Bab 24 : Halang Rintang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Serang!" seru Arennga tanpa basa-basi. Arthur langsung menghunuskan pedangnya ke arah Clowny. Aku yang belum siap apa-apa hanya bisa menyuruh avatarku untuk menghindar.

Aku memilih soal yang mudah, sementara Clowny melompat-lompat menghindari serangan. Kuubah mode serangan Clowny menjadi pisau raksasa. Arennga sepertinya tidak mau kalah, dia juga mengubah pedang Arthur menjadi lebih besar. Excalibur.

Trang!

Denting pedang beradu. Clowny bertahan dengan dua pisau yang saling menyilang. Arthur terus mendorong pedangnya agar bisa melukai avatarku.

"Clowny, mundur!" perintahku. Clowny tersentak ke belakang, membiarkan Arthur menebas udara. Aku maju ke level dua. Pisau-pisau Clowny kini mengeluarkan api. Avatarku berputar, membuat tornado api yang mengembuskan aura panas ke sekitarnya.

Sekali lagi, kedua senjata tajam para avatar beradu. Kali ini, Clowny yang menyerang dan Arthur bertahan. Aku telah selesai menyelesaikan soal dan siap untuk memberikan kerusakan.

"Belah dia jadi dua, Clowny!"

Clowny membenturkan pisaunya membuat Arthur tersaruk mundur. Avatarku melompat, melemparkan pisau-pisaunya ke arah lawan. Si ksatria mungil bertahan, pisau Clowny membentur tameng membuatnya terlempar ke sembarang arah.

"Giliran kita, Arthur!" seru Arennga. Avatar miliknya melemparkan tameng ke udara kemudian berubah menjadi pedang kedua. Dia melompat, mengambil pedang itu, lantas menerjang ke arah Clowny.

Aku tidak siap dengan kecepatan serangan yang mendadak itu. Clowny yang tidak bersenjata terlempar dan menabrak pohon. Aku lekas menghampirinya dan menjegal serangan Arthur selanjutnya. Kupukul avatar Arennga dengan tangan kosong sampai terpelanting.

"Aw."

"Hey, curang!" Arennga memekik. Mana aku peduli tentang hal seperti itu. Sekarang yang penting aku harus melindungi avatarku dahulu.

"Ayo, Clowny."

Aku membantunya berdiri. Sambil menjadikan diri tameng hidup dari serangan Arthur, aku memberikan Clowny skill sekali lagi. Pelindung transparan yang ada cukup untuk menghalau serangan-serangan yang ada.

Tornado api akan muncul kembali.

Setelah persiapan selesai, aku siap mengirim Clowny lagi ke medan laga. Dengan langkah kecilnya, avatarku berlari menerjang Arthur. Arennga yang kesal karena katanya aku "curang", memberikan kemampuan yang lebih pada avatarnya.

Clowny berputar, Arthur melesat. Kedua senjata tajam bertemu.

Trang!

Dalam adu kekuatan itu, sepertinya aku kalah. Arthur berhasil membuat pertahanan Clowny goyah. Kaki kecilnya mundur perlahan menahan dorongan. Dalam sekali sentak, avatar ksatria itu membenturkan pedangnya membuat Clowny terjengkang.

Avatar Arennga bergerak dengan cepat. Dia menyerang Clowny dari segala arah. Depan, belakang, atas. Avatarku sampai kewalahan dan hanya bisa bertahan ala kadarnya. Saking cepatnya, aku bahkan sulit mengimbangi pergerakannya.

Aku memutar otak. Berpikir kemampuan apa yang bisa menyelamatkan Clowny dari situasi ini.

"Bersiap untuk menari, Clowny!"

Kuberikan kemampuan cincin api level dua. Dua cincin raksasa muncul di sekeliling avatarku di sela-sela serangan avatar Arenna. Clowny memakai cincin-cincin itu sebagai pelindung. Ia memutar-mutarnya secara berlawanan membentuk bola api.

Arthur berusaha menerobos, tetapi dia langsung terpental ketika bersentuhan dengan bola api Clowny. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kusuruh Clowny melemparkan cincin-cincinnya.

"Arthur!" teriak Arennga. Avatarnya terkena kerusakan yang cukup parah. Api dari cincin Clowny menyelimutinya sebelum padam.

Arennga mengejar Arthur yang terlempar dan menangkapnya sebelum membentur tanah. Lelaki itu menatapku dingin. Sepertinya dia siap membalas. Aku mempersiapkan Clowny untuk serangan selanjutnya.

Si ksatria sombong kembali menyerang. Arthur melesat dengan pedang besarnya. Aku tidak tinggal diam. Kali ini, aku harus bisa mengalahkan mereka. Untuk itu, kupertaruhkan pada napas api Clowny.

Kobaran api menyembur ke arah si avatar ksatria. Aku sangat berharap serangan itu memberikan kerusakan yang besar, tetapi ternyata tidak. Arthur menggunakan tamengnya (skill dua pedang Arthur sudah tidak aktif) sambil terus maju untuk menyerang. Dengan satu tebasan, dia berhasil melukai Clowny dan membuatnya terpental.

Sial. Sepertinya tidak bisa dalam satu serangan.

Sebelum Arthur kembali melukai avatarku, kuberi Clowny pisau-pisau lagi sebagai pertahanan.

Avatar Arennga menerjang. Clowny melesat. Benturan dan sabetan tidak dapat terelakkan. Arthur sangat cepat sampai Clowny hanya bisa bertahan.

"Clowny, beliung!"

Clowny berputar sampai Arthur terhempas. Si avatar ksatria langsung berpijak dan membalas. Clowny melompat menyerang Arth—

TEEET!!!

"Apa—"

Belum sempat klimaks terjadi, suara bel tanda selesai berbunyi.

"Simulasi diakhiri."

Lingkungan di sekelilingku berubah menjadi putih polos tanpa warna secara perlahan, diiringi benda-benda yang memperlihatkan garis-garis pembentuk mereka lenyap. Aku benar-benar berada di ruangan yang tidak ada apa-apanya sama sekali. Hanya ada aku dan Arennga serta para avatar.

Sial. Sungguh sial!

"Ck. Kita harus menundanya lagi," Arennga berkata sambil menjauhiku. Aku menatapnya jengkel.

Kami kembali ke lobi gedung ujian. Di sana, Bu Mia bertanya bagaimana rasanya di dalam sana. Para siswa lain menjawab dengan antusias. Aku tidak. Setelah sedikit penjelasan lebih lanjut tentang ujian mendatang, beliau mempersilakan kami pulang.

...

Aku kembali dengan perasaan campur aduk. Kesal, marah, kecewa. Entah siapa yang harus disalahkan. Ah, sudahlah. Sepertinya aku terlalu terbawa emosi karena tidak bisa mengalahkan orang sombong itu.

Aku berbaring di kasur sambil memeluk Clowny. Kutatap langit-langit yang berwarna putih.

Oke, mari kita lihat apa saja yang salah dari simulasi hari ini. Pertama, waktu yang diberikan kurang. Di saat klimaks terjadi dan aku bisa saja memenangkan duel itu, tiba-tiba saja semua sistem dimatikan. Aku jadi tidak tahu siapa yang akan menang. Baik, itu masuk masalah teknis. Jadi, ayo kita abaikan saja. Kedua, sepertinya strategiku kurang matang. Aku hanya berfokus pada serangan yang bertubi-tubi tanpa memikirkan pertahanan. Arennga lebih diuntungkan karena avatarnya memiliki tameng sebagai pelindung. Jadi, dia bisa menyerang sambil bertahan. Sementara itu, Clowny hanya fokus pada serangan. Kalaupun bertahan, itu juga hanya bentuk improvisasi dari senjata-senjatanya. Aku jadi ingat perkataan seseorang, "Pertahanan terbaik adalah menyerang."

Apa lagi, ya? Oh, aku kurang cepat. Pergerakan Arthur yang gesit tidak sebanding dengan Clowny. Padahal yang memakai baju zirah berat siapa, yang lambat siapa. Dia juga pandai bermanuver. Arennga sepertinya sangat berbakat dalam bidang olahraga. Harus kuakui itu.

Nah, sekarang apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki itu semua? Menguntit Arennga untuk mengetahui semua kelemahannya? Tidak, tidak, tidak. Orang-orang akan salah paham terhadap apa yang kulakukan. Bisa-bisa nanti aku jadi bahan pergunjingan lagi di seantero sekolah.

Meretas sistem avatar juga tidak mungkin kulakukan lagi. Aku tidak mau menambah daftar "kenakalan" yang sudah menumpuk. Hal terakhir yang mungkin bisa kulakukan adalah melatih diri.

Oh, aku tahu apa yang harus kulakukan dan orang yang cocok untuk itu.

...

Hari Minggu ini aku sedang berada di gimnasium. Kuputuskan untuk melatih otot-ototku agar tidak kendur dan siap untuk ujian akhir nanti. Aku perlu fleksibilitas yang tinggi agar bisa melompat dan bermanuver nanti di alam terbuka—terima kasih simulasi. Karenamu aku jadi tahu.

Aku menatap jalur lari untuk pemanasan. Panjangnya mungkin sekitar setengah lapangan sepak bola. Berwarna biru tua dengan garis pinggir di kedua sisi berwarna putih.

Aku tidak yakin berapa putaran yang bisa kudapat. Mengingat aku tidak jago dalam olah raga. Kupersiapkan tungkaiku untuk berlari. 3 ... 2 ... 1 ... Go!

Akhirnya aku jogging, mengingat ini baru pemanasan dan aku tidak mau menyakiti otot-ototku yang masih kaku. Kuputuskan berlari sampai aku mengeluarkan keringat kemudian lanjut latihan fleksibilitas.

Baru satu putaran dan aku sudah kelelahan, padahal belum berkeringat. Rasanya berbeda sekali saat UTS. Mungkin saat itu hormon adrenalin membantuku agar memiliki daya tahan yang lebih banyak. Mengerjakan soal-soal monster—secara harfiah! Mana ada yang tahan dengan itu?

Aku ambruk mencium lantai. Dengan napas terengah, aku berusaha bangkit kembali. Saat itulah suara pintu terdengar dibuka. Beberapa saat kemudian, sebuah tangan terulur padaku disertai pertanyaan.

"Kau tidak apa-apa?" tanya suara bass khas remaja yang baru pubertas. Aku mendongak, melihat wajah laki-laki yang tertutup bayang-bayang.

"Aku baik," jawabku seraya menggenggam tangan itu. Kubersihkan area pakaian yang kotor sekadarnya.

Rama melihatku bingung. "Jadi, ada apa?" tanyanya canggung. Mungkin karena tidak ada Anastasia di sampingku membuatnya jadi begitu. Ya, itu benar. Hanya ada aku dan Rama. Berdua. Tidak ada orang lain selain kami.

"Apa yang kau tahu tentang Arennga?" tanyaku.

Alis Rama mengerut. "Apa?"

"Kau tuli atau tidak mengerti?"

"Yang kedua."

Aku menghela napas. "Aku harus mencari tahu kelemahan Arennga. Kau temannya. Apa yang kau tahu tentang dia. Apa yang tidak dia suka. Hal yang membuatnya takut. Semacam itu, lah."

"Aku bukan tipe orang yang menjual temannya sendiri, kau tahu?"

"Haaa ... sudah kuduga. Itu memang bukan cara yang tepat."

"Kenapa kau sangat bersikeras menang darinya?"

Aku membuang muka, menjauhi tatapan Rama. "Aku benci diremehkan."

"Lalu?"

"Dan Arennga benar-benar meremehkanku, kau tahu?! Dia bilang kalau aku ini penghalangnya, cuma pengganggu. Kenapa dia sangat berambisi sekali menjadi nomor satu?!"

Sekarang Rama yang menghela napas. Dia mengambil posisi duduk kemudian menepuk lantai di sampingnya. Aku ikut duduk. "Arennga pribadi yang tertutup. Hanya sedikit yang kutahu. Dari desa-desus yang kudengar, Arennga menjadi seperti itu karena tertekan."

"Tertekan? Kenapa? Siapa?"

Rama mengangkat bahu. "Entah. Katanya sih, karena dia anak salah satu donatur sekolah. Ayahnya menuntut agar dia selalu mendapat nilai tertinggi di kelas. Dan untuk meredakan stresnya, dia kadang suka cari masalah denganmu."

Aku tidak langsung menjawab. "Kenapa kau ceritakan ini? Mau aku jadi berempati padanya apa? Kau sebenarnya di pihak siapa, sih?"

"Aku netral, Chloe."

"Sudahlah." Aku berdiri. Rama mengikuti. "Aku tidak memanggilmu ke sini untuk ceramah. Sekarang, bantu aku latihan!" Kutendang tungkai Rama. Dia meringis.

"Aw ... ah ... uh! Sakit, Chloe!" Dia mengusap bagian kaki yang sakit. "Kau ini kenapa, sih?"

Aku tidak peduli dengan Arennga kenapa dia bisa jadi seperti itu. Aku sudah diremehkan. Harga diriku rasanya diinjak-injak. Apa pun yang terjadi, aku harus bisa membuktikan kalau aku bisa menjadi nomor satu.

-oOo-

A/N

Beberapa bab lagi menuju akhir.

Semoga menghibur!

Diterbitkan: 16-2-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro