12: Flashback

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| UNEDITED |

Kook menemui Cayne di Isalit untuk membicarakan bisnis dan tanpa adanya campur tangan Jilly. Bahkan mereka tidak tahu keberadaan Jilly saat ini dimana. Yang Kook tahu, Jilly sedang berada di luar sana mengerjakan entah apa.

Mereka saat ini sedang duduk di salah satu tempat VIP di lantai atas. Cayne yang ditemani dengan Jake dan Kook yang ditemani oleh Tera, orang kepercayaan Jilly dan Kook. Jake dan Kook sedang melakukan persiapan yang harus mereka tanda tangani.

"Jilly biasanya akan datang sebelum Isalit buka dan mungkin sebentar lagi." Cayne memberitahu Kook. Dia hanya ingin berjaga-jaga jika Kook nanti terkejut dengan kedatangan adiknya.

"Biarin aja. Lagian dia ngapain ke sini mulu? Kayak dia gak ada kerjaan aja. Lo ya, yang ngancem adik gue supaya terus dateng ke sini?" Kook memberikan Cayne tatapan menghakimi. Cayne membulatkan matanya dengan terkejut. Dia malah memberikan tatapan tajam ke arah Kook dan juag Tera yang sekarang mendengarkan.

"Seenaknya aja lo kalo ngomong. Lo pikir kalo gue nyuruh dia tetep di sini, dia gak akan ada di sini sekarang?" Cayne membalasnya dengan nada yang di tekan. Tapi Kook menghadapinya dengan tenang, dia hanya menyerukan bahunya saja. Lagipula, dia tidak akan mencampuri urusan adiknya. Karena dia lebih tahu, kalau Jilly benci hal seperti itu.

"Gue ke toilet bentar, ya. Semuanya sudah selesai sama Jake." Tera berkata kepada Kook. Lalu dia berdiri dari sofa dan meninggalkan tempat VIP. Saat Tera sudah pergi dan tidak terlihat lagi, Kook menatap Cayne dengan serius.

"Gue tau lo mau tanya tentang liburan Jilly di Italia." Cayne langsung mengarahkan pandangannya ke Kook dan sejenak ke arah pintu masuk.

"Enggak. Lo salah mengartikan. Gue sama dia udah gak ada hubungan lagi saat itu. Jadi, apapun yang terjadi itu adalah keputusannya. Dan gue gak ada ruang untuk komplen tentang itu." Cayne menjelaskan. Walaupun dalam hati yang paling dalam dia sangat ingin tahu bersama dengan siapa Jilly berlibut di Italia. Sepengetahuannya, Jilly tidak berlibur seorang diri.

"Bahkan saat lo tau kalo dia gak liburan sendiri?" Kook bertanya lagi, ingin terus memanas-manasi Cayne agar dia berkata jujur kepadanya. Lebih jujur dari yang sebelumnya.

"Lo cuma mau gue bilang kalo gue kesal dan marah. Iya, tapi itu bukan masalah besar bagi gue. Jilly sekarang di sini, bersama gue. Itu yang penting bagi gue saat ini." Kook menyeringai mendengar penuturan Cayne. Dia tahu bagaimana Cayne memuja adiknya dan juga menyayanginya di saat yang bersamaan. Cayne juga tidak pernah menghalangi ataupun melarang Jilly melakukan apa yang ia lakukan. Itu yang dia tahu dan yang terpenting, mereka saling membantu dan mendukung satu sama lain dalam hal bisnis dan juga kehidupan mereka.

-

"Jilly." Kook menyapa sang adik saat dia memutuskan untuk bergabung dengan mereka di tempat VIP. Jilly mengambil duduk di sebelah Cayne. Dia menyandarkan tangannya di paha Cayne sambil dia melihat apa yang sedang mereka lakukan.

Jilly mendekati wajahnya ke telinga Cayne dan Cayne tahu apa maksudnya. Dia menyampari telinga ke mulut Jilly untuk mengetahui apa yang akan dia katakan.

"Lincoln bikin masalah sama bandar di Staten Island. Gue rasa dia masih di tangan mereka." Cayne hanya bisa menghela napas mendengar berita yang tidak terlalu mengejutkan baginya. Lincoln, Lincoln yang bodoh. Selalu saja membuat masalah dan mendapat masalah.

Setelah Jilly selesai memberitahunya, Cayne menegakkan tubuhnya kembali dan bersandar di sofa. Otaknya berpikir, apa yang harus dia lakukan dengan Lincoln. Tapi, mengetahui Lincoln pasti dia akan bebas dengan sendirinya, Jadi dia tidak perlu khawatir.

"Biarin aja lah dia. Gue juga gak ngerti dia ngapain ke Staten Island tanpa ngasih tau gue." Cayne menyepelekan masalah Lincoln yang mungkin sedang dalam bahaya.

Sekarang Jilly mengalihkan pandangannya ke Kook dengan masih bersandar pada Cayne, malah sekarang Jilly bersandar pada dadanya. "Gue mau liat." Jilly mengulurkan tangannya, meminta diberikan kertas-kertas yang sudah mereka tanda tangani.

Kook mengumpulkan semua kertas dan memberikannya kepada Jilly. Jika Jilly tidak menyukai persetujuan diantara mereka, semua perjanjiannya akan batal.

Jilly membaca secara keseluruhan kontrak yang berada ditangannya saat ini. Dia tidak meninggalkan sekata pun, dia membaca seluruhnya. Karena dia tidak mau di permainkan lagi dengan Mickelson bersaudara. Cukup sekali dan dia tidak mau hal tersebut terulang lagi untuk yang kedua kalinya.

"Oke. Gue mau pulang dulu." Jilly tiba-tiba menaruh kertas kontrak tersebut dan bangun. Itu berjalan sangat cepat sampai Cayne belum sempat memproses apa yang dikatakan oleh Jilly. Tapi Jilly sudah setengah jalan ke pintu keluar.

"Lo pikir itu aneh?" Kook sendiri bertanya kepada Cayne. Dari caranya berbicara dan juga bertingkah, ada yang aneh.

"Iya." Cayne setuju dengan pendapat Kook. Ada apa dengan Jilly yang tiba-tiba seperti menghindar itu?

"Gue mau nyusul dia ke apartemen. Lo pesen aja minum kalo mau." Cayne berkata kepada Kook. Lalu dia meminta izin untuk pergi untuk menyusul Jilly. Itupun kalo Jilly benar pulang ke apartemennya. Dan kalau Cayne tidak menemukannya di sana, maka dia tidak tahu lagi dimana dia akan menarinya kecuali di rumah keluarga Bakerhubb.

-

Cayne mengendarai mobilnya untuk sampai ke apartemen Jilly. Karena dia tidak punya hak dalam parkir, jadi dia harus mencari parkir luar yang terdekat dari apartemen Jilly. Dari situ Cayne berjalan menelusuri trotoar yang membawanya ke tempat Jilly.

Memasuki gedung apartemen Jilly, Cayne menaiki lift sampai ke lantai yang paling atas. Hanya ada satu apartemen yang berada di lantai plaing atas, yaitu milik Jilly seorang. Cayne mengetuk pintu apartemen Jilly dan menunggu Jillly untuk membukanya. Cayne melihat sekitar lorong yang dipenuhi dengan lukisan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ini semua pasti baru, jadi itu kenapa dia belum pernah melihat lukisan tersebut sebelumnya.

"Jilly." Cayne mengetuk pintunya lagi. Karena Jilly belum juga membukakan pintu untuk dirinya. Entah karena dia tidak mendengarnya atau memang sengaja, atau bisa juga dia tidak ada di rumah. Cayne memutuskan untuk meneleponnya dan mencari tahu apa Jilly ada di rumah atau tidak. Tapi perasaannya berkata kalau Jilly ada di dalam.

Teleponnya berdering, tapi tidak ada yang mengangkat. Dan sesaat kemudian pintu yang dia hadapi terbuka dan keluarlah Jilly yang hanya mengenakan bathrobe.

"Lo kenapa gak bawa makanan?" Jilly bertanya yang melihat kedatangan Cayne dengan tangan kosong. Jilly memang tidak mengharapkan kedatangan Cayne, tapi dia bisa berinisiatif untuk membawa makanan.

"Sorry, kita bisa pesan lewat postmates. Gue khawatir sama lo, jadi gue buru-buru datang ke sini." Cayne mengutarakan rasa kekhawatirannya kepada Jilly. Karena dia tidak pernah melihat Jilly yang keluar begitu saja dalam pembicaraan. "Gue masuk, ya." Cayne meminta izin, tapi sebelum Jilly menjawabnya dia sudah nyelonong masuk terlebih dahulu.

Cayne memasuki apartemen Jilly yang terasa sangat familiar dalam dirinya. Karena dulu dia banyak menghabiskan waktu di apartemen ini bersama Jilly dan masuk ke dalam apartemennya seperti menumbuhkan kembali rasa-rasa yang tertinggal. Dia memasuki ruang tamu dan mengambil duduk. Di sana dia melihat ada sebotol wine dan gelas yang hampir habis. Pasti Jilly yang sedang meminumnya dan mungkin sambil dia berendam di dalam bak mandi.

Jilly menyusul Cayne dan duduk tepat disebelahnya. Cayne langsung memeluk Jilly dan membawanya dekat ke dadanya. Keberadaan Jilly di dekatnya seperti kehangatan yang membalutnya di kala malam datang, hal yang sangat ia butuhkan.

"Lo tadi kenapa langsung pergi? Ada yang salah?" Cayne bertanya dengan lembut. Dia juga tidak mau membuat Jilly malam merasa tertekan. Dia mau Jilly terbuka kepadanya dan menceritakan apa yang ada di dalam kepalanya.

"Gue cuma merasakan flashback dua tahun lalu." Cayne tambah mengencangkan pelukannya kepada Jilly. Dia tidak tahu kalau kejadian tersebut benar-benar membekas di hati Jilly sampai sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro