Bab 32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada obrolan yang menyertai kami di sepanjang perjalanan ke Stadion Infinite. Chrys yang biasanya menjadi pelawak di tim kami pun tidak bersuara. Matanya terus fokus ke jalan penuh kendaraan yang berseliweran di luar jendela; tanpa ekspresi. Mungkin masih ada sisa efek peristiwa kemarin. Cukup mengguncang memang. Chloe dan Mischa yang duduk di kursi tengah di depan kami juga tetap diam. Tidak ada topik perbincangan yang seru barangkali. Aku sendiri memang sedang tidak ingin membicarakan apa pun.

Mungkin, satu-satunya suara manusia yang bisa terdengar sekarang adalah suara dari radio tentang berita hari ini mengenai pertandingan dan pengaruhnya pada seisi kota.

"Beberapa ruas jalan ditutup sebagai pengaruh dari pertandingan hari ini. Warga diharapkan mengambil jalur alternatif yang telah disediakan bila ingin bepergian. Selain itu, medan gaya yang besar telah ditempatkan di seluruh kota dan di banyak titik untuk melindungi bangunan dan tempat dari ancaman kerusakan ...."

Suara berita sayup-sayup tenggelam dalam pikiranku. Semua bunyi seolah sirna. Hanya ada perkataan Alva yang terus menghantuiku.

Apa sebenarnya yang anak itu tahu?

Orang-orang memenuhi jalanan, menunggu para peserta datang. Para wartawan dengan kamera dan lampu-lampu kilat memotret kami sejak kami turun dari mobil. Pak Ben dan beberapa petugas keamanan menghalau mereka lantas menggiring kami untuk berkumpul dahulu di ruang pertemuan.

Tim Ascent dan Canidae sudah tiba bersama guru pembimbing mereka. Mereka telah memegang skyboard masing-masing. Kami pun segera diinstruksikan untuk mengambil perlengkapan.

Aku, Chrys, Mischa, dan Chloe mengambil papan yang sama saat dengan latihan karena memang telah disetel sedemikian rupa. Sesudah mengenakan strap dan gelang pengendali, Pak Ben mengumpulkan seluruh tim dan memberikan sedikit wejangan sebelum kami benar-benar bertanding.

"Pertandingan kali ini sedikit berisiko karena kalian akan berada di ketinggian. Namun, tenang saja, pelindung yang diterapkan di gelang kalian akan aktif saat kalian hampir mencapai tanah kalau terjatuh; beberapa meter sebelum terjadi benturan. Meskipun begitu, tetaplah berhati-hati. Bertanding yang jujur karena kejujuran adalah inti dalam perlombaan apa pun," nasihatnya. "Mengerti kalian semua?"

"Siap, mengerti, Pak!" jawab kami serempak.

Pak Oxa dan Bu Eva kemudian memaparkan tentang aturan tambahan dan apa saja yang tidak boleh dilanggar.

Setelah tidak ada lagi yang harus dijelaskan, kami digiring ke lapangan. Setiap tim diarahkan ke sudut yang berbeda. Tim Scienta et Social di sisi kanan, Prima Sophia di sisi tengah, dan Magna Prudentia di kiri dari kedatangan kami. Tidak ada dinding cahaya transparan yang menjadi ciri bahwa perangkat solid hologram telah aktif. Sebagai gantinya, sebuah menara seperti menara sutet dengan empat kaki dan badan menara yang layaknya jaring-jaring anyaman menjulang tinggi. Di atas menara yang ujungnya seperti kubah, kristal oktahedron hijau melayang-layang.

Di lapangan yang telah ditandai dengan garis silang putih, kami berhenti. Saat semua tim telah berada di titik masing-masing, Pembawa Acara membuka pertandingan.

"Selamat datang, Para Hadirin!" sambutnya. "Pada pertandingan fase ketiga ini, para peserta harus mengelilingi kota dan mencari setiap petunjuk yang tersebar untuk menemukan lokasi bos terakhir. Petunjuk-petunjuk ini akan tersembunyi dan ada dua cara untuk mendapatkannya: menjawab soal dengan benar, atau menghadapi monster penjaganya. Untuk menambah tingkat kesulitan, hanya akan ada satu bos terakhir seperti pada fase sebelumnya. Namun, selain menemukan lokasi bos, para peserta juga bisa menambah poin dengan menemukan peti-peti harta karun yang tersebar di beberapa tempat tersembunyi. Itulah kenapa fase ini juga disebut 'Treasure Hunt'!"

Penonton yang ada bersorak. Mungkin tidak sabar dengan acara yang sudah seperti reality show berburu harta ini.

"Para Peserta, siapkan skyboard kalian!" perintah Pembawa Acara.

Aku melemparkan skyboard ke depan lalu mengaktifkannya sebelum membentur tanah. Cahaya kebiruan seketika berpendar dari turbin di bawah papannya mencegahnya menyentuh rumput hijau lapangan. Kunaiki kendaraan itu sambil terus menjaga keseimbangan.

"Jangan lupa avatar kalian!" Pembawa Acara mengingatkan.

Aku melemparkan pin ikosahedron ke langit diiringi kawan-kawan yang lain. Kumpulan cahaya bersinar di udara lalu membentuk sosok-sosok figur kerdil berlainan bentuk. Arthur berdiri di belakang kakiku kemudian. Tangannya yang kecil memegang tungkaiku dengan kokoh.

"Untuk tahap pertama, setiap ketua akan memperebutkan kristal petunjuk yang ada di atas menara. Siapa yang cepat akan mendapat petunjuk pertama terlebih dahulu, lalu ketua selanjutnya akan memperebutkan kristal yang lain. Setiap kristal yang muncul akan memiliki jeda waktu 10 detik. Kristal-kristal ini akan memberikan petunjuk ke tiga jalur yang berbeda, tetapi menjurus pada satu tujuan akhir yang sama. Siapa yang cepat dia yang dapat! Namun, jangan lupakan harta karun di sepanjang jalan untuk menambah poin karena itu juga akan berpengaruh pada hasil akhir!"

Setelah Pembawa Acara memaparkan sekilas peraturan agar para penonton yang hadir mengerti, hitungan mundur pun dimulai bersama dengan kristal petunjuk yang berpendar berkilauan dengan warna-warna yang silih berganti.

10, 9, 8 ....

Aku menekan ujung belakang papan agar moncongnya menghadap langit. Kusiapkan kaki kananku di gas agar dapat segera meluncur.

... 3, 2, 1!

Aku memelesat ke angkasa. Alva dan Saka mengikuti. Namun, kedua anak itu ternyata bisa lebih cepat dari dugaanku. Kendatipun aku menambah kecepatan, Alva bisa lebih dulu sampai dan mengambil kristal itu, lantas terbang mengitari stadion sambil melewatiku dan Saka seraya memberi senyuman mencemooh sebelum kembali ke kelompoknya.

Para penonton dan Pembawa Acara bersorak saat kristal pertama berhasil direbut.

Aku berdecak. "Sialan."

Dalam waktu pendinginan sebelum kristal petunjuk selanjutnya muncul, tim Ascent sudah meluncur keluar stadion. Sementara itu, aku dan Saka tetap melayang memutari menara, berhadapan satu sama lain.

Di bawah, para anggota tim menyemangati. Namun, di timku sendiri hanya Chloe yang berteriak-teriak supaya aku jangan lagi gagal sambil meloncat-loncat. Mischa tidak perlu ditanya kenapa dia hanya memandangiku saja sambil menautkan kedua tangan di depan dada. Sementara itu, Chrys melihatku penuh harap. Suara anak itu belum terdengar lagi sejak kami memasuki lapangan. Aku jadi khawatir dengan kondisi mentalnya. Dia pasti masih merasa tidak enak dengan sikapnya yang meledak-ledak kemarin, tidak seperti biasanya yang humoris.

"Kau sebaiknya lebih fokus agar tidak terlewat lagi, Kawan-Lawan," ingat Saka. "Dengarkan pacarmu yang sedang menyemangati itu."

Mataku berkedut. "Aku bukan pacarnya!" tampikku. "Kalian semua sama saja."

Saka hanya tertawa. Lalu, kristal petunjuk muncul. Anak itu langsung menyambarnya sebelum aku bisa bereaksi.

"Terlalu lambat!" hardiknya. "Sudah kubilang dengarkan pacarmu untuk tetap fokus."

Aku menggeram; berdecak sebal. Lagi-lagi aku didahului. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padaku sampai aku tidak bisa fokus seperti ini. Apakah ada kaitannya dengan kejadian yang menimpa kami kemarin? Apakah aku terlalu memikirkan Chrys yang berubah? Apa aku kelewat khawatir tidak bisa berhasil dan gagal jadi yang terbaik?

Aku menggeleng mengenyahkan semua pertanyaan yang mengkhawatirkan itu sampai baru kusadari bahwa kristal petunjuk telah bertengger kembali di puncak menara. Aku lekas mengambilnya dan kembali lagi ke kelompokku.

Chloe mencak-mencak ketika aku tiba. Gadis itu menggembungkan pipi seolah bisa meledak kapan saja. "Ada apa denganmu?! Kenapa kau hanya diam saja seperti orang bego?! Kita jadinya ketinggalan jauh!"

Aku mendengus berusaha menahan dorongan untuk mengajak ribut. "Kita tidak akan selangkah lebih maju meskipun aku menjelaskan alasannya dan kau ribut seperti burung dalam sangkar," tukasku sambil memperlihatkan kristal petunjuk. Layar berisi serangkaian kalimat pun melayang di atasnya.

Gadis badut itu hanya menggerutu sebagai balasan.

Hijau mengelilingi sang Waktu.

Makhluk fana berbondong-bondong menghilangkan jemu.

Kalimat-kalimat selanjutnya tidak kalah membuat otak pusing tujuh keliling. Ada banyak rima, perumpamaan, dan diksi-diksi yang berlompatan.

Kami menelaah setiap kata. Kalimat-kalimat berima itu tentunya mengarah pada satu tempat. Tidak seperti tim Ascent yang sudah mengenal kota ini seperti rambut di kepala mereka, kami perlu memutar otak untuk memahaminya.

Sebuah keuntungan bertanding di kandang sendiri.

"Aku tahu," laporku pada akhirnya. Aku lantas terbang menuju angkasa. Teman-temanku mengikuti di belakang.

Angin kencang menerpa wajahku seketika aku di atas stadion. Bentang kota menyapa dengan indahnya. Tidak seperti pemandangan pertama yang terasa bebas, kini kota diselimuti oleh tabir merah. Beberapa sudut juga seperti diselubungi warna kemerahan. Mungkin ini yang disebut sebagai medan gaya seperti yang dikatakan di radio. Namun, entah kenapa Pemerintah Ascent mewarnainya dengan warna darah. Bukankah itu malah menghalangi pemandangan?

Aku menggeleng, tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang seharusnya terjadi. Lekas kupacu skyboard menuju tempat yang kuperkirakan adalah lokasi yang dimaksud soal.

"Kau yakin kita sedang menuju arah yang tepat?" tanya Chloe skeptis.

"Percaya saja," aku meyakinkan. "Tidak banyak tempat di kota ini yang memiliki deskripsi seperti itu."

"Dari mana kautahu?"

"Artikel yang kubaca."

Gedung-gedung dan rumah-rumah berkelebat cepat di bawahku. Selarik warna putih, hijau, dan kelabu yang bercampur dengan merah medan gaya berpadu menjadi satu. Sekali waktu aku melewati gedung tinggi dengan kaca berlapis-lapis yang memantulkan refleksi diriku. Chloe, Chrys, dan Mischa mengekor tepat di belakang.

Tujuanku semakin dekat.

Pohon-pohon rindang semakin jelas. Semak-semak bunga membesar. Sebuah menara jam ikonik dengan bunga teratai di atasnya menjulang tinggi di salah satu sudut taman. Bangku-bangku semen menyebar di beberapa sisi dan melingkar mengelilingi sebuah air mancur besar. Airnya yang memancar mengalir jatuh ke alas-alas yang lebih lebar di bawahnya seperti sebuah air terjun kecil yang bertingkat-tingkat. Kami berhenti dan turun di dekat air mancur itu.

"Periksa sekitar, cari kristal soal yang bersembunyi," perintahku sambil melihat sekeliling.

Chrys mencari di setiap semak-semak. Mischa memeriksa petak-petak bunga. Chloe mengintip ke balik bangku-bangku semen atau wastafel tempat minum. Sementara aku menyipitkan mata ke arah dahan penuh dedaunan rimbun.

Kurang lebih 5 menit kami mencari sampai akhirnya Chloe berseru, "Aku menemukannya!" Dia berdiri di samping air mancur dengan satu tangan memeluk skyboard dan tangan lainnya memegang kristal soal bersama Clowny di bahunya yang mengibas-ngibaskan kepala bertopi kerucut dan tubuh yang basah. Apa kristal soal itu ada di dalam air yang mengalir?

Kristal oktahedron putih berpendar sebelum berpencar menjadi cahaya. Dari ujung air mancur, kerlip putih berkumpul membentuk sebuah figur. Sosoknya seperti kain transparan yang melayang-layang. Dua kaki telanjangnya melayang di atas air. Buku dan pena bulu di masing-masing tangan. Tubuhnya dibalut pakaian panjang serupa tanaman rambat yang dijalin. Rambutnya yang bergelung dihiasi mahkota akar yang mengelilingi wajah damai dengan mata terpejam.

"Nymphae," bisik Mischa yang masih bisa terdengar olehku.

Dengan suara bak semilir angin, makhluk digital itu membacakan puisi.

Bunga-bungaan

Tumbuh dengan indahnya

Di musim semi

Bunga-bunga digital perlahan tumbuh di sekitar kami. Putih, merah, ungu. Dari rumput, perdu, sampai ke semak-semak.

"Haiku ajaib," celetuk Chrys seraya melihat ke sekeliling. Aku lega setidaknya sifat humoris anak itu tidak hilang sepenuhnya.

Suka dan duka

Semua tergambarkan

Oleh mereka

Ada beberapa tanaman yang sering kali dibuat sebagai simbolisasi seperti mawar atau melati, bahkan sampai spider lily. Haiku yang disenandungkan sepertinya petunjuk untuk menjawab soal ini.

Puisi-puisi terus bergulir. Berbagai bentuk, berbagai macam. Semuanya berupa puisi kuno yang memiliki aturan. Isinya beragam, dari keindahan alam sampai perilaku manusia—baik yang tercela ataupun yang terpuji. Seiring dengan suara yang mengalir itu, hewan-hewan liar muncul seperti bunga-bunga yang sebelumnya. Seketika, taman ini berubah menjadi taman dengan tumbuhan dan binatang-binatang yang siap menerkam kapan saja.

Dosa pertama

Umat manusia

Carilah dia

Satu detik, dua detik. Tidak ada lagi yang terdengar dari si Nymphae. Makhluk digital itu melayang tenang di atas air mancur yang masih mengalirkan air dengan deras, bersama burung-burung tak nyata yang beterbangan mengelilinginya.

Aku dan yang lainnya saling berpandangan.

"Kau mengerti apa yang harus kita lakukan?" tanya Chloe. Kepalanya menengadah agar bisa melihat mataku.

Aku sebenarnya tidak yakin. Namun, sebagai ketua, aku seharusnya bisa mengarahkan mereka dengan benar. "Puisi itu pasti petunjuknya," terkaku.

Chloe mendesah. "Kami juga sudah tahu itu," jawabnya sambil memutar bola mata. "Sayangnya, aku tidak jago dalam hal teka-teki bahasa dari dulu."

"Carilah dosa pertama manusia," bisik Mischa, "mungkin ... itu maksudnya."

"Kenapa harus berputar-putar dulu hanya untuk memberi pertanyaan apa dosa pertama manusia?" tanya Chloe lagi. "Memang apa dosa pertama yang dimaksud?"

Aku memeriksa sekeliling lagi.

"Dosa dalam agama apa? Kan, banyak."

"Taman Eden." Aku memastikan. "Taman ini telah berubah menjadi Taman Eden. Dosa pertama yang dimaksud adalah ketidakpatuhan. Puisi-puisi lainnya pasti mengarahkan pada jawaban-jawaban lain."

"Dari mana kautahu?" Chloe sangsi.

"Em, Teman-Teman. Sebaiknya kalian berpikir lebih cepat." Chrys menginterupsi perdebatan antara aku dan Chloe. "Waktu kita semakin habis."

Aku menatap anak pirang itu bingung, lalu melihat ke arah yang ditengoknya. Mataku membulat. "Sejak kapan hitung mundur itu ada di sana?"

Di atas burung-burung di kepala si Nymphae, angka-angka terus berkurang dari 5, 4, 3, 2, 1, dan akhirnya 0 detik.

Tidak ada gunanya.

Mata si Nymphae terbuka, memperlihatkan warna putih seluruhnya. Bibirnya bergerak saat berkata, "Kenapa kalian tidak patuh, wahai Makhluk Fana?"

Chloe, Chrys, dan Mischa refleks mundur ke belakangku.

Hewan-hewan meraung dan melolong. Tanaman-tanaman bergerak merambat ke arah si Nymphae, melilitnya sampai membungkus seluruh tubuh. Dalam sekejap, sosok putih si makhluk digital berubah menjadi monster tanaman raksasa dengan akar-akar pohon yang menjuntai serupa tentakel. Tangan dan kakinya dililit batang-batang raksasa seperti kumpulan silinder yang terpuntir. Daun-daun menjadi rambut yang menutupi seluruh kepalanya yang kini berwarna hijau batang kayu dengan urat-urat kayu cokelat yang menonjol.

"Kalian harus dihukum karena tidak patuh!" seru si monster pohon sambil mengangkat kedua lengan kayunya. Burung-burung terbang dari sela-sela cabang pohon. Lolongan serigala dan raungan singa bergema.

"Semuanya, terbang!" perintahku menghindari serangan pertama dari seekor serigala yang maju menerkam.

~~oOo~~

A/N:

Diunggah sebagai hadiah akhir tahun. Mohon maaf kalau update cerita ini terkesan sangat lambat ya, Guys. Semoga bisa tamat di tahun depan. Selamat liburan dan semoga harapan kalian di tahun depan yang baik-baik tercapai semua. Aamiin!

...

Diterbitkan: 31/12/2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro