frekuensi:

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng







"jen, motor lo mana?"

"dijual."

ekpresi Athlas jauh lebih lebih terkejut dari dugaan jeno sendiri, segelas kopi americano dengan 7 shoot ekpreso yang sudah masuk mulut athlas bahkan sampai-sampai tersembur keluar. hampir saja kaos biru muda jeno tercipratan nodanya, untung saja dirinya menghindar secepat mungkin.

melihat respon athlas yang begitu dramatisir keadaan, bibir jeno mencibir. "gausah lebay, gue jual motor bukan jual ginjal."

athlas tidak terima, barangkali kefudukan motor sudah lebih penting dari organ menyerap racun pada tubuh. "SI GAGAK KAN? ANJING LO KOK JAHAT BANGET? DIA KAN YANG NEMENIN LO DARI DULU ANJING NONO!" ujarnya nyaris berteriak, nyaris memberikan pengumuman pada tongkrongan kampus persoalan si gagak hitam, motor vario 125 yang jeno beli dari satpam rumah athlas saat mereka masih sma, kini telah resmi terjual begitu saja tampa pamit--maksudnya athlas si gagak sudah dia anggap anaknya juga--anak tiri.

yang pakai kaos biru muda hanya membenarkan tata letak masker hitamnya. "ibu gua juga udah nemenin gua dari dulu."balasnya santai. "btw bawa parfum ga? bagi." tanyanya lagi

athlas masih menganga, mulutnya terbuka tidak bisa mencerna hal ini dalam beberapa detik. "loh ibu lo kenapa?bukanya udah sembuhh? kan lo udah kerja, punya duit lah, gak harus sampai ngorbanin si gagak." lalu athlas menyodorkan tas hitamnya yang tipis, hanya berisi satu buku tulia dan satu pulpen berharga 7 juta, juga parfum dari merek ternama.

memang perkataan athlas ada benarnya, jeno sudah kerja, tapi ia bekerja untuk menambah biaya keperluanya sehari-hari--juga keperluan rumah seperti alat bersihh bersih yang rusak atau panci yang gagangnya patah. biaya seperti obat ibunya diluar uang pegangan jeno, belum lagi ibunya harus di opname akibat kekurangan daraah yang drastis, kelelahan yang begitu parah hingga merusak pasokan darah milik ibunya, jeno masih bersyukur ibunya tidak pingsan saat bekerja. masalah keuangan semakin diperumit oleh Hardian yang baru saja masuk kuliah, uang dari gaji ayahnya sudah teralirkan kesana, untuk biaya tak terduga seperti hal ini maka jeno yang harus mengalah secepatnya, iya secepatnya sebelum hardian yang berfikir pendek itu mulai merasa bersalah dan menolak untuk berkuliah.

"terus lo pake apaaa anjinggg jenoo? lo kira kampus cuman lima langkah dari rumah lo? kalau nongkrong gitu gimana?"desak athlas tidak mengerti, yang terlahir di dalam castle berlapis emas tidak akan mengerti tentang hal ini.

"ada transjakarta, lo kira ini kota apaan sih, goblok."

athlas melepas topi putihnya frustasi, berkaca pingang di depan jeno. "YA TERUS KALAU MAU DATE SAMA SILVI NAIK APA?"

dalam beberapa detik, jeno baru ingat soal perempuan medok yang punya paras jelita, anak jurusan seni yang katanya kembang desanya jurusan bebas itu, tidak lain pacarnya setelah yang puan mendesaknya untuk menerima ajakan pacaran selama 5 bulan, jeno sudah berulang kali tegas untuk menolaknya tapi teman-teman tongkronganya memaksanya untuk menerimanya, katanya silvi puan baik-baik, tidak melihat dari harta seperti perempuan cantik jakarta lainya. sebenarnya jeno gak mempermasalahin soal puan yang melihat laki-laki dari isi dompetnya, kebutuhan mereka banyak, jeno paham, makanya ia selalu menghindari urusan percintaan seperti itu, melihat teman-temanya mengeluarkan uang sampai 2 juta untuk sekali jalan membuat perut jeno mules, kepalanya pusing, darahnya seolah mengalir terbalik, intinya jeno tidak bisa memikirkanya.

"kayaknya gua di putusin, kemarin chaos banget jadi gua lupa chek hape seeminguan--oh iya bener gua di putusin, kata hardian ada chat panjang lebar dari silvi."

"jen...."

"gua udah bilang, las. gua gak bisa."

sahabatnya dari smp itu menghela nafas panjang, Athlas kembali duduk di bangku sambil menyisir rambutnya putus asa. "jeno lo sadar gak sih kalau lo tuh depresi? gue tuh mau bantu lo nafas sejenak dengan having fun, dunia ini tuh luas, please stop nutup diri dari orang-orang dan ngerasa kalau lo tuh gak worth it karena duit lo dikit. lo ganteng bisa main-main sama cewe, having sex, drug, clubbing, ayo kabur bentar. lo punya gue Jeno, gausah ngerasa stress gue bisa jamin abis lulus lo bakal kerja di kantor bokap gue. at least kalau lo gak sayang sama Silvi, you still use her, right? bawa ke kamar."

bibir tipis jeno mulai tertarik hingga matanya menyipit seperti sang purnama.

"kuatin rahang lo, Las. Gua mau nonjok muka lo sekali."



































































































lampu-lampu temaram muncul, papan papan reklame besar yang menyorot mata, bintik cahaya satu dua mulai terlihat dari gedung-gedung tinggi, cahaya buram dari kendaraan juga ikut menyumbangkan cahayanya. Jakarta kota padat 24 jam itu setidaknya masih punya kebangaanya saat malam hari, bintang bintang alami.

Jeno menyenderkan tubuhnya pada taing besi halte busway, telinganya di sumpel earphone kabel yang panjang menjuntai hingga masuk ke dalam sakunya, tempat ponselnya bertengger. manusia ramai padat mengisi halte besar tempat bus bus transite, ramai-ramai mereka mengantri, semuanya sibuk punya tujuanya masing-masing. ada yang menunggu sambil bermain stumble, mengobrol dengan temanya, memainkan sosmednya, semuanya terlihat oleh jeno yang diberikan tubuh yang tinggi oleh tuhan, oh ada juga yang mencopet diam-diam. jeno sejujurnya ingin menolongnya tapi melihat yang mencopet adalah si cungkring, temanya hardian, jeno mengurungkan niatnya, nanti saja ia bilang ke adiknya supaya menegornya langsung.

oh selain itu, mata jeno juga menangkap perempuan dengan almet kampus yang sama denganya. kalau jeno tidak salah lihat, itu adalah Ann, anak perempuan dari bu Adeline yang punya laundry di jalan besar. malang sekali Ann, tubuhnya yang kecil terhimpit himpit oleh rombongan busway yang baru saja keluar dari arah BKN, ramai hingga membuat perempuan itu terdorong dorong mengikuti arus, mencibir tapi tetap terdorong oleh rombongan manusia yang buru buru mengantri di arah lainya.

tampa sadar, jeno tertawa kecil. kasihan, jeno jadi bersyukur jika ia terlahir laki-laki dengan gen yang tinggi berkat Oppa nyya, walau sejujurnya hardian lebih serakah dari pada dirinya. mata jeno kembali memperhatikan gadis yang wajahnya menubruk tas bapa-bapak di hadapanya, alisnya menukik marah sambil menoleh ke belakang--tersangka yang mendorong tubuhnya, oke siapa yang menganggapnya serius jika marahnya saja seperti itu?

jeno lagi-lagi terkekeh menahan tawanya menjadi lebih besar. ia sejujurnya ingin menikmati kejadian lucu itu dari jauh, ia tidak berniat menghampiri sebab ia tidak begitu dekat dengan perempuan itu. tidak akan pernah juga. tapi sialnya, Ann terlalu peka oleh sekitar. ketika mata jeno masih memperhatikan gadis itu sambil terkekeh, Ann malah memandangnya balik dengan tanda tanya, matanya menyipit berusaha memastikan bahwa dirinya tidak salah lihat.

tawa jeno pupus, dirinya mendadak panik hingga memalingkan wajahnya, membenarkan posisi berdirinya sambil memaki tindakan konyolnya barusan.

"JENO!"

adduh, segala di panggil. jeno pura-pura baru melihat gadis itu, alisnya naik hingga tanganya terangkat. "oh?Hai!" balasnya tampa suara.

"MAU KEMANA?!"

jeno asal menunjuk arah, "kesitu" balasnya tampa suara.

"OH, HATI-HATI JEN! BANYAK COPET!"

.........

mungkin tukang copet di sekitar Ann sudah panik duluan merasa tertuduh. apalagi si cungkring yang gelagapan panik serta dua temanya yang membelak kabur dari kerumunan.

"hati-hati juga."balas jeno dengan suara kecil, tapi sepertinya yang di hati-hatikan sudah tidak bisa mendengarnya, Ann sudah terdorong arus memasuki busway begitu bus datang dan membuka pintu. dirinya hilang terbawa ramai-ramai masuk, mata jeno kembali menyipit tajam memandang kaca busway untuk mencari keberadaanya. mudah saja ternyata, Ann mendapat tempat duduk dekat kaca, perempuan itu melambaikan tanganya pada jeno dengan semangat, rambutnya yang di kuncir kuda tadi sudah merosot mungkin akibat masuk ke busway harus penuh perjuangan untuk tubuh sekecil itu.

Ann kembali membuka mulutnya, membuat gerakan bibirnya sejelas mungkin untuk jeno tangkap pesanya.

"pulangnya jangan malem-malem."

"hati-hati."

bibir jeno tersenyum dengan dalam, saking dalamnya hingga matanya tertutup akibat ikut tersenyum. Jantungnya berdebar dengan ria, mempunyai teman satu daerah rumah memang asik, solidaritasnya tinggi. Walau sejujurnya ia dan Ann beda desa juga sih, tapi jeno masih kenal dengan Ann yang pernah satu SMP denganya.

bus yang Ann tumpangi mulai melaju dengan perlahan, Gadis itu melambaikan tanganya dengan cepat ke arah jeno dengan tersenyum ceria seolah battery energinya masih tersisa banyak. diantara seluruh kerumunan yang bewarna abu-abu, aneh juga Ann masih bisa berekpresif mengeluarkan ekpresinya yang bewarna.

pikiran jeno harus terpaksa teralihkan akibat notifikasi whatsapp yang masuk ke ponselnya, menjeda lagu yang ia sedang dengerkan sejak tadi.

Hardian
Bang, gausah beli beras
Udah aku beli di warungnya cakala
Gratis bang,
Rejeki 😎

Jeno:
Beneran?
Udah bilang maksih belum ke tantenya?
bilangin besok abang bayar aja
Nant abang wa cakala
Gak enak di kasih mulu

Hardian
Iya bang gpp katanya
Hardian bantu jagain toko tadi
Si cakala cakala itu gak mau di suruh
Jadinya hardian aja.
eh dapet gratis beras.
Bang cepet pulang ya
Laper nih akuu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro