Bab 21: Presentasi Emosi (Lagi)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Layar putih telah dibentangkan di depan. Proyektor bersama operatornya telah dipersiapkan. Sebelum memulai, kami semua berkumpul di tengah ruangan. Setiap guru pembimbing memeriksa setiap pekerjaan kami.

"Jadi, urutannya Chrys, Chloe, Mischa, dan terakhir Arennga?" tanya Pak Ben memastikan lagi ketika aku selesai mengemukakan bagaimana kami akan presentasi.

Aku mengangguk. "Benar. Urutannya acak agar adil, jika Bapak mau tahu."

"Oke, kalau begitu. Pastikan kalian dapat menjelaskannya dengan lancar," ingat guru pembimbing kami itu.

Kami mengangguk sembari mengiakan.

Setelah semua siap, satu per satu tim dipanggil ke depan. Kami jadi tim pertama yang maju, diiringi tepuk tangan.

Aku memastikan operator memasang ipapyria ke proyektor dengan benar dan data yang akan ditampilkan sudah sesuai. Setelah semuanya aman dan proyektor telah memperlihatkan salindia presentasi, aku mengangguk kepada Chrys agar dia siap untuk memulai.

Chrys memberikan jempol seraya tersenyum sampai giginya terlihat. Dia lantas membuka presentasi dengan semangat.

"Selamat siang, Semua!" mulainya. "Aku Chrys, di sini akan memaparkan ideku yang akan mengubah dunia!" Dia memberi isyarat kepada operator agar lebih fokus pada purwarupanya. Anak itu lantas berdeham sambil memegang leher. Suaranya yang lantang menggebu-gebu kemudian bergaung. "Pernahkah kalian kesulitan membawa barang yang besar? Pernahkah kalian kehabisan tempat karena benda-benda di rumah semuanya seukuran gajah? Pernahkah? Pernahkah? Kalau pernah, tenang saja! Masalah itu tidak akan terjadi bila ideku ini benar-benar direalisasikan! Memperkenalkan, alat pengubah ukuran!"

Chrys yang tingkahnya seperti penjual keliling menunjuk layar salindia dengan purwarupa berbentuk persegi pipih dengan tiang-tiang pancang di keempat sudut.

Anak itu mengangkat satu jari. "Seperti yang kita tahu, setiap materi di dunia terbentuk dari atom-atom yang terdiri atas proton, elektron, dan neutron. Jarak antara elektron dan proton sendiri sangat luas tidak seperti yang kita selalu lihat pada model-model atom." Dia menggoyangkan telunjuk sambil menggeleng. "Lebih luas dari itu!" Kedua tangannya terangkat seperti pemandu sorak. "Kalau elektron diibaratkan sebuah kelereng, jaraknya dengan neutron seperti dari sisi lapangan sepak bola ke tengah. Elektron pula yang memberi bentuk dan kepadatan kepada wujud materi. Kalau tidak ada gaya elektron, semua benda yang ada secara harfiah bisa tembus karena jarak antar elektron dan proton yang luas ini. Dari konsep itulah muncul ide, apakah sebuah benda dapat diubah ukurannya dengan memperpendek jarak elektron ke neutron?"

Chrys tersenyum lebar, mungkin berpikir kalau idenya adalah yang paling menakjubkan.

"Alat pengubah ukuran menggunakan energi listrik dari keempat tiang untuk memaksa elektron yang jaraknya luas tadi, menjadi lebih sempit. Dengan tetap mempertahankan gaya elektron dan hanya memengaruhi jaraknya saja, diharapkan ukuran benda yang besar"—Chrys melebarkan kedua tangannya, lalu dia tautkan —"menjadi lebih kecil. Permasalahan soal ukuran dan membawa barang besar pun dapat diselesaikan!" pungkasnya. Dia kemudian mengakhiri presentasi dengan membungkuk. Tepuk tangan menyertainya.

Chrys menghampiriku. "Fiuh!" Anak itu mengusap keringat di keningnya. "Tadi itu sangat melelahkan. Semoga saja hasilnya memuaskan!"

"Selamat," ucapku. Chrys membalas dengan senyum mengembang.

Giliran selanjutnya adalah Chloe. Mari kita buktikan apa yang tidak akan aku duga itu.

"Halo, Semua. Selamat siang," mulai si Gadis Badut. "Saya Chloe, akan menunjukkan bagaimana masa depan dari dunia kuliner!" Dia menjentikkan jari. "Banyak di antara kita yang sangat ingin merasakan sensasi makanan-makanan lezat, tetapi terkadang banyak faktor yang membatasi hal itu. Sebut saja alergi, diet ketat, dan lain sebagainya. Dari permasalahan tersebut, saya memikirkan sebuah pertanyaan, adakah sebuah alat yang bisa menciptakan rasa-rasa tersebut secara sintetis? Ah, sayang sekali ternyata ada." Gadis itu mengangkat kedua telapak tangan ke atas sambil menggeleng seperti orang yang kecewa. "Lalu, saya berpikir ulang, bagaimana kalau tidak sintetis, dan masih mempertahankan nilai kesehatan? Maka inilah jawabannya!"

Chloe menunjuk salindia yang memperlihatkan rancangannya seperti mesin yang terdiri dari gabungan blender sebagai pencacah, dan wadah mixer sebagai penampung. Secara sekilas, alat itu lebih mirip microwave berlayar sentuh dengan bagian atas sebagai tempat memasukkan bahan makanan.

"Mesin Pembuat Rasa! Mesin ini mengambil konsep pemecahan dan penyatuan molekul. Secara garis besar, rasa di dunia terdiri dari manis, asam, asin, pahit, gurih atau umami, dan pedas sebagai suatu reaksi kimia. Setiap rasa makanan berasal dari gabungan rasa-rasa dasar tersebut, makanya rasa sintetis dapat dibuat. Mesin ini pun sama. Bedanya, bahan makanan jadi yang menjadi bahan utamanya bukan zat-zat kimia sintetis.

"Di dalam mesin, bahan makanan dilebur kemudian dipecah, lalu disusun ulang menjadi rasa yang diinginkan. Tenang saja, mesin ini tidak akan memecah nutrisi yang penting. Lalu, bagaimana mesin menentukan susunan molekul apa saja yang harus dibuat? Mesin menganalisis komponen kimia dasar yang telah dipecah, kemudian menyusunya kembali berdasarkan input yang ada. Input ini berasal dari data yang dimasukkan secara manual atau bisa didapat dari cloud storage. Nantinya, bahan makanan yang telah diproses akan keluar sebagai bubur, karena saya masih belum memikirkan bagaimana caranya agar bahan makanan keluar sesuai keinginan."

Tawa samar bergaung. Chloe sendiri hanya menahan diri dengan wajah merah.

Gadis itu berdeham. "Keuntungannya apa? Selain yang telah saya sebutkan, mesin ini juga bisa jadi solusi untuk anak yang tidak suka bahan makanan tertentu, misalnya brokoli yang pahit. Kalau sampai direalisasikan, para orang tua dapat memanfaatkan mesin ini untuk membuat makanan kesukaan anak-anak tanpa kehilangan gizi dari bahan makanan utamanya." Ia mengangguk yakin. "Cukup sekian dari saya. Terima kasih," tutup Chloe sembari membungkuk.

Tepuk tangan mengiringi langkah gadis itu ke tempat semula.

Halah, biasa saja. Badut Konyol itu hanya bisa omong besar.

Chloe melotot balik ketika aku memberinya tatapan penghakiman. Dia kemudian menyemangati Mischa yang tampil selanjutnya. "Kau bisa, Cha, anggap saja mereka timun!"

Mischa hanya tersenyum mendengar itu.

Di lain sisi, Chrys heran. "Kenapa harus timun?" tanyanya sambil menggaruk kepala.

"Aku juga tidak tahu," timpal Chloe. "Asal saja, sih. Aku malah menganggap mereka lemon."

"Kenapa pula harus lemon?"

"Entah."

Aneh.

Aku tidak menghiraukan mereka yang lanjut mempertanyakan hal tidak penting, lantas beralih memperhatikan Mischa yang sedang menenangkan diri. Beberapa kali gadis pemalu itu menarik napas sambil mengusap-usap dadanya.

Semoga ia melakukannya dengan lancar.

"Ha ... halo." Suara Mischa bergetar ketika bicara. "Saya Mischa ... ingin memperkenalkan ide tentang robot nano yang digunakan untuk metode CRISPR ...." Gadis itu menghela napas lagi sebelum lanjut berujar. "Fae, seperti ras-ras yang lain ... dapat mengalami kecacatan dalam gen mereka akibat perkawinan silang. Namun, susunan genetika ras Fae sedikit berbeda dengan tiga ras besar lainnya. Itulah kenapa kebanyakan pengobatan yang berkaitan dengan gen ras Fae sering kali gagal. Meskipun Fae memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi, tidak menutup kemungkinan mereka juga bisa sakit apalagi yang menyangkut gen."

Wow, mengesankan. Gadis itu mulai bisa lancar bicara di depan umum. Sepertinya Mischa tipe orang yang akan bicara panjang lebar bila sudah menyangkut hal-hal yang ia suka.

"Berangkat dari sana, saya memiliki ide, bagaimana kalau CRISPR yang digunakan untuk kepentingan pengobatan genetika Manusia, dimodifikasi agar bisa juga dipakai pada ras Fae dan keturunannya. Enzim yang digunakan sebagai 'gunting', diganti menggunakan hal lain yang lebih terkendali."

Mischa kemudian melihat ke arah salindia di mana rancangan idenya terpampang. Sebuah robot nano yang terbentuk dari gabungan molekul-molekul tertentu yang dapat berjalan dalam trek dan ditenagai dengan gelombang listrik dan foton yang nantinya akan mengirimkan sinyal pemberitahuan kalau mereka telah ada di jalur yang benar. Secara keseluruhan, tidak terlihat seperti "robot" yang terbuat dari logam dengan bentuk manusia, hewan, atau apa pun. Robot nano itu lebih mirip seperti ikatan kimia yang sering diperlihatkan di buku pelajaran, dan hal itu lebih sulit dibayangkan hanya dengan deskripsi semata.

Mischa kemudian menjelaskan hal yang sama seperti yang pernah dipaparkan kepada Chloe tentang kekurangan 'gunting' gen yang biasa. "Ide ini diharapkan dapat mengefektifkan kinerja teknologi CRISPR-Cas9 yang sudah ada dan membuatnya dapat digunakan untuk pengobatan kecacatan yang ada pada gen ras Fae seperti yang telah disebutkan sebelumnya," tambahnya. Gadis itu berhenti sejenak. Seolah rasa malunya kembali, suaranya jadi bergetar lagi. "Terima ... kasih." Buru-buru gadis pemalu itu berbalik ke tempat asalnya di sebelah Chloe diiringi tepuk tangan.

Sekarang, giliranku.

Aku maju ke tengah, di mana setiap orang dapat melihatku dengan jelas. Sebelum mulai, kutarik napas dalam-dalam untuk menstabilkan suara. Kuawasi mereka yang menatap balik satu per satu, memastikan tidak akan ada seorang pun yang dapat mengalihkan fokusku.

Tim yang lain melihatku dengan berbagai tatapan. Namun, kebanyakan dari mereka seperti menungguku untuk bicara dan menangkap apa pun kata-kata janggal yang dapat dipakai untuk menyerang balik saat sesi pertanyaan nanti di akhir. Kita lihat saja, siapa yang akan kalah.

"Selamat siang, Semua," mulaiku. "Sudah menjadi pengetahuan umum kalau kekuatan semacam kinesis, psychic, dan manipulasi tubuh hanya dimiliki oleh ras Alafathe dan keturunannya"—dapat kurasakan semua orang yang ada langsung memperhatikanku, terutama Olivia dan Alva yang seketika menyipitkan mata di depan sana—"serta orang-orang tertentu membuat mereka yang tidak memiliki gen khusus tersebut terkadang terancam, meskipun tentu saja kekuatan-kekuatan itu tidak dimaksudkan demikian. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau orang-orang paranoid seperti itu ada, terlebih lagi kepada mereka para Esper yang dapat membaca gelombang otak orang lain dari jauh."

Baik, aku akan mengaku kalau aku adalah salah satu dari mereka. Paranoid. Itulah kenapa aku mengangkat ide ini. Aku tidak ingin menuduh, tetapi tidak bisa pula berhenti berasumsi kalau salah satu dari Alafathe itu adalah Esper, terutama Olivia.

"Berdasarkan hal tersebut dengan menjadikan gelombang otak Manusia sebagai objek utama, adakah suatu cara yang dapat memblokir kemampuan atau menghindari kemampuan para Esper yang tidak bertanggung jawab untuk membajak isi kepala?" Aku melihat reaksi para audiens, terutama teman-teman dari tim lain. Kebanyakan dari mereka memperlihatkan raut antusias seperti saat melihat presentasi Chrys. Aku tahu kalau ide ini sangat berisiko dan terbilang rasis, tetapi ide terbaik adalah yang berasal dari keresahan dalam diri. Lagi pula, aku memang sengaja untuk menyindir para Alafathe itu agar tidak menyalahgunakan kekuatan mereka di sebuah kompetisi yang sangat menjunjung sportivitas seperti ini. "Harus kukatakan kalau itu ada," lanjutku menjawab pertanyaan retoris itu. "Secara teori, otak manusia memancarkan gelombang-gelombang yang nantinya akan ditangkap oleh sensor dalam gen, kemudian diterjemahkan menjadi informasi yang dibutuhkan.

"Ideku adalah, memperbarui alat yang telah ada sehingga lebih efektif." Aku menunjuk salindia yang memperlihatkan sebuah chip persegi dengan batang-batang tipis berwarna emas seperti akar, lebih seperti prosesor komputer. "Jika biasanya alat yang digunakan untuk memblokir gelombang otak ditanam di dalam otak serupa implan, chip ini dipasang di tengkuk dan disambungkan dengan sistem syaraf di tulang belakang. Memang perlu sedikit usaha untuk melakukannya, tetapi lebih efektif dan efisien dibanding harus melakukan operasi hanya untuk sekadar upaya pencegahan belaka. Mudah dan murah, seperti yang disenangi kebanyakan orang."

Aku menjeda sebentar untuk menarik napas sebelum melanjutkan.

"Chip ini menyebabkan gelombang otak tidak akan terekspos dengan jelas, dan pembaca gelombang otak juga tidak akan bisa mengaksesnya. Secara garis besar, alat ini memblokir akses apa pun dari luar otak sehingga informasi dalam otak tidak akan bisa diambil."

Olivia dan Alva tersenyum. Lebih seperti meremehkan. Entah mereka sedang menertawakan ideku atau penjelasanku tentang Esper. Aku tidak akan membela diri kalau memang ada yang salah di sana, karena hanya ada beberapa jam dari ide sampai dibuat presentasi seperti ini. Tidak banyak waktu untuk mencari tahu lebih dalam tentang bagaimana mekanisme kekuatan supernatural itu bekerja.

"Diharapkan, dengan alat ini, kejahatan yang mengandalkan pembacaan gelombang otak yang dilakukan penjahat Esper maupun yang menggunakan alat khusus dapat dicegah.

"Cukup sekian. Terima kasih," pungkasku.

Aku mengangguk kepada Pak Ben sebagai tanda kalau kami sudah selesai.

Pak Ben yang duduk di ujung kananku bersama para guru pembimbing lain bangkit, lantas mendekati kami. "Tepuk tangan sekali lagi," pintanya yang seketika dibalas dengan tepukan yang meriah. "Terima kasih, Arennga, Chrys, Mischa, Chloe. Kalian sudah melakukannya dengan baik." Guru pembimbing kami itu lalu beralih kepada teman-teman yang lain. "Kita masuk ke sesi tanya jawab sebentar. Untuk menghemat waktu, cukup dua pertanyaan saja."

Lima tangan seketika terangkat. Olivia, Alva, Saka, Ludwig, dan Argen. Aku sangat yakin kalau dua orang pertama itu berniat menyerangku.

"Wah, banyak ternyata, ya," kata Pak Ben. "Kita ulangi. Turunkan tangan kalian." Dia kemudian menyuruh kembali mereka yang ingin bertanya untuk mengangkat tangan di hitungan ... 3 ... 2 ... 1.... "Ya, Saka. Silakan bertanya."

Tangan Saka yang tadi meluncur secepat roket kembali turun. "Aku ingin bertanya kepada Chrys. Tadi kau menyebut idemu sebagai alat pengubah ukuran, tetapi hanya menjelaskan mekanisme pengecilan. Kalau begitu sebut saja alat pengecil. Nah, bagaimana dengan perbesaran? Apa mekanismenya sama? Apa 'alatmu' bisa melakukannya?" tanya pemimpin tim Magna Prudentia itu sambil membuat kutip dengan kedua jari telunjuk dan tengahnya.

Chrys melihat kepada Pak Ben. "Langsung jawab, Pak?"

"Boleh, boleh," timpal Pak Ben sambil mengangguk.

Chrys melihat Saka sambil tersenyum seperti yang biasa dia lakukan ketika ketahuan berbuat hal konyol. "Ya ... sebenarnya kalau menurut pada konsep itu, perbesaran juga dapat terjadi. Sayangnya karena keterbatasan ukuran alat, perbesaran yang melebihi alat tidak bisa dilakukan. Kenapa aku tidak menjelaskan tentang perbesaran karena kuanggap kalian sudah mengerti dengan konsepnya, tinggal dibalik. Begitu. Maaf, ya," jawabnya sambil menggaruk sebelah pipi dengan satu jari. "Oh, ya, kalau alat sejenis seperti sinar pengecil atau pembesar seperti yang di film-film aku belum tahu bagaimana cara kerjanya, apakah foton atau gelombang yang memengaruhi pergeseran elektron dan proton. Perlu dikaji lebih jauh lagi." Chrys mengangguk kepada Pak Ben. "Mungkin seperti itu, Pak."

"Ada tambahan, Saka?"

Saka menggeleng. "Tidak, Pak. Sudah jelas. Terima kasih jawabannya," sahutnya sambil jemarinya memberikan tanda OK.

"Okey, kita lanjut." Pak Ben menghitung mundur kembali. Tangan-tangan yang sudah siap di atas meja yang menyatu dengan kursi meluncur seperti pesawat ulang-alik di hitungan ketiga. "Ya, Olivia."

Olivia tersenyum memukau. Ia mengedip ke arahku sekilas—membuat Chrys yang ada di sebelahku refleks menahan teriak, pipinya merah, salah tingkah—lalu bertanya, "Untuk Arennga, bukankah itu terlalu sia-sia jika membuat alat yang hanya dapat memblokir satu kekuatan saja. Seperti yang kita tahu, kekuatan Esper itu bermacam-macam, tidak membaca gelombang otak saja. Kenapa tidak membuat alat yang langsung dapat memblokir kekuatan dalam radius tertentu saja atau dalam kata lain peredam?"

Sebuah serangan. Pertanyaan yang bagus.

Aku menghadap Pak Ben sebagai isyarat untuk menjawab dan langsung ditanggapi dengan anggukan.

"Hal itu bisa saja dilakukan, tetapi daripada meningkatkan, lebih tepat bila membuat ulang. Perlu banyak data yang diperlukan untuk membuat alat yang seperti itu, sedangkan pemetaan terhadap kekuatan yang ada saja masih terus berkembang. Belum lagi kapasitas yang nantinya akan berpengaruh terhadap ukuran chip yang dibuat. Perlu pengembangan teknologi yang lebih jauh agar ide itu suatu saat bisa diwujudkan. Kenapa aku hanya memilih pemblokiran pembacaan pikiran karena saat ini, permasalahan yang kerap banyak ditemui adalah hal itu. Seperti yang kita tahu, teknologi berkembang seiring masalah yang bermunculan. Kalaupun ada penyalahgunaan kekuatan psikis dan kinesis, pihak berwajib yang ada masih bisa menanganinya dan ancamannya pun tidak seperti para pembaca pikiran." Aku melihat intens Olivia sebelum beralih kepada Pak Ben. "Mungkin segitu saja yang bisa saya sampaikan, Pak."

Pak Ben menyahut, "Oke, terima kasih jawabannya, Arennga. Olivia, ada tambahan?"

Gadis itu tersenyum seraya memiringkan kepala. Mata hijau zamrudnya melihat ke sembarang arah. "Meskipun jawabannya kurang memuaskan, tetapi cukup, lah. Kita lanjutkan saja pembicaraan ini nanti di belakang. Ya, Arennga?" timpal gadis itu sambil mengedipkan satu mata.

Aku hanya menatapnya sinis di saat Chrys mengatakan kalau dia iri.

Presentasi dilanjutkan dengan tim Prima Sophia dengan enam alatnya dan Magna Prudentia dengan delapan alatnya.

Setelah semua presentasi dan pertanyaan panas dinyatakan selesai, Pak Ben menutup latihan ini di sore hari dengan membiarkan kami melihat-lihat alat-alat peraga selama setengah jam dahulu sebelum kembali ke hotel.

Aku hanya melihat beberapa alat dan memotret serta menuliskan cara kerjanya yang sekiranya membuatku tertarik. Jujur, setelah latihan ini, aku merasa sangat kesal. Dua tim lainnya mempresentasikan lebih banyak. Ingin marah, tetapi entah pada siapa. Tidak ada yang salah. Melihat-lihat alat peraga jadi pengalih rasa kesalku. Setidaknya, aku bisa belajar banyak dari tempat ini.

~~oOO~~

A/N

Ayo, berikan kesan kalian pada bab ini!

Kritik dan saran yang membangun saya nantikan.

Jangan lupa memberi vote kalau suka cerita ini.

Terima kasih sudah membaca. 'v')/

Salam literasi!

***

Diterbitkan: 05/02/2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro