulung dari keturunan Sudirja. Hanya dua orang putra kandung sebagai pewaris sah, Bian dan Ryan. Bian mendapat didikan sangat keras dari ayahnya. Sedangkan Ryan lebih sering membangkang. Sehingga saat ayah merek meninggal karena serangan jantung, Bian mengambil tanggung jawab di perusahaan sekaligus melinsungi Ryan, adik satu-satunya. 

Tetapi didikan Bian ke Ryan sekeras disikan Sudirja, jadi Ryan menganggap kakaknya tidak pernah menyukai kehadirannya. Masa lalu yang keras ternyata tidak sekeras masa sekarang. 

"Pak Bian, saya menemukan fakta baru tentang Satya." Asisten pribadi Bian datang dengan berkas dari HRD perusahaan dan fakta dari lapangan. 

"Ternyata dugaanku benar. Satya ini nggak bener orangnya." Bian membaca lagi berkas dan semua bukti di mejanya. Ada rasa tidak percaya tetapi dengan kejadian tempo hari, Bian menduga Satya punya rencana besar di balik lamarannya. 

"Benar, Pak. Saya menduga ada kemungkinan dia mau balas dendam karena ayahnya dipecat waktu itu." 

"Coba hubungi Ryan, buat janji buat ketemuan. Secepatnya, ya." 

"Baik, Pak! Oiya, info terbaru Satya sudah diberhentikan dengan pesangon lumayan besar." 

Bian tahu Ryan punya alasan, sampai dia mau merogoh kantong lumayan dalam untuk pesangon Satya. Aargh, sialnya dia belum tahu jati diri Satya yang sebenarnya. Bian punya firasat buruk. Alih-alih menunggu asistenya membuat janji, dia minta disiapkan mobil dan pesawat pribadi. Hari ini juga dia harus menemui adiknya. 

Dalam perjalanan Bian kirim pesan berikut semua fakta tentang Satya. Setelahnya dia berharap Ryan bisa bergerak cepat. 

Di tempat lain, Satya baru sampai di rumah lamanya. Dia mengambil beberapa barang milik mendiang sang ayah dan bajunya. Karena rencana awalnya gagal, dia terpaksa bertindak lebih jauh. Sebagai anak dia menganggap Kia juga tidak berhak bahagia. Orang terpenting Kia saat ini adalah Magara. Dia lah sasaran Satya sebelum menuju sasaran yang sebenarnya. 

Kafe sudah bersih dan bersiap pulang. Hari itu Kia mengundang Magara ke apartemennya, tidak hanya berdua tetapi bersama Ina dan pasangannya juga. Kia cuti sehingga bisa menyiapkan menu makan malam. 

"Gara, gue tunggu di apartemen, ya. Hati-hati, jangan lupa pastikan semua dikunci." Ina mengingatkan juniornya lagi lalu segera bergegas menghampiri pacarnya. 

"Ok, Mbak! Kangan dihabisin jatah gue, ya!" 

"Lo kira gue serakus itu?" 

"Mungkin?" 

"Sialan, lo!" 

Ina berangkat meninggalkan Magara seorang diri. Security tadi pamit sebentar beli kopi, sekembalinya dia nanti Magara bisa langsung pergi. 

Setelah memastikan semua aman terkunci, Magara menunggu di atas motornya. Dia tak menyadari ada yang mengintai sejak keberangkatan Ina. Suasana sepi dan security belum datang, membuat orang yang memakai masker serta pakaian serba hitam keluar dari persembunyian. Dengan gerakan cepat dan tanpa suara, orang misterius itu mendekati Magara. 

Tak ada kesempatan bagi Magara menghindar saat sebilah pisau menusuk perutnya. 

"Sakitkah? Lo cuma jadi penghalang rencana gue. Jadi lo harus mati." Pelaku jelas tak kenal takut dan menganggap tidakannya ini hal yang normal. 

Magara masih bisa berdiri meskipun tenaganya mulai terkuras. Satu tangan memegang pisau yang masih tertancap, satu tangan lagi mencengkeram jaket pelaku. Darah mengalir deras, dengan satu hentakan dari pelaku membuat cengkeraman Magara terlepas. 

"Gu-gue tahu siapa lo. Satya." 

Pelaku tampak terkejut, tetapi dengan cepat tatapan itu kembali normal. Bahkan tawanya muncul berbarengan dengan tangannya yang menusuk lebih dalam. 

Magara roboh. Sebentar lagi security akan datang. Dia harus bisa bertahan demi mencegah Satya pergi. 

"Lo pengecut, Sat." Kalimat Magara terhenti, napasnya tersengal. Dengan sisa tenaga dia menahan kaki Satya. Pelaku memang memakai masker, tapi siapa lagi. Dia orang terdekat Kia, dan Satya sudah mengawasi mereka lama. Mustahil kalau dugaannya salah. 

"Ya, gue pengecut nggak dari dulu lakuin ini. Pisau ini harusnya bukan nusuk lo, tapi Sudirja. Sayang dia sudah mampus duluan. Jadi, sasarannya berubah. Tenang, sebentar lagi pacar lo nyusul. Lo nggak sendirian dikubur." 

"Jangan sentuh, Kia, Brengsek!" Pandangan Magara mulai kabur, tenaganya makin melemah. 

Nggak bisa gini. Gue nggak boleh pingsan. Ayolah, Ga, tahan dikit lagi. Demi Kia, demi mimpi kalian. Magara tak mampu menekan lukanya supaya tidak banyak darah keluar. 

Tak lama ada mobil datang, seorang perempuan keluar. Dan dia tidak sendirian. Satya panik, dia akan kabur, tapi tertahan oleh cengkeraman Magara. 

"Lepasin gue!" Satya berusaha melepaskan kakinya. 

"Enggak! Sudah cukup, Sat." Sekuat mungkin Magara mencegah Satya pergi. 

Satya menarik kakinya sekencang dia bisa. Tetapi usaha Magara tidak bisa disepelekan, terpaksa Satya menendang perut Magara yang tertusuk, usahanya berhasil. Kakinya terlepas. 

Bersambung

Pecah, bener. Kacau! Nekat Satya, nih! Magara terpaksa jadi sasaran. Gimana dengan Kia?

See you next ya, Guys. Thank you for reading.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro