Bab 30: Seorang Anak Hilang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah tiga hari latihan yang melelahkan, akhirnya kami mendapat waktu rehat sehari penuh sebelum perlombaan besoknya seperti biasa. Aku memilih istirahat di hotel, menikmati setiap fasilitas yang bisa kudapatkan. Sementara itu, Chrys mengajak Olivia berkencan karena terpengaruh kata-kataku kemarin. Untungnya gadis itu mau-mau saja diajak jalan-jalan. Di sisi lain, Chloe dan Mischa bepergian ke kota. Mungkin mereka ingin belanja atau cuci mata. Aku tidak peduli.

Setelah selesai sarapan, fasilitas hotel pertama yang kunikmati adalah pemandian air panas. terletak di dalam ruangan dekat kolam renang yang terhalang oleh taman dengan kursi-kursi dan meja piknik berpayung.

Aku harus melewati lorong dengan lantai kayu terlebih dahulu di mana aku harus melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal. Ada tempat penitipan barang di depan dengan seorang petugas di balik meja kayu resepsionis panjang. Di ruang berikutnya, terdapat kolam air panas yang sepi dan tempat berganti pakaian di sisi kanan.

Hangat menjalar lembut saat kakiku menyentuh air. Kenyamanan menerpa saat aku tenggelam dari air panas. Untuk sesaat rasa penat di kepala dan pegal otot di seluruh tubuh hilang seketika. Ditambah ruangan yang sepi, menjadikan tempat ini serasa milikku seorang. Sudah lama sekali aku tidak merasakan hal yang seperti ini. Malah sepertinya, aku lupa kapan terakhir menikmati berendam air panas.

Namun, waktu santaiku harus terganggu saat dering panggilan masuk berbunyi. Aku buru-buru beranjak dengan air yang masih menetes-netes ke lantai dan mendekati keranjang pakaian tempat aku menaruh ponsel. Nama Chloe tertera di layar.

Untuk apa gadis itu mengganggu waktu santaiku?

"Halo—"

"Arennga, Mischa hilang!" Chloe berseru panik.

Jantungku mencelos.

"Hilang bagaimana?!" tanyaku tak mengerti. Apa dia tersesat? Bukankah mereka tadi pergi berdua?

"Ya, hilang! Aku tadi pergi melihat-lihat di etalase pakaian. Aku masuk sebentar ke toko, lalu baru kusadari kalau Mischa tidak di dekatku! Ponselnya mati kalau kau mau tahu."

Aku berdecak. "Aku akan hubungi Pak Ben—"

"Tidak, tunggu, jangan!" seru gadis itu. "Kalau para pembimbing tahu, akan jadi masalah! Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Cepat bantu aku cari ia!"

"Ck, baiklah! Kau sudah beri tahu Chrys belum?"

"Belum, aku akan memberitahunya setelah ini."

"Kalian cari lagi sampai ketemu. Aku akan mencoba melacak ponselnya. Semoga saja masih bisa," harapku. "Di mana kalian terakhir bertemu?"

"Kau tuli atau apa? Aku baru saja menyebutkannya! Di toko pakaian!" Chloe kemudian menyebutkan detail nama tempatnya dan jalannya. "Cepatlah. Aku mengandalkanmu."

Sambungan pun ditutup.

Aku segera mengeringkan tubuh lantas berpakaian. Buru-buru aku ke kamar untuk mengambil jaket terlebih dahulu untuk penyamaran, meskipun mungkin saja sia-sia. Untungnya, tidak ada Pak Ben atau aku akan dicurigai kenapa aku sampai tergesa-gesa seperti ini. Aku yakin guru pembimbing kami itu adalah tipe orang yang bisa membaca kebohongan seseorang dari gerak-geriknya.

Ponsel, dompet, dan apalagi yang harus kubawa?

Aku bergegas turun ke lobi dan memberitahukan kepergianku pada resepsionis. "Ke toko pakaian," laporku, setengah jujur; informasi apabila Pak Ben dan orang lainnya mencariku.

Aku lekas ke toko pakaian yang Chloe sebutkan dengan naik bus. (Bagaimana aku membayar? Untungnya kartu uang digital yang kumiliki bisa dikonversi ke mata uang Ascent.) Sepanjang perjalanan aku terus melihat ke jalan berharap menemukan gadis pendek berambut sebahu kecokelatan sedang berjalan pulang. Namun, harapan tinggal harapan.

Aku turun di perempatan persis di depan toko yang kutuju. Toko dengan gaya Victorian berjendela besar dan tinggi. Manekin-manekin berjajar di balik kacanya. Tentunya, Chloe sudah tidak ada di sini.

Aku membuka ponsel, lantas mencari aplikasi pelacak nomor. Kumasukan nomor Mischa dan menunggu sekejap sampai progres selesai. Titik merah bergerak lambat muncul di peta. Ponselnya masih aktif! Dengan segera aku mengikuti sinyal itu.

Titik merah di peta memanduku melewati perempatan yang penuh dengan kendaraan berbagai jenis yang melintas dari kecil sampai besar, masuk ke jalan-jalan sempit yang kumuh, menaiki dan menuruni tangga berlumut, sampai tiba ke sebuah gang penuh sampah berserakan di antara dua gedung.

Aku mengendap-endap melewati berbagai barang bekas tak berguna. Sebenarnya tidak mungkin Mischa sampai ke sini, tetapi suara orang-orang di ujung gang membuatku penasaran sekaligus khawatir. Bagaimana kalau gadis itu ternyata jadi korban penculikan?

"Kau dapat barang bagus?"

"Haha, lumayan!"

"Drone itu berguna juga ternyata."

"Komponen ini cukup bagus!"

Apa yang mereka bicarakan?

Aku baru akan mendekati mereka ketika ponselku bergetar, membuatku terlonjak kaget. Untungnya aku bisa menahan diri sehingga persembunyianku tidak ketahuan. Chrys meneleponku. Mungkin dia berhasil menemukan Mischa.

"Apa?"

"Aku melihat Mischa dan Chloe di dekat taman! Dia dikerumuni orang-orang yang sepertinya mesum! Cepatlah! Aku juga sudah dekat!"

Cih!

Aku segera bergegas, tetapi sepertinya gerakanku yang terburu-buru telah menyenggol beberapa tempat sampah dengan kucing dan kaleng sampai berbunyi nyaring.

"Siapa di sana?!" Seseorang dengan suara besar datang mendekat.

Kucing yang kuganggu mendesis karena ekornya terinjak. Ia langsung kabur dan mengalihkan perhatian si pria sementara aku kabur dari gang itu. Sekarang yang terpenting adalah menyelamatkan Mischa dan Chloe. Semoga Chrys bisa menanganinya sebelum aku datang.

Aku berlari secepat mungkin. Beberapa kali kulihat peta dari ponsel dan mencari taman yang Chrys maksud. Sepanjang jalan kuamati setiap sudut; takut apabila aku terlewat. Napasku mulai terengah. Keringat bercucuran. Adrenalinku memuncak ketika aku menemukan taman yang Chrys bilang. Si Anak Pirang, Chloe, dan Mischa tengah dikerumuni oleh lima lelaki remaja asing. Chrys tengah melindungi Mischa yang bergetar ketakutan, sedangkan Chloe memasang kuda-kuda.

"Hoi, Kalian!" pekikku. Kelima remaja itu menengok. Kudekati mereka sambil memasang tatapan mengancam. Aku langsung melindungi ketiga orang temanku yang tak berdaya. Chrys langsung pasang badan di sampingku.

"Pahlawan kesiangan," cibir seseorang dari kelompok penindas itu yang kuasumsikan sebagai ketuanya.

"Jangan ganggu kami kalau kalian tidak ingin menimbulkan masalah antarnegara," ancamku.

"Aku juga sudah bilang begitu tadi," bisik Chrys. Aku memicing.

Si Ketua tertawa remeh. "Kalian sedang berada di negara lain. Maka ikutilah aturan di mana kaki kalian berpijak," katanya angkuh.

"Sebenarnya apa yang kalian mau?" Aku berusaha mengakhiri ini semua dengan damai sebisa mungkin.

"Kami hanya ingin membantu gadis itu," timpal seseorang di samping si Ketua—anggap saja ajudannya—sambil menunjuk Mischa. Gadis yang dimaksud merinding di belakang Chrys. "Tapi, dia malah menolak dengan kasar. Kami kan, jadi tersinggung."

"Jangan membual!" seru Chloe. "Kalian hampir saja menyentuh seujung rambutnya!"

"Apa?!" Aku—dan terutama Chrys—geram. Bisa-bisanya mereka menggoda gadis yang tidak berdaya.

Chloe menunjuk si Ketua. "Kau bahkan terlihat hampir menciumnya—"

Bugh!

Satu pukulan mendarat di pipi si Ketua sampai dia terpental. Pipinya bonyok. Sudut bibirnya berdarah. Keempat orang antek-anteknya termangu.

Itu hadiah dari Chrys. Anak itu terlihat seperti bukan dirinya. Wajah keras. Mata melotot. Alis turun. Napas berat. Tangan terkepal dengan buku-buku jari agak merah. Dia seperti banteng yang siap mengamuk.

"Aw ...." Si Ketua meringis sambil memegang pipinya yang merah. "Apa yang kalian lihat? Hajar mereka!"

Keempat orang itu langsung melihat kami sambil membunyikan buku-buku jari.

Si Ketua dan ajudannya menarget Chrys. Chloe menarik perhatian satu orang lainnya yang paling kurus di antara mereka. Sementara aku menghadapi dua lainnya yang tubuhnya terlihat tidak berbeda dariku; satu pirang, satu berambut cokelat.

Si Rambut Cokelat memukul, aku mengelak. Kutinju perutnya sambil menghindari serangan si Rambut Pirang. Dengan siku kuincar punggung si Pirang yang terbuka. Si Rambut Pirang mengaduh, kupastikan dia tak berdaya dengan satu tendangan yang tidak terlalu keras.

"Akh!"

Satu tumbang.

Melihat temannya tak bergerak, si Rambut Cokelat murka. Dia memukul, aku gagal mengelak. Sempat terhuyung, tapi aku bisa stabil kembali. Noda merah. Kubalas dengan tinju, dia berhasil menghindar. Sebelum dia sempat menyerang lagi, kuputar tubuh. Kaki kiri sebagai poros, kutendang sekuat tenaga lelaki itu sampai jatuh terhembalang.

Dua tumbang.

Mudah sekali.

Terlalu fokus pada dua orang membuatku lupa pada yang lain. Saat aku memastikan keadaan, semua perundung itu telah terkapar. Dua telungkup, dua telentang, satu memegangi selangkangannya.

"Wohoo! Tidak sia-sia aku latihan bela diri dengan Rama!" Si Badut Konyol melompat girang.

Sadar dengan keadaan, aku langsung menyuruh semua kabur. Aku menarik Chrys paksa agar dia tidak membuat anak orang lebih babak belur lagi. Awalnya anak itu menolak, tetapi saat aku berteriak di depan wajahnya, dia sadar juga.

"Ayo! Sebelum kita mendapat lebih banyak masalah!"

Kami kabur. Dapat kudengar samar-samar suara ringisan dan rintihan dari belakang sekaligus perintah dari si Ketua. Antek-anteknya yang telah siuman mengejar kami sambil tertatih. Sementara itu, si Ketua sendiri berusaha bangkit sambil memegangi perutnya.

"Lekas! Kita harus cepat kembali ke hotel!" perintahku.

Orang-orang di belakang berlari mendekat. Tiga orang. Tidak ada si Ketua dan ajudannya.

Kami keluar dari taman yang sepi ke jalanan yang cukup ramai. Kuputuskan untuk berpencar jadi dua agar para pengejar itu kesulitan. Dua lawan satu. Siapa pun yang mendapat dua orang, aku yakin dia bisa mengatasi mereka. Kami sudah membuktikannya.

"Kemari!" Kutarik salah satu lengan para gadis secara acak. Kudapatkan Chloe.

"Jangan keras-keras!" omel gadis itu sambil mengentak tanganku.

Aku-Chloe dan Chrys-Mischa berpencar di salah satu perempatan. Kami ke arah kiri dan mereka lurus ke seberang. Di belakang, aku mendapatkan si Rambut Cokelat. Mungkin dia masih dendam. Kupercepat langkah agar jarak pandang orang itu menipis. Aku berbelok ke arah gang dan langsung bersembunyi di balik tempat sampah besar yang sering kali ada di antara dua gedung. Kutahan sebisa mungkin bau busuk dan rasa jijik terhadap kuman-kuman yang ada di sekitar.

"Kenapa kita malah ke sini—"

"Diam!"

Kudekap gadis itu agar dia tidak banyak bergerak dan menimbulkan suara gaduh. Kubekap mulutnya agar suara napasnya tidak terlalu terdengar dan menyebabkan persembunyian kami terbongkar.

Dalam keheningan, kutajamkan telinga agar bisa mendengar suara langkah atau teriakan si Rambut Cokelat yang mencari kami. Namun, yang aku dengar hanyalah suara detak jantungku dan Chloe yang terpompa lebih keras karena adrenalin.

Suara derap mendekat. Gumaman seseorang terdengar dari mulut gang. Dapat kurasakan langkah kakinya semakin mendekat ke arah persembunyian kami. Dapat kulihat bayangannya mendekat. Terasa darah berdesir lebih cepat dalam pembuluhku. Keringat bercucuran karena tegang. Jantung lebih cepat memompa.

Satu langkah lagi ....

Bunyi ponsel.

"Ya?" Si pengejar. "Cih!"

Bayangan itu mengecil. Derap langkahnya menjauh.

Akhirnya aku bisa bernapas lega—

"Aw!" Si Badut Konyol menggigit tanganku! "Kau ini kenapa?!"

"Aku tidak bisa bernapas!" omelnya. Wajah gadis itu merah. Napasnya tidak stabil. Sedetik kemudian, mukanya berpaling dengan semburat kemerahan yang berbeda. Aku terheran dengan perubahan drastis yang terjadi. Dia kenapa?

"Ayo, kembali" ajakku sambil buru-buru bangkit berdiri. Kutepuk area pakaian yang sekiranya kotor.

"Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kita malah sembunyi dan bukannya menghajar orang itu? Dia hanya sendiri!"

"Dengar, ya. Kita berada di negara lain. Kita tidak tahu hukum yang berlaku di sini. Menghajar mereka di taman saja sudah berisiko. Kita ini perwakilan yang merepresentasikan suatu negara. Kita tidak boleh mempermalukan Altherra! Kau mengerti?"

"Ck. Kan mereka yang mulai! Kita bisa bilang kalau itu membela diri."

"Sudah kulakukan dan aku tidak mau menambah masalah lagi. Siapa yang tahu mereka punya koneksi yang dapat memperburuk situasi kita di sini? Hal paling buruk: diskualifikasi, dan kita bisa dicap buruk tidak hanya oleh satu sekolah, tapi juga satu negara. Paham?"

Gadis itu hanya diam. Pipinya menggembung.

Setelah tidak ada debat lagi, kupastikan posisi kami di peta dan mencari jalan untuk kembali ke hotel. Kami susuri lorong gelap yang penuh dengan barang-barang bekas berserakan menuju jalan keluar yang lain agar tidak bertemu dengan para pengejar itu. Chrys sudah kuhubungi agar langsung kembali ke hotel tanpa menunggu kami.

Hening. Tumben sekali badut itu tidak banyak bicara seperti sebelumnya. Sikap tubuhnya juga seperti orang yang canggung. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?

Aku menggeleng. Tak kuhiraukan perubahan sikapnya itu. Setidaknya, aku bisa tenang tanpa ada suara cempreng darinya selama beberapa saat.

"Dengar ...."

Ah, aku terlalu banyak berharap.

"Sebelum kau menyalahkan seseorang, kau harus tahu kalau Mischa itu buta arah," ujar Chloe sambil melihat ke arah lain. "Ia gampang panik."

"Ini bukan salah siapa-siapa," sahutku. "Aku tidak pernah menyalahkan siapa pun dari awal."

Wajah Chloe menghadapku. Alisnya terangkat satu. "Wow, tumben."

Aku hanya melihatnya datar.

Kami akhirnya pulang menggunakan bus (terima kasih pada petunjuk perjalanan wisata Kota Dvat). Keadaan di dalam agak ramai sampai kami harus berdiri. Sesaknya ruang membuatku mual dan sulit bergerak.

"Kemari." Kuraih tangan Chloe. Gadis itu terperanjat saat kugenggam tangannya. "Aku tidak ingin ada lagi yang hilang," tambahku agar dia tidak salah paham.

Selama kurang lebih setengah jam perjalanan tanpa ada yang mau bicara, kami akhirnya tiba di depan hotel. Beberapa orang lalu-lalang di pelataran seperti sedang mencari atau menunggu sesuatu. Di depan pintu hotel, Pak Ben sedang berdiri gusar sambil mengentak-entakkan kaki. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Mata hitamnya memandang kami tajam.

"Sepertinya kita ada dalam masalah." Suara Chloe yang memecah keheningan di antara kami sedari tadi seolah jadi pertanda datangnya badai.

~~oOo~~

A/N

MWM resmi berakhir! AAAAA! Tapi saya cuma bisa upload beberapa bab aja. Gak sampai silver badge (20k kata) pula aaaaa! Semoga saja tidak mendapat hukuman. //hiks

...

Diterbitkan: 30/04/2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro