Bab 15: Pemenang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perhatian: Cerita ini hanya dirilis di platform W A T T P A D.

...

Fase pertama ditutup pada hari Minggu dengan jumpa pers di siang hari ditambah pertunjukan seperti saat pembukaan pada malam harinya. Untungnya tubuhku sudah siap saat hal itu terjadi. Aku tidak bisa membayangkan berada di depan puluhan awak media sambil terus menahan sakit di sekujur tubuh.

Sepulang pertandingan, aku langsung merebahkan diri di kasur. Pertandingan itu benar-benar membuatku lelah fisik dan mental. Belum lagi aku sempat terjatuh dari ketinggian sepuluh meter. Tulang dan ototku benar-benar terasa ngilu. Di jam-jam pertama, aku hanya bisa meringkuk di atas kasur. Sesekali aku meringis sampai menarik perhatian Chrys yang sama-sama terkapar dan Pak Ben.

"Para jagoan Bapak tumbang," kelakar Pak Ben seraya tertawa. "Bapak akan bilang ini sekali lagi, kalian sangat luar biasa. Bapak bangga sekali." Pak Ben duduk di pinggir kasurku. "Tapi, tolong, kurangi kekerasan dalam tim. Kalian harus akur dan saling mendukung satu sama lain."

"Akh!" Aku menjerit, lebih karena kaget saat Pak Ben menyentuh punggungku. Namun, sepertinya guru pembimbing kami itu salah mengartikan.

"Ada yang luka, Arennga? Sini Bapak lihat. Jatuh dari ketinggian seperti itu bisa saja membuatmu cedera."

"Aku tidak apa-apa, Pak," tolakku sambil meluruskan punggung. Bunyi "krak" menyambutku.

Chrys yang ada di kasur sebelah bergumam. "Enak sekali kau, Ren. Tubuhku pegal semua."

Pak Ben tertawa. "Chrys mau Bapak pijat?" tawarnya. "Bapak jago, loh."

Si Anak Pirang bangkit dengan antusias. "Wah, betulan, Pak? Mau, dong!"

"Oke." Pak Ben meregangkan jari-jarinya. "Sana, tengkurap."

Dan begitulah. Tidak ada hal lain lagi yang penting. Makan malam berjalan sebagaimana mestinya. Chrys melawak. Chloe mengomentari setiap aksiku saat memimpin. Mischa menanggapi seperlunya. Pak Ben menghilang setelah makan malam. Otot dan tulangku kembali rileks setelah mandi air hangat dan tidur yang nyenyak.

...

"Apa aku harus tambah gelnya lagi?"

Chrys terus memainkan rambut pirangnya di depan cermin. Sudah hampir setengah jam dia berdandan dengan gel rambut dan tidak selesai-selesai. Terkadang dia menyisirnya ke belakang sampai klimis, terkadang dia menatanya ke arah kiri atau kanan.

Aku yang duduk di pinggir ranjang hanya menatapnya bosan. Aku sudah berusaha kabur sejak aku sendiri selesai berpakaian, tetapi anak itu terus menahanku dan bersikeras agar pergi bersama supaya tidak menjadi pusat perhatian yang berlebihan.

"Menggelikan," komentarku ketika Chrys membentuk jambul di depan dahinya.

Si Anak Pirang mendengus. Dia lagi-lagi mengubah gaya rambutnya dan memakai gel yang lebih banyak. Kilauan dari terpaan lampu memantul di rambutnya menjadikan surai anak itu seperti berminyak banyak.

"Kau tidak akan menarik perhatian siapa pun dengan gaya seperti itu."

"Kalau begitu tolong aku," rengek Chrys. Dia mengacak rambutnya sendiri sampai seperti orang yang baru bangun tidur.

Pak Ben datang dengan tergesa. Langkahnya yang besar dan berderap menarik perhatian kami. Dari ambang pintu, guru pembimbing kami mengomel, "Kalian ini .... Kenapa belum selesai? Lekaslah, Para Bujang. Kalian bahkan kalah cepat dari gadis-gadis yang telah menunggu di bawah."

"Chrys yang lambat," aduku sambil menunjuk tersangka dengan dagu.

Pak Ben lantas mendekati Chrys yang rambutnya masih acak-acakan. Dia mengambil gel rambut di tangan Si Anak Pirang dan mencolek isinya. Pak Ben kemudian mengotak-atik rambut Chrys, mengaturnya ke sisi kanan sambil menyisirnya agar rapi.

"Beres," katanya.

"Wo ... wow ...."

Sekarang, Pak Ben melihat ke arahku seperti seorang predator menatap mangsa.

"Ap—"

Aku terpaku ketika Pak Ben melakukan hal yang sama dengan Chrys padaku. Rambutku yang jatuh di depan mata disisirnya persis seperti Chrys. beberapa kali dia memastikan tidak ada rambut-rambut yang mencuat.

Pak Ben juga merapikan jas almamater dan seragam kami. Dipastikannya tidak ada kotoran di pakaian ataupun di wajah. Beberapa kali guru pembimbing kami itu memeriksa apa ada tahi mata atau bulu hidung yang keluar. Semua dilakukannya dengan cepat seperti hal itu sudah biasa baginya.

Untuk beberapa menit, aku seperti kembali ke masa kecil dan seolah memiliki ayah yang sangat perhatian.

"Oke, sekarang kalian siap," ujar Pak Ben. Dia mendorong kami ke luar kamar. "Sekarang ayo, bergegas. Para gadis akan sangat terpukau melihat kalian."

Pak Ben menggiring kami ke lantai dua. Di perjalanan, aku menanyakan alasan kenapa sampai harus ada jumpa pers segala padahal ini baru tahap pertama.

Sembari menunggu pintu lift terbuka, Pak Ben menjawab, "Ini adalah olimpiade sains pertama yang mengusung metode seperti ini. Dengan integrasi teknologi dan sistem yang tidak biasa, banyak orang yang ingin tahu seperti apa acara ini berlangsung—"

Pintu lift terbuka memperlihatkan isinya yang kosong. Kami pun masuk.

Pak Ben melanjutkan. "Orang di luar sana pastinya ingin tahu program ini lebih jauh dan bagaimana kesan kalian sebagai peserta."

"Tapi, Pak, memangnya orang-orang tidak bisa menunggu sampai akhir olimpiade?" tanya Chrys.

Pak Ben angkat bahu. "Entahlah. Mungkin pihak Ascent punya sesuatu hal yang ingin disampaikan lebih cepat. Siapa yang tahu? Bapak hanya ingin kalian mengatakan hal-hal yang baik saja dulu agar tidak menyinggung pihak mana pun."

"Ini hanya akan buang-buang waktu," komentarku.

Ding!

Sebelum melakukan jumpa pers di ruang serbaguna lantai dua, kami dikumpulkan di ruang sebelahnya untuk briefing. Semua anggota tim telah berkumpul dengan guru pembimbing masing-masing. Chloe mencecar kami karena terlambat sebelum akhirnya bungkam melihat penampilanku dan Chrys.

"Pfft. Kalian seperti anak kembar beda ayah-ibu!" ejek gadis itu dilanjut dengan tawa yang ditahan.

Aku mengerling. Chrys yang mewakili kejengkelanku. "Kau bisa puji Pak Ben untuk penampilan kami hari ini, Chlo," katanya sambil melihat orang yang dimaksud—yang kini sedang berkumpul dengan para pembimbing lain dan seseorang yang kuingat sebagai salah satu anggota panitia acara.

"Semua sudah berkumpul?" tanya salah satu anggota panitia itu.

"Sudah!" Kami menjawab.

"Kalau begitu, semua berbaris yang rapi. Scienta et Social di depan, Prima Sophia setelahnya, Magna Prudentia di akhir. Setiap ketua kelompok di paling depan barisan mereka masing-masing. Ayo, ayo, lekas! Guru pembimbing harap di samping para ketua."

Kami menurut sesuai instruksi. Aku berada di barisan terdepan. Mischa di belakangku menggigil. Chloe menenangkannya. Chrys di paling belakang dengan Alva mengikutinya. Dari sini, aku baru menyadari kalau Alva dan Saka adalah pemimpin kelompok masing-masing selama ini.

"Kau tidak apa-apa, Arennga?" tanya Pak Ben di sampingku.

"Aku tidak apa-apa," jawabku.

"Jawablah pertanyaan secukupnya kalau ada. Jangan menjawab pertanyaan yang tidak perlu atau yang dapat membuat salah paham."

Aku mengernyit. "Yang seperti apa?"

"Seperti—"

"Oke, semua bersiap!" teriak anggota panitia.

Pintu ke ruang serbaguna terbuka. Salah satu panitia itu menggiring kami ke sana. Kami mengikutinya.

Ketika aku melewati pintu, suasana seperti berada di dunia lain. Semua berubah 180 derajat. Cahaya lampu kilat menyerang melebihi saat aku tiba di stadion untuk pertandingan. Kamera-kamera wartawan semua menyorot tanpa henti pada kami. Suara awak media memenuhi ruangan. Tidak hanya orang, di ruangan tersebut juga dipenuhi oleh drone kamera dan android yang bertugas menggantikan peran manusia. Semua antusias menyambut kami. Di sisi lain, aku malah merasa mual dengan ini semua.

Semoga ini cepat berakhir.

Kami semua dipersilakan duduk di tempat masing-masing. SeS di tengah bersama ketua panitia—jabatannya tercetak di papan nama yang dipajang di atas meja yang dipenuhi oleh mikrofon dari berbagai media—Prima Sophia di kiri, dan Magna Prudentia di kanan. Para guru pembimbing duduk di sisi kiri para ketua kelompok.

Setelah semua duduk di tempat masing-masing, Ketua Panitia—sebut saja begitu untuk seterusnya—membuka acara.

"Terima kasih kepada semua yang telah hadir. Melalui jumpa pers ini, kami dari pihak penyelenggara olimpiade berharap dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan teman-teman awak media semua dan masyarakat pada umumnya. Sebelum masuk ke sesi pertanyaan, kami akan memaparkan terlebih dahulu apa saja terkait acara besar yang melibatkan tiga negara ini."

Ketua Panitia kemudian menerima tablet yang disodorkan oleh asistennya dari belakang. Dia menggulirkan layarnya sebelum berbicara kembali.

"Olimpiade Sains Persahabatan ini merupakan ajang untuk memamerkan sistem pendidikan yang terintegrasi dengan teknologi mutakhir yang ada. Selain itu, acara ini juga diharapkan dapat mempererat kerja sama di antara negara pengguna sehingga nantinya perkembangan teknologi yang ada semakin maju."

Ketua Panitia melanjutkan dengan pemaparan teknologi yang digunakan, integrasinya di seluruh kota di fase berikutnya, sampai rencana ke depan setelah olimpiade berakhir.

"Kami berharap, olimpiade ini menjadi titik awal bagi kerja sama dengan Altherra dan Canidae di bidang teknologi di masa yang akan datang," pungkas Ketua Panitia mengakhiri penjelasannya.

Setelah itu, segmen berlanjut ke sesi tanya jawab.

"Solid hologram sama seperti teknologi lainnya yang dapat menjadi pisau bermata dua. Kita telah melihat bagaimana teknologi ini bisa berinteraksi sedemikian rupa dengan para peserta. Menurut Anda, seberapa aman teknologi ini di kalangan civitas akademika?" tanya seorang jurnalis pria.

"Kami menjamin bahwa teknologi ini aman. Para peserta telah dibekali sistem yang akan melindungi mereka dari semua bahaya yang mengancam," jawab Ketua Panitia enteng.

Aku memicing, skeptis dengan jawaban itu.

"Selain itu, tidak ada laporan mengenai kerusakan yang diakibatkan oleh solid hologram di sekolah kami. Jadi, saya bisa katakan kalau teknologi ini aman dalam lingkup yang sangat diawasi," lanjutnya.

Kulirik Chloe di sebelahku—ia bertukar posisi dengan Mischa—yang hanya mendelik ke arah lain; menghindari kontak mata. Setidaknya kalian tidak memiliki penyihir api.

"Lalu, bagaimana dengan salah seorang peserta yang terjatuh dari ketinggian untuk mengambil soal terakhir? Bukankah itu artinya, Anda telah membahayakan peserta dari awal dengan menaruhnya di tempat setinggi itu?" Jurnalis yang lain menyerang.

Oh, pertanyaan yang bagus.

Aku kembali memperhatikan Ketua Panitia.

"Kami tidak pernah berniat seperti itu," tanggap Ketua Panitia. "Sebenarnya, sistem keamanan akan segera merespons ketika dia tiga meter menuju tanah. Kubah pelindung akan terbentuk dan meredam segala benturan, seperti mendarat di kasur busa. Kami sudah melakukan simulasi itu sebelum olimpiade ini dilaksanakan tentu saja."

"Pak Ketua, banyak kalangan yang khawatir dengan olimpiade ini. Ada yang bilang, data pertarungan yang ada bisa saja bocor atau dicuri oleh pihak tak bertanggung jawab. Bagaimana tanggapan Anda?" Seorang jurnalis lain bertanya.

Ketua Panitia menjawab tenang dengan kedua tangan bertaut. Seringainya mengembang. "Kami menjamin keamanan semua, mulai dari peserta sampai ke data simulasi yang ada. Pihak kami memiliki sistem yang sangat ketat sampai peretas andal sekalipun tidak bisa membobol sistem pertahanan pertama."

Kecuali kalau yang menyalahgunakan adalah pihak internal itu sendiri.

Jurnalis yang lain bertanya. Kali ini seorang android yang menyerupai wanita berambut model bob. Suaranya yang terdengar artifisial bergaung. "Ketua, kita telah melihat strategi yang digunakan oleh para peserta. Anak-anak saling menyerang untuk menjegal lawan, padahal—sejauh pengamatan kami—hal itu tidak diperlukan. Bagaimana tanggapan Anda? Apa hal ini akan berpengaruh terhadap interaksi di antara peserta?"

"Kami tidak membatasi strategi yang dipakai. Hal itu juga merupakan bagian dari pembelajaran. Hal di sini yang kami tekankan, semua strategi yang dipakai tidak boleh sampai membahayakan peserta lain. Walaupun kami sangat yakin, anak-anak di sini sangat pandai dalam menjaga diri. Buktinya, tidak ada yang terluka ketika olimpiade dilaksanakan."

Dia tidak tahu saja ketika latihan dilaksanakan. Untungnya luka di keningku tidak berbekas.

"Perihal interaksi, sejauh ini saya yakin para peserta telah mengerti satu sama lain bahwa hal yang dilakukan itu adalah bagian dari strategi sehingga tidak diambil hati. mereka anak-anak yang cerdas, sudah bisa membedakan mana yang masalah pribadi dan bukan. Saya harap teman-teman semua mengerti."

Positif sekali jalan pikirannya.

Pertanyaan berlanjut ke sesuatu yang dapat menggugah semangat para peserta. "Pak Ketua, selain bertujuan untuk mempererat kerja sama antarnegara yang terlibat, apa saja keuntungan yang didapat dari acara ini bagi anak-anak secara langsung?"

"Selain ilmu yang tidak diberikan di sekolah mereka, kami juga memberikan relasi yang luas. Anak-anak dapat saling mengenal teman-teman yang berbeda dari negara yang berbeda. Selain itu, di akhir acara, para pemenang akan mendapatkan hadiah sebagai apresiasi. Apa hadiahnya? Kita rahasiakan sampai akhir. Namun, sebagai bocoran, saya akan memberitahukan bahwa hadiahnya itu tidak ternilai."

Konferensi pers pun berakhir pukul dua belas siang bertepatan dengan jam makan siang. Tidak ada pertanyaan yang ditujukan khusus kepada peserta.

...

Acara hiburan fase pertama berlangsung cukup mewah meskipun tidak semeriah pembukaan. Acara ini lebih banyak menampilkan performa dari artis-artis lokal Ascent untuk bernyanyi, menari, dan pamer teknologi seperti biasa.

Di puncak acara, kami diberi selamat karena telah berhasil menempati posisi pertama untuk sementara.

"Di fase berikutnya, kami sangat menantikan hal menakjubkan lain dari kalian," ujar Ketua Panitia kepada seluruh peserta.

Acara ditutup dengan makan malam mewah diiringi alunan musik klasik.

"Harusnya kau bilang kalau kau terluka saat latihan," celetuk Chrys di sela-sela makannya.

"Uh huh, dan salah siapa itu?" balasku sambil memasukkan daging ke mulut.

"Ehe, maaf, ya." Lelaki itu menyengir seperti kuda sambil mengelus belakang kepalanya.

"Pak Ben mengingatkan agar tidak berkata apa pun yang dapat menimbulkan kesalahpahaman," kataku setelah menelan.

Chloe berkata sambil mengunyah kentang tumbuk, "Kalian yakin kita bisa bersikap biasa saja dengan anak-anak yang lain setelah serangan-serangan itu?"

"Telan dulu makananmu, Badut," timpalku. Gadis itu hanya mencebik.

"Aku tidak yakin," sahut Chrys. "Tapi, kata Ketua Panitia, 'jangan diambil hati.' " Anak itu mengambil potongan sosis sampai pipinya menggembung. "Lagi pula, aku tidak mungkin bersikap dingin pada yang lain, terutama Olivia. Itu bukan aku." Pipinya bersemu.

"Dih," tanggapku. Ada yang salah dengan otak anak pirang itu.

"Menurutku, olimpiade ini lebih terasa seperti perang daripada kompetisi biasa," ujar Chloe.

"Jangan begitu, dong."

Saka tiba-tiba muncul di belakang Chloe. Dia tersenyum lebar ke arah kami.

"Mau apa kau?" tanyaku sambil memicing.

"Jangan dingin begitu. Aku hanya ingin mengucapkan selamat. Selamat, ya, kalian berhasil jadi pemimpin di fase pertama." Dia menampilkan wajah serius kemudian. "Tapi, kupastikan kami yang akan memimpin di fase berikutnya."

"Dalam mimpimu," tampikku.

Mata kami saling bertaut. Ada kilat keseriusan dari netranya. Dari sini, aku tidak bisa menilai mana yang lebih patut diwaspadai, Prima Sophia dengan para Alafathe, atau Magna Prudentia dengan para anggotanya yang belum kutahu kemampuan terpendamnya. Namun demikian, aku tidak boleh meremehkan siapa pun mulai dari sekarang.

"Mimpiku akan jadi kenyataan," sahutnya. Nada mengentak pertama dari musik klasik "Also Sprach Zarathustra" seolah menegaskan kata-kata pemuda dari Canidae itu.

~~oOo~~

A/N

Dengan diterbitkannya bab ini, fase pertama resmi selesai! //tebar konfeti

Kita akan ketemu lagi tahun depan. Kalau kalian ada pertanyaan, jangan malu untuk bertanya. Mungkin kalau pertanyaannya banyak, akan saya buatkan QnA //ngarep

Sebelum hiatus, saya mau tanya, adegan apa yang paling menarik selama fase satu ini? Kenapa?

See you!

***

Ayo, berikan kesan kalian pada bab ini!

Kritik dan saran yang membangun saya nantikan.

Jangan lupa memberi vote kalau suka ceritanya.

Terima kasih sudah membaca. 'v')/

Salam literasi!

***

Diterbitkan: 14/11/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro