Bab 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

Fabian seperti kebanyakan orang yang sedang jatuh cinta, hasrat ingin berjumpa dengan pujaaan hati terus berdegub didada. Rasa rindu Fabian yang sudah tak terbendung, jika di ibaratkan dengan sebuah waduk, pasti tanggulnya sudah jebol karena dorongan rindu yang sudah meluap-luap. Jarak Jakarta-Bandung pun ditempuhnya hanya untuk bertemu dengan Kara, untuk sekedar mengobati rasa rindu dengan senyumannya yang semakin hari semakin membuat candu. Fabian berencana menjemput Kara pulang dari sekolah untuk jalan dan menghabiskan waktu bersama. Kara yang sedang dalam ruangan kelas terkejut dengan bunyi dari telefonnya, semua mata tertuju pada Kara, tak terkecuali Guru yang sedang mengajar. Dengan muka malu karena semua tatapan tertuju padanya, Kara mengangkat tangannya meminta izin kepada guru untuk mengangkat telfon. Kemudian Kara keluar meningalkan ruangan kelas dengan perasaan dag dig dug karena tersemat nama Fabian di telfonnya. 

"Hallo Kak Ian, Ada apa?" ucap Kara dengan sedikit terbatah-batah,

"Aku rindu," ucap Fabian dengan sedikit merayu

"Ah Kak Ian bisa aja," Kara tersipu malu.

"Pulang sekolah nanti aku jemput ya, ini perintah bukan permintaan, jadi nggak boleh nolak," ucap Fabian dengan sedikit memaksa.

"Mau ke mana, Kak?" jawab Kara kebingungan.

"Kemananya kamu tidak perlu tau, yang perlu kamu tau pasti nanti kamu bahagia" , jawab Fabian

"Iya Kak, Kara mau," ucap kara dengan raut muka tersipu malu.

"Sampai bertemu nanti, ingat fokus belajar, mikirin aku nya nanti he he," ucap Fabian dan langsung mematikan telepon.

Fabian datang ke Bandung dengan mengendarai roda empat, kurang romantis rasanya jika first date mengunakan mobil, karena masih ada perseneling yang menjadi pemisah. Fabian kemudian mendatangi Rifki untuk bertukar kendaraannya dengan roda dua milik Rifki. Rifki mengiyakan, namun Rifki hanya memiliki satu buah helm saja, Fabian kemudian membeli satu buah helm lagi untuk dipakai Kara.

Cahaya siang mulai memudar berganti bias senja yang bersinar. Fabian  menuju ke sekolah Kara mengendarai sepeda motor milik Rifki dengan perasaan yang tak sabar ingin berjumpa dengan wanita yang akhir-akhir ini menjadi biang lala di pikirannya. Lonceng sekolah berbunyi pertanda sekolah sudah usai. Siswa siswi pada berhamburan keluar sekolah, mata Fabian langsung tertuju kepada satu wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Kara. Kara terlihat menengok kanan kiri mencari Fabian.

"Selamat sore, dengan kak Kara?" celetuk Fabian.

"Kak Ian. Loh ini kan motor aa Rifki?" sapa Kara.

"Iya sengaja lagi pengen pakai motor, siapa tau dapet peluk he he," celetuk Fabian.

"Sudah siap berbahagia hari ini?" lanjut Fabian.

"Siap dong kak Ian," ucap kara dengan senyum tipis.

"Pakai helm dulu nih, ini asset negara khusus untuk calon Ibu Negara," celetuk Fabian sambil memberikan helm kepada Kara.

Fabian dan Kara berjalan menaiki motor menyusuri jalanan Bandung sambil menyelinap kendaraan lain menuju Bandung Indah Plaza. Malu-malu kucing Kara dibonceng Fabian karena ini baru pertama kali Kara dan Fabian jalan berdua. Perasaan Kara dag dig dug selama perjalanan tapi ditutupi dengan wajah senyum Kara. Tiba-tiba Fabian tertawa tanpa sebab yang membuat Kara terheran-heran.

"Kak Ian kenapa ketawa-ketawa sendiri?" tanya Kara.

"Senang," jawab Fabian singkat.

"Kenapa?" balas Kara.

"Aku baru menemukan pesona Bandung yang tersembunyi?" jelas Fabian.

"Apa emangnya?" tanya Kara.

Kemudian Fabian mengarahkan sepion motornya kearah wajah Kara, seketika wajah Kara berubah menjadi merah.

"Kak Ian, apaan, sih," jawab Kara sambil senyum-senyum.

Ternyata senyumanmu lebih indah dari pagi

Pagi yang dipenuhi dengan kabut

kabut yang membuat jarak pandanganku hanya sebatas senyumanmu

tidak boleh ada yang mengambil alih senyuman mu kecuali aku

****

Fabian dan Kara tiba di BIP, Fabian langsung mengajak Kara untuk menonton film romance yang ceritanya berawal dari persahabatan kemudian timbul kenyamanan yang berujung di pelaminan. Insan mana yang tidak mau kisah cinta dari seorang sahabat kemudian berlanjut ke sebuah upacara suci yang sering disebut Akad. sembari menonton film, Fabian berbisik kepada Kara.

"Bolehkah aku meminjam bahumu untuk dua menit saja?" tanya Fabian.

Kara mengangukkan kepalanya tanda menyetujui permintaan Fabian. Kepala Fabian langsung menyender di bahu Kara. Saat itu juga detak jantung Kara berdegub kencang, sambil sesekali Kara melihat Fabian yang merasa nyaman berada di bahunya, Kara mulai berpikir kenapa sih laki-laki ini selalu berhasil membuat tersipu sampai membisu. Mulai dari situ Kara tidak lagi fokus terhadap film yang sedang tayang di depan, yang ada difikirannya hanyalah Fabian yang sedang menyender di bahunya. 2 menit berlalu sambil melihat jam Fabian bangun dari bahu Kara.

"Udah dua menit nih, makasih ya udah bersedia meminjamkan bahumu, emm boleh nambah nggak?" ucap Fabian.

Kara tambah salah tingkah dibuat oleh Fabian, seperti mengalir saja mengikuti alur yang Fabian berikan. Selesai menonton film Fabian mengajak Kara untuk berkeliling kota Bandung, untuk sekedar menikmati keindahan kota ketika malam telah tiba sembari mengantarkan Kara ke rumahnya. Dengan mengendarai sepeda motor melewati jalanan Bandung yang basah setelah diguyur hujan, ditambah dinginnya angin malam menambah suasana menjadi lebih syahdu.

            "Kar di depan ada polisi tuh, aku takut kita ditangkap," ucap Fabian sambil menengok Kara yang sedang menikmati suasana.

"Kenapa gitu? Kan kita taat aturan," jawab Kara.

"Ada satu aturan yang belum kita taati, kamu belum peluk aku," ucap Fabian.

"Kak Ian...," ucap Kara sedikit kesal.

"Ya udah untuk alasan kemanan penumpang, maka kendaraan ini terpaksa saya berhentikan. Takut ditangkap polisi," ucap Fabian sedikit mengoda.

Tak lama kemudian Fabian memingarkan motornya dan berhenti di pinggir jalan.

"Kak Ian, ihhh ayo jalan lagi," ucap Kara sambil memukul pelan Fabian.

"Sebagai warga negara yang baik, saya tidak mau melangar aturan, apalagi yang mengancam keselamatan," jelas Fabian.

Kara yang awalnya ragu kemudian mengalah lalu memeluk Fabian.

"Nah gitu dong," Fabian tersenyum bangga.

Motor Fabian kembali mengaspal, Fabian  merasa memenangkan situasi. Begitulah Fabian, selalu memiliki cara tersendiri perihal mewujudkan segala hal yang ia inginkan, terlebih memenangkan perjuangan hati, ia tak akan menyerah sama sekali. Motor Fabian melaju pelan menikmati situasi damai dan dinginnya malam kota kembang. Sambil sesekali melirik Kara dari sepion yang terlihat mulai nyaman berada dipundaknya.

"Kar, Katanya kamu ingin jadi dokter?" tanya Fabian.

"Iya kak, menjadi dokter adalah impianku sejak dulu, tapi kayaknya engga mungkin deh," jawab Kara.

"Kenapa?" tanya Fabian.

"Kondisi keluargaku tidak memungkinkan untuk mencapai semua itu," jelas Kara.

"Kalau dipikir-pikir aku juga tidak akan bisa mencapai kondisi sekarang ini jika melihat kondisi keluargaku saat itu. Sebenarnya kondisi keluarga itu bukan sebuah masalah, intinya berusahalah dengan apa yang kamu inginkan," tegas Fabian.

"Rumit kak," keluh Kara.

"Buat apa aku ada di sini? Aku akan selalu ada untuk kamu yang sekarang dan untuk masa depan kamu," jelas Fabian.

"Baik kak, aku akan mengejar impianku menjadi dokter asalkan Kak Ian berdamai dengan ayah kak Ian," jawab Kara.

"Mungkin bisa," jawab Fabian singkat.

"Mungkin?" tanya Kara.

"Iya, mungkin bisa berdamai dengan Ayah jika terus sama kamu," jawab Fabian.

"Kalau begitu aku juga akan mengejar impianku jika terus sama Kak Ian," jelas Kara.

Percakapan mereka ditutup dengan pelukan erat dari Kara. Motor Fabian kemudian melaju menerobos dinginnya malam dengan perasaan lega bisa bercerita dan menghabiskan waktu bersama Kara. Sesuatu hal yang spesial bisa berbicara lebih dalam dengan orang yang sedang Fabian sayang. Hubungan Fabian dan Kara yang semakin dekat, menjalin kemistri yang semakin pekat, memberikan peluang lebih untuk Fabian menjadi penghuni di relung hati Kara.

****
To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro