Bab 13 : Aku Jamin Kau Akan Bosan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kita akan loncat beberapa waktu ke depan, karena aku tidak suka alur lambat. Meskipun mungkin akan ada beberapa kilas balik nanti.

"Cahaya memiliki dua sifat. Sebagai partikel dan sebagai gelombang," kata Bu Mia mulai menjelaskan. Pelajaran yang sesungguhnya dimulai setelah pengenalan tentang sejarah avatar kenapa diterapkan di sekolah ini. Kapan-kapan mungkin aku akan membahasnya.

"Seperti yang kita tahu, cahaya tampak yang dapat kita lihat hanya pada batas frekuensi tertentu. Dimulai dari merah sampai violet. Dalam kaitannya dengan teknologi avatar, sifat yang dimanipulasi adalah cahaya sebagai partikel. Pada dasarnya, partikel cahaya tidak memiliki massa, itulah kenapa cahaya tidak bisa saling berinteraksi. Mereka akan bergerak lurus atau berbelok ketika ada hambatan yang dapat memantulkannya." Bu Mia memperagakan belokan cahaya itu dengan senter dan cermin.

"Dengan teknologi terbaru yang terus dikembangkan, cahaya yang ada dapat dimanipulasi menjadikan mereka serupa molekul—molekul cahaya. Mereka saling berinteraksi—bergabung, membelokkan satu sama lain, membentuk sebuah zat padat." Bu Mia memperlihatkan animasi hologram berupa molekul-molekul berpendar berwarna kuning yang saling tumpang tindih. "Kita tidak akan perlu mengkhayalkan lagi pedang cahaya dari film Perang Bintang, karena teknologi itu benar-benar bisa dibuat." Sebuah adegan pedang berpendar saling berbenturan diperlihatkan dengan tiba-tiba membuat semua orang terkaget.

"Hey, Anastasia. Kau mengerti semua ini?" tanyaku panas mendengar semua penjelasan yang dilontarkan sekaligus. Mungkin aku akan mempelajarinya ulang agar paham nanti.

Anastasia bertopang dagu sambil tersenyum. "Setiap kata, Chloe. Setiap kata," sahutnya sambil terus melihat ke depan. Aku heran bagaimana gadis itu tetap bisa fokus di tengah gambar yang dapat membuat orang yang punya epilepsi kambuh penyakitnya.

Bu Mia melanjutkan penjelasan dengan gambar sebuah siluet makhluk chibi yang terbentuk dari titik-titik cahaya. Siluet itu berputar-putar membuat kesan tiga dimensi. "Avatar yang berasal dari hasil pemindaian tubuh dibuat ulang dengan tiga jenis art style—chibi, semirealist dan realist. Setiap satu jenis art style akan disimpan di dalam pin dan akan diperbarui setiap naik kelas.

"Pin avatar memuat semua informasi salah satunya adalah informasi bentuk avatar. Setiap pin dinyalakan, sinyal dari pin akan diteruskan ke alat sensor yang akan menerima dan menerjemahkan sinyal tersebut. Setelah itu, sensor akan mengirimkan proyeksi cahaya kembali ke dalam pin untuk membentuk sebuah figur yang telah direkam sebelumnya dengan memanipulasi cahaya tersebut agar memiliki massa. Itulah kenapa kalau kalian perhatikan, di setiap sudut sekolah terdapat alat-alat berbentuk bola berwarna putih seperti CCTV—hanya saja bentuknya lebih kecil. Sebenarnya itu adalah sensor avatar."

Aku menguap beberapa kali. Mengerjap-ngerjapkan mata agar kantuk itu hilang. Aku tahu semua penjelasan itu penting, tetapi rasanya otak ini harus diisi sedikit-sedikit. Tidak boleh sekaligus.

"Kalian mungkin bertanya-tanya untuk apa soal psikotes yang banyak ketika masuk dan tes olahraga yang begitu melelahkan. Semua itu untuk ini." Bu Mia memperlihatkan avatar yang sebelumnya kaku, kini bergerak dengan lincah. Berputar, melompat, salto, berpose. "Semua data-data itu akan menjadi bagian dari avatar kalian. Semua respons dan perilaku avatar berdasar dari data-data tersebut. Seberapa tinggi lompatan para avatar dan kelincahan mereka juga berasal dari sana."

Aku sudah berada di titik jenuh. Tanganku sudah tidak sanggup menumpu kepala yang semakin berat. Dalam kantuk yang mulai terasa, aku masih berusaha mendengarkan penjelasan Bu Mia.

"Arena yang dipakai juga memiliki prinsip yang sama. Awalnya ruangan hanya berupa ruang kosong berwarna putih. Setelah data dalam kuis pemilihan arena terkumpul, sistem akan memvisualisasikannya melalui benda yang serupa untuk memunculkan avatar. Untuk menambah kesan nyata, ditambahkan aroma-aroma yang mendukung melalui lubang-lubang di dinding."

Bu Mia terus mengoceh tentang sistem avatar. Kali ini beliau menjelaskan tentang algoritma yang menyusun sistem. Anastasia pasti senang dengan bagian ini, tetapi tidak denganku. Dan aku jamin kau juga tidak akan ingin mendengarnya.

Aku melihat teman di sebelah dengan cemas. Rasa senangnya yang terlihat berlebihan itu membuatku sangat takut. Aku khawatir dia jadi gila karena mendengar itu semua dan mencoba membuat sesuatu yang dapat menghancurkan seisi sekolah.

"Sadarlah, wahai Anak Muda," bisikku, "jangan sampai kuasa gelap memengaruhimu berbuat kerusakan di dunia." Anastasia menoleh. Aku mendapat satu cubitan di pipi kanan.

"Hit point awal avatar berasal dari hasil ujian masuk. Poin-poin itu berkisar antara 1000-2000 poin bergantung pada hasil tes kalian. Poin tersebut terus bertambah dari hasil kuis dan ujian. Dan hal itulah yang menjadi penentu peringkat paralel."

Seseorang di depan sana mengangkat tangan. Dengan suara cempreng anak itu bertanya, "Apa poin avatar kami bisa berkurang sewaktu-waktu? Mengingat waktu itu ada yang bilang poin yang ada bisa berkurang."

Bu Mia tersenyum samar. "Tentu saja poin kalian tidak akan berkurang tiba-tiba. Pengurangan poin akan berlaku jika kalian melakukan 'transaksi'. Kita akan membicarakan hal ini lebih lanjut nanti."

Aku penasaran dengan jenis transaksi yang dapat dilakukan. Apa itu hanya terbatas pada aksesoris avatar seperti yang pernah diceritakan atau ada yang lain?

"Ada yang tahu permainan jenis Role Playing Game atau RPG?" Bu Mia benar-benar menanyakan pertanyaan yang sangat acak. Aku memang merasa pembuat sistem ini sangat terinspirasi dari jenis permainan itu.

Suara jawaban yang beragam dan bersamaan membuat ruangan menjadi bising, terutama dari kalangan laki-laki. Suara mereka terdengar seperti gerombolan nyamuk yang sedang berburu.

"Aku suka jadi mage! Mereka punya mantra yang hebat dan kuat," oceh salah seorang lelaki di depan sana.

"Mana ada. Mereka lemah! Lebih kuat knight!" temannya menimpali sambil memperagakan gerakan menangkis dan menyabet musuh dengan pedang khayalan. "Ciat, ciat!"

Aku menopang dagu. "Dasar laki-laki."

"Kau akan mengerti kalau bermain VRMMORPG*," komentar Anastasia.

"Kau bermain juga?" Anastasia hanya tersenyum sambil mengangkat bahu.

"Sudah, Anak-anak." Bu Mia mencoba mengambil kembali perhatian seisi ruangan. "Maksud Ibu adalah, sistem avatar ini mirip dengan sistem yang ada di permainan tersebut." Bukan hanya mirip, Bu, tetapi mirip sekali. Aku bahkan menduga yang membuat sistem ini hanya salin-tempel peran-peran yang ada.

"Kalau kalian memperhatikan status avatar yang ada, kalian akan menemukan kata-kata seperti, Role, Type of Attack, Flexibility, Strenght, dan lain-lain. Ibu akan membahasnya satu per satu." Aku mendesah. Ini pasti akan menjadi semacam buku panduan permainan RPG.

"Ada tiga role atau peran yang diberikan sesuai dengan kepribadian kalian. Mage atau tipe penyihir biasanya dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai daya analisis tinggi, kepekaan terhadap lingkungan, dan pembuat strategi yang andal. Mereka adalah tipe yang menyerang dari jarak jauh. Knight atau tipe ksatria biasa dimiliki mereka yang berjiwa tangguh, kuat dan senang dengan tantangan. Para ksatria bertipe serangan jarak pendek. Role yang terakhir adalah assassin. Mereka yang suka bekerja di balik bayangan dan senang membuat perubahan besar banyak masuk dalam tipe ini. Mereka memiliki kemampuan menyerang dari jarak pendek atau jauh." Bu Mia mengoceh cukup lama. Anak-anak dalam ruangan berkomentar tentang tipe-tipe role yang Bu Mia paparkan, tak terkecuali Anastasia yang menggodaku. Gadis itu menyebutkan kalau aku tidak masuk dalam kriteria mana pun dalam role mage. Aku cemberut.

"Role-ku assassin, loh," lanjut Anastasia bangga di sela gurauannya. Aku hanya mengangguk.

"Walaupun begitu, Anak-anak," lanjut Bu Mia dalam kebisingan, "tiga role tersebut tidak dapat menilai kepribadian kalian begitu saja. Ada banyak kepribadian yang dapat dipecah lagi menjadi peran-peran tertentu, tetapi akan terlalu banyak bila diterapkan. Maka dari itu, peran hanya dibagi ke dalam tiga tipe untuk memudahkan penilaian dan pengelompokan."

Bu Mia memperlihatkan hologram segi lima yang memiliki bentuk segi lima lagi di dalamnya, membentuk seperti jaring laba-laba. Di setiap ujungnya terdapat kata-kata yang berbeda. "Sekarang Ibu akan menjelaskan secara singkat tentang 'Aspek Avatar'. Diagram yang kalian lihat ini terdiri dari lima aspek yang membentuk kemampuan setiap avatar. Strenght merupakan aspek yang menunjukkan seberapa besar nilai kerusakan apabila menggunakan skill. Flexibility, memperlihatkan kelenturan dalam bergerak. Agility adalah nilai ketangkasan dalam bertindak. Intelligence, bagaimana avatar merespons lingkungan, dan yang terakhir, durability, ketahanan sebelum jatuh saat diserang. Bagaimana caranya menambah nilai aspek-aspek tersebut akan kita bahas di pertemuan-pertemuan selanjutnya."

Aku bernapas lega. Kukira panduan permainan RPG akan benar-benar Bu Mia bacakan semua.

"Karena minggu depan kalian sudah mulai UTS, Ibu akan memberikan beberapa tip yang mungkin akan berguna ke depannya." Oh, ini dia yang kutunggu-tunggu. Aku harus menyiapkan catatan atau perekam agar tidak ada yang terlewat.

"Mulailah dengan mata pelajaran yang kalian kuasai," ujar Bu Mia memulai. "Semakin banyak soal yang dapat kalian kerjakan dengan cepat, semakin banyak waktu untuk mengerjakan soal bonus."

Aku mengetikkan semua penjelasan yang Bu Mia paparkan dan juga tidak lupa merekamnya.

...

Kepalaku panas dan badanku pegal. Kalian pasti sudah tahu kenapa. Oleh karena itu, aku memanggil jasa pijat yang meskipun amatir, tetapi tetap terasa enak—dan yang terpenting adalah gratis.

"Owh, yeah. Sedikit ke bawah," kataku sambil menelungkupkan badan. Mataku terpejam karena keenakan. "Ah, ya, di situ. Sedikit ke kanan." Clowny memijat punggungku dengan kaki-kaki kecilnya. Gerincing lonceng terdengar ketika dia melompat-lompat. Kegiatan yang melelahkan membuat otakku memiliki ide-ide gila. Salah satunya ini. Bodoh sekali aku baru terpikir bisa menyuruh avatar sendiri seenak mulut.

Seharusnya aku lebih mempelajari apa saja yang avatarku bisa lakukan. Ya, siapa yang tahu Clowny ternyata bisa memasak kalau dilatih atau menyapu kamar sampai bersih, sementara aku merebahkan diri di kasur. Serasa punya pembantu sendiri. Mungkin suatu hari akan kucoba.

Suara ketukan di pintu membuatku mendongak. Ketukannya memiliki irama, dari pelan ke keras. Aku tidak ingin Anastasia mencoba merusak pintu kamarku untuk kedua kalinya. "Masuk!" teriakku sambil masih telungkup.

"Pe ... pe ... pemandangan mengerikan apa ini?!" Anastasia menahan suaranya agar tidak sampai terdengar seperti teriakan yang biasa ia lakukan kalau aku sedang berbuat hal konyol. Artemis—avatar milik Anastasia—bahkan sampai ternganga melihat sesama AI di depannya melakukan hal tak terduga.

Gadis yang sedang memeluk avatarnya itu mendekat dan duduk di kursi belajar. "Kau sedang apa, sih?"

"Relaksasi."

Artemis melompat dari pangkuan Anastasia dan memarahi Clowny dengan bahasa yang tidak jelas. Avatarku langsung turun dari punggung dan meladeni adu suara cempreng si avatar pemanah.

"Lihat, AI saja tahu kalau itu sebuah perbudakan."

"Itu menurutmu," kilahku sambil meregangkan punggung. Menikmati hasil pijatan Cowny.

Aku turun dari kasur dan melerai pertengkaran para AI yang tidak berarti. Kupangku Clowny dan kembali ke dekapan kasur yang empuk.

"Jadi, ada apa?" tanyaku. "Menginterupsi Clowny yang sedang memijatku dan mengatakan itu perbudakan. Pasti ada hal penting."

"Bilang saja aku mengganggumu." Aku mengangkat bahu. "Sebenarnya aku ingin mengajakmu belajar bersama karena dari minggu kemarin kau selalu panik mengenai UTS, tetapi yang kulihat malah sebaliknya."

"Aku juga kan, butuh istirahat."

"Hal yang kulihat kau hanyalah malas-malasan. Kalau seperti ini bagaimana bisa menghadapi UTS dan menjadi juara umum?"

"Aku lelah, Anastasia," jawabku memelas setengah dongkol karena telah dikatai. "Kau tahu kegiatanku berat, 'kan?"

Gadis di depanku melembutkan tatapannya. "Kau mau jalan-jalan?"

"Ke mana?" Aku bertanya balik dengan curiga.

"Kita akan relaksasi lebih baik dari pijatan badutmu."

"Aku tersinggung, loh." Anastasia hanya tersenyum sambil berlalu.

"Aku akan mengambil jaket dulu."

"Anastasia kenapa, sih?" Aku bergumam sembari menggaruk kepala. Kutarik jaket merah bertudung dari gantungan.

Aku dan Anastasia—Clowny dan Artemis sudah kembali ke tempat mereka beristirahat—menyusuri lorong dari ujung ke ujung sambil menguping isi kamar yang dilewati. Anastasia yang paling menikmati perjalanan ini sampai sesekali tertawa cekikikan mendengar suara-suara yang ada.

Kami mendengarkan samar suara musik heavy metal dari kamar ketiga setelah kamarku. Ada suara dinding digedor dengan keras, pasti dari kamar sebelah yang tidak tahan—mungkin. Beralih ke seberang, ada suara musik klasik yang mengalun dari kamar kelima setelah kamar Anastasia. Ada juga suara orang tertawa keras seperti terkena hukuman gelitikan maut. Kami menikmati semua itu sambil tetap waspada apabila ada yang memergoki kami sedang menguping.

Anastasia mengajakku keluar dan pergi ke taman yang selalu dipakai anak-anak untuk beristirahat. Baik di sela jam pelajaran yang memuakkan maupun di kala senggang untuk melepas beban—atau menambah beban dengan perkelahian tempat duduk. Taman-taman itu berada di antara gedung belajar-gedung ujian dan gedung ujian-gedung klub.

Suasana sekitar begitu hening, hanya ada suara jangkrik dan sesekali kodok yang berbunyi. Lampu-lampu taman menjadi satu-satunya penerang di tengah langit yang sangat gelap. Udara terasa dingin sampai aku harus mengetatkan jaket.

Kami ditemani pohon-pohon yang mengeluarkan udara segar saat berjalan menuju taman. Pohon besar itu tidak mengesankan menyeramkan melainkan melindungi. Ada bunga-bunga yang tumbuh di sekitarnya juga.

Kami tiba di taman yang sepi dan senyap setelah beberapa menit berjalan sambil mengagumi suasana. Aku memilih bangku yang mengarah langsung ke arah lapangan. Kuhirup lagi udara dengan perlahan. Anastasia benar. Udara malam hari di taman ini berhasil membuatku relaks. Kurasakan udara yang masuk ke paru-paru dengan pelan. Tarik napas, buang. Sampai ke tarikan ketiga rasanya napasku berhenti sesaat dan jantungku berhenti sejenak. Anastasia bertanya panik.

"Kau kenapa?"

Aku menunjuk ke arah pemuda berjaket putih dan bercelana hitam—kukira dia melayang karena menyaru dengan lingkungan yang gelap!—yang sedang berjalan ke arah taman di seberang. Aku yang terus melihatnya tanpa berkedip mungkin sudah menarik instingnya untuk menatap ke arahku. Pemuda itu tersenyum sinis sambil menempatkan huruf L yang terbuat dari jari telunjuk dan jempolnya ke dahi, jelas sekali huruf itu ditujukan padaku. Dia kemudian menghilang ke balik gedung ujian.

"Bumi kepada Chloe. Apa kau bisa dengar?"

"Apa-apaan dia itu!" Aku berteriak tepat di depan wajah Anastasia. Gadis itu melindungi diri dengan kedua tangan mungkin agar cipratan dariku tidak mengenainya.

"Apanya?" Anastasia bertanya bingung, masih menutupi wajahnya.

"Orang sombong itu ...," Aku bergumam sambil menggertakkan gigi, kesal setengah mati dengan tingkahnya.

"Hey, Chloe," panggil Anastasia. "Dilihat dari arah datangnya, sepertinya Arennga dari perpustakaan, loh." Gadis di sampingku ini mulai memanas-manasi. "Kau kapan akan belajar?"

"Sekarang!" Aku langsung berlari ke asrama untuk memulai sesi pembakaran otak.

-oOo-

A/N

*VRMMORPG = Virtual Reality Massive Multiplayer Online Role Playing Game. 

Maaf lama update.

Semoga terhibur!

Diterbitkan: 13-4-2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro