Rasa Rindu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 24 Rasa Rindu

“ Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi seorang yang engkau benci. Dan bencilah orang yang engkau benci sewjarnya saja karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi kekasihmu.” (HR At-Tirmidzi)

"Jadi... Apa benar Alisha telah menjadi pilihanmu?" tanya Fahri membuka obrolan.

Adam menganggukkan kepalanya perlahan. "Itu benar, Bang."

"Tolong beri tahu aku satu alasan saja mengapa kamu memilih Alisha?" tanya Fahri menyelidik.

Adam menggelengkan kepalanya perlahan. "Aku tak memiliki alasan khusus, Bang. Hanya saja aku melihat dia adalah wanita yang baik dan yang ku cari selama ini."

Fahri mencebikkan bibirnya. "Ckk, Itu saja tidak cukup Dam!"

"Kau ini pria mapan, tampan dan insyaallah akan mudah jika kamu ingin mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari Alisha," kelakar Fahri.

"Lupakan dia Dam! Urungkan niatanmu itu!" ucap Fahri yang membuat semuanya semakin pelik.

Adam terdiam, mencoba berpikir sejenak. "Tapi aku tidak bisa Bang," bantah Adam.

"Tak bisa kenapa?" tanya Fahri dengan suara agam meninggi.

"Aku tak bisa melupakannya Bang," kelit Adam yang bimbang.

"Hei! Kamu bukan anak ABG, Dam! Kamu bisa melupakannya jika kamu mau. Banyak cara melupakannya, Tenanglah!"

"Coba kamu lebih mendekatkan diri kepada Allah, jangan temui atau menghubungi Alisha dulu. Aku rasa itu bukan hal yang sulit." Fahri memberi ini siatip kepada Adam.

Adam bungkam, ia sama sekali tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia bimbang, di satu sisi Fahri benar tapi di sisi lain ia sangat menginginkan Alisha.

"Aku harus bagaimana ini?" ucap Adam lirih.

Di tempat lain Alisha sedang belajar memasak dengan sang ibu. Mereka terlihat asik berbincang dengan ke dua tangan mereka yang lihai dengan peralatan dapur.

"Ma, cobain dulu deh? Ini sudah pas apa belum menurut mama?" tanya Alisha sembari menyodorkan sesendok kuah sayur untuk diicip.

Maria menerima sendok tersebut lalu mencicipi rasanya. "Enak kok," ucap sang ibu sembari mengangguk anggukkan kepalanya mengerti.

"Beneran?" tanya Alisha memastikan.

Maria mengangguk anggukkan kepala. "Ini enak banget malah."

"Berarti Alisha berhasil ya, Ma?" ucap Alisha sembari terkekeh.

"Berhasil Sayang." Maria bangga melihat sang putri yang antusias.

Adam menuruti saran Fahri. Ia mencari ketenangan hati, selama sebulan dia menginap di pesantren.

"Bu, Adam ingin meminta ijin sama ibu," ucap Adam hati-hati.

"Iji untuk apa, Dam?" Siti mengernyitkan dahinya.

"Selama satu bulan ini Adam mau tinggal di pesantren dulu," jelas Adam.

"Pesantren?" ulang Siti heran.

Adam mengangguk sebagai jawaban. "Iya Bu pesantren."

"Tapi untuk apa Dam? Maksud ibu mengapa tiba-tiba kamu ingin menginap di pesantren?"

"Apakah kamu ada masalah yang besar?" cecar sang ibu seoalah mengerti kebiasaan sang putra.

"Tidak, Bu. Adam hanya ingin memantapkan hati saja kok," jelas Adam kemudian.

Siti menganggukkan kepalanya tanda ia menyetujui permintaan Adam. Di hari berikutnya Adam sudah mulai menginap di pesantren. Setiap hari sang ibu mengirimi Adam makanan karena letak pesantren yang tidak terlalu jauh dari rumah.

"Terima kasih Bu," ucap Adam tersenyum tipis.

"Sama-sama nak, makanlah yang banyak. Kamu terlihat sedikit lebih kurus sekarang."

"Benarkah?"

Sang ibu mengangguk pelan. "Apakah pikiranmu sedang kacau nak? tanya Siti kemudian.

"Tidak Bu, mungkin karena Adam terlalu banyak beraktifitas," ucap Adam tak ingin membuat sang ibu khawatir kepadanya.

Siti mengusap lembut pipi sang putra yang terlihat lebih tirus. Ia lalu tersenyum memandanginya.

"Apapun yang sedang terjadi padamu, sebesar apapun masalahmu ibu yakin kamu bisa melaluinya dengan baik Dam. Teruslah berdoa meminta pertolongan kepada Allah karena Allah lah yang akan membimbing dan membantumu," pesan sang ibu.

Adam mengangguk dengan pelan. "Iya bu, Adam akan selalu meminta pertolongan kepada Allah."

"Ya sudah, ibu pulang dulu ya. Kamu baik-baik di sini. Selesaikan masalahmu dengan baik nak," nasehat Siti sebelum ia pergi.

"Iya bu."

Adam mengantar Siti keluar ruangan hingga ke depan pesantren. Ia mencium punggung tangan sang ibu dengan sayang lalu melambaikan tangan.

"Ibu pulang dulu Dam, Assalamu'alaikum."

"Walaikum salam," jawab Adam lembut.

Sudah sebulan ini Alisha tak bisa menghubungi Adam. Pun dengan tempat kerja Adam yang seolah bungkam jika ditanya perihal Adam.

"Huhhh," desis Alisha pelan. Alisha bingung harus mencari kemana dan bertanya kepada siapa tentang keberadaan Adam. Ia menyetir mobilnya pelan sambil terus berfikir.

"Aku cari dimana dia?"

Alisha menepuk jidatnya pelan. Ia mengingat suatu hal. "Ahh iya, sebaiknya aku tanya Fira saja. Dia pasti mau bantuin aku," gumam Alisha sembari manggut manggut meyakinkan dirinya sendiri.

Alisha menepikan mobilnya, ia mengambil ponsel dari tas lalu membuka kunci layar dan mendial nomor "Fira".

Drrrrt drrrrt drrrt

Alisha is calling

Fira segera menyambar ponselnya begitu melihat nama Alisha tertera di sana. Ia menggeser tombol gulir warna hijau lalu menyelipkan ponselnya ke kerudung agar ponsel menempel di telinganya.

" Assalamualaikum," sapa Fira. Ia menghentikan aktifitas mencuci piringnya lalu mengelap ke dua tangannya dan berjalan ke arah meja makan untuk mencari tempat duduk.

"Walaikum salam," sahut Alisha.

"Hallo, Sha kenapa?" tanya Fira dari seberang sana.

"Emmm Fir kamu ada di rumah enggak?"

"Ada dong, kan libur kuliah."

"Sibuk enggak?" tanya Alisha lagi.

"Enggak kok, kenapa memangnya?" tanya Fira kemudian.

"Enggak apa-apa, aku mau mampir ke rumahmu. Ada beberapa hal yang mau aku omongin sih sama kamu," jelas Alisha.

"Ya sudah sih, main saja ke sini."

"Oke, kalau gitu gue on the way dulu ya? Assalamualaikum."

"Walaikum salam."

"Bip..." suara panggilan terputus.

Alisha menyimpan ponselnya ke dalam tas lalu melajukan kembali mobilnya menuju rumah Fira.

"Bismillah, semoga saja Fira tau keberadaan Adam," batin Alisha.

Di lain tempat Adam sedang merenung di dekat jendela. Saat ini ia sedang memikirkan Alisha. Sedang apa Alisha? Bagaimana keadaannya? Apakah ia baik-baik saja? Entah mengapa membayangkan wajah Alisha menangis membuat hati Adam terasa sakit. Seperti ada rasa ketidakrelaan yang besar di hati Adam. Adam menyadari jika Alisha memang telah berhasil merajai otak dan hatinya saat ini.

"Astagfirullah...." Adam mengusap wajahnya kasar lalu berjalan mengambil wudhu hendak sholat untuk meminta petunjuk kepada Allah.

Bersambung....

Wohaaaa...

Gimana menurut kalian?

Kira-kira apa yang terjadi selanjutnya ya?
Sangat menegangkan!
Kira-kira Fira bakal kasih tau Alisha enggak ya? Terus... terus menurut klean Adam bakal tahan gak sih? Melawan rindunya?
Sumpil author Sha gemes banget nih sama mereka.
Cekidot pantengin terus ya!

Jangan lupa Vote dan komen!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro