Bab 28 : Berguguran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Anastasia ...."

Aku tidak percaya. Padahal aku sudah berusaha untuk menghindarinya, tetapi tetap saja kami dipertemukan. Sungguh suatu kebetulan yang menyakitkan kalau aku harus melawan sahabat sendiri (agak terdengar berlebihan sepertinya, tetapi itulah kenyataan yang kurasakan). Namun, saat di sini semua menjadi lawan. Mau tidak mau, aku harus menghadapinya.

"Bagaimana bisa kau sampai di sini? Aku sendiri harus bersusah payah dulu."

"Ada jalan lain. Nah, Chloe, apa kau masih tidak mau melawanku?" tanya Anastasia sambil bersedekap.

Aku bimbang. Kalau aku tidak melawannya, kemungkinan kesempatanku untuk mengalahkan Arennga semakin kecil. Aku bisa saja menolak ajakan duel Anastasia dan membiarkannya kalah oleh orang lain. Namun, mengingat gadis itu bertempat di peringkat ketiga, aku tidak yakin. Dan lagi, bila aku membiarkannya melawan Arennga, kemungkinan kemenangan mereka 50:50. Bagaimana ini?

Aku memantapkan hati. "Baik. Aku akan melawanmu."

"Bagus! Kau tidak akan menyesali ini, Chloe."

Antarmuka hologram muncul di hadapanku.

[Terima tantangan?]

Ya                   Tidak

Ya.

Clowny menembakkan bola warna-warni dengan bertubi-tubi, tetapi Artemis dapat menghalau itu semua dengan panah-panahnya. Satu bola satu panah. Semua itu berlangsung sampai Anastasia mengeluarkan kemampuan hujan panah seperti yang dilakukannya saat menghadapi Rama.

Artemis mengarahkan panahnya ke atas lantas anak panah yang ditembakkan hilang ditelan awan. Sesaat kemudian, ribuan anak panah mulai turun dari langit.

"Clowny, menari!"

Putaran cepat cincin api membentuk bola menghalau setiap anak panah yang datang. Hal itu terus berlangsung. Setiap hujan panah akan berhenti, Artemis akan kembali menembakkan anak panahnya lagi ke langit. Ini tidak boleh terus terjadi. Kalau begini tidak akan ada kemajuan.

Aku menunggu jeda di antara hujan panah yang hampir habis dan penembakkan anak panah Artemis. Saat itu terjadi, aku menyuruh Clowny menghalau panah-panah yang tersisa dan melemparkan cincin-cincin apinya pada avatar Anastasia.

Artemis menghindar, tetapi pemanah kecil itu berhasil menembakkan anak panahnya lagi ke langit. Aku tidak boleh bertahan terus. Harus ada perlawanan.

Hujan panah lagi. Kali ini, aku lawan dengan bola-bola api. Panah-panah yang terkena seketika terbakar dan lenyap. Ketika kuincar Artemis, ia menghilang.

"Ke mana makhluk itu?" Kulihat sekeliling, tetapi hasilnya nihil. Anastasia di depan sana tersenyum.

"Kau tidak ingat kalau Artemis itu tipe assassin?" tanya Anastasia. Assassin? Mereka yang menyerang dari belakang? Apa semua hujan panah itu hanya pengalih perhatian?

Aku terlambat menyadari ketika ada berondongan anak panah dari arah samping berasal dari hutan. Sial! Clowny terkena damage terlalu banyak. Kalau begini terus aku bisa kalah.

Lidah api Clowny menyapu hutan. Di antara pohon-pohon yang terbakar, ada sesuatu yang bergerak sangat cepat bagaikan ninja melompati pepohonan. Artemis kembali ke hadapan majikannya lantas menembak.

Clowny dengan sigap mengarahkannya ke depan, membakar anak panah itu. Namun, hal yang tidak kuduga terjadi. Anak panah itu tahan api, menembus pertahanan Clowny. Avatarku kembali mendapat poin kerusakan. Panah besikah?

Assassin, tipe serangan jarak jauh. Titik lemahnya adalah serangan jarak dekat. Jadi, serangan api tadi tidak akan terlalu efektif. Mungkin itu satu-satunya cara.

"Clowny, puting beliung!" Dua bilah pisau besar di tangan siap menebas. Clowny berputar seperti baling-baling.

Artemis menembak, tetapi anak panahnya terpental ke segala arah. Dengan cepat, ia melompat-lompat menghindar. Clowny melempar satu pisau besarnya, Artemis menembak dengan anak panah yang mengilap. Kedua benda itu beradu.

Trang!

Masing-masing senjata terlempar. Dengan cepat, Clowny melempar pisau yang satunya sebelum Artemis bisa mengambil anak panah yang lain. Dalam jarak yang sempit itu, aku ragu Artemis bisa menghindar.

Tak disangka, si pemanah kecil dapat lolos dengan melompat ke arah pohon-pohon yang telah terbakar. Clowny mengejarnya dengan pisau besar berapi yang telah kuberikan lagi. Avatarku berputar, membentuk tornado api.

Dengan cepat, Clowny mengejar Artemis ke mana pun ia pergi. Anastasia berlari ke tengah hutan. Aku mengejarnya.

"Hei, jangan kabur!" Ia yang menantang, tapi ia juga yang lari.

"Mana ada aku kabur. Ini namanya strategi, Sayang," balasnya disertai cengiran.

Di tengah pohon-pohon yang lebat, Artemis lebih diuntungkan. Si pemanah kecil itu dapat membidik dari mana saja tanpa ketahuan.

Clowny kehilangan jejak Artemis. Avatarku celingukan mencari lawannya, begitu pula aku.

"Di mana Anastasia?" gumamku. Mataku jelalatan ke segala arah. Setiap ada pergerakan aku waspada, meskipun itu hanya seekor tupai atau rusa.

Gemeresik daun, kelinci. Pergerakan semak, kijang. Daun jatuh, burung. Sampai sesuatu melesat cepat ke arah Clowny tanpa aku sadari. Panah!

Clowny terlambat menghindar. Ia menerima kerusakan yang lumayan besar.

Aku benci main petak umpet. "Keluar, Anastasia!" teriakku. Kulihat sekeliling, atas-bawah-kiri-kanan. Hanya ada batang kayu, daun, semak, rumput sejauh mata memandang. "Hadapi aku dengan jantan!"

"Kita kan, perempuan, Chloe! Mana bisa jantan!"

Dia ada benarnya.

Suara Anastasia tidak bisa ditebak dari arah mana. Suara angin membuatnya terdistorsi, belum lagi suara-suara hewan digital. Kalau begini terus aku bisa kalah. Cara satu-satunya mungkin hanya melenyapkan ini semua.

"Bakar semua, Clowny!"

Lidah api Clowny menyebar ke segala arah. Hutan hijau menyejukkan seketika berubah menjadi jingga yang membuat gerah. Abu hasil pembakaran melayang-layang. Pepohonan habis menjadi arang.

Dalam api yang masih Clowny keluarkan, panah-panah melesat dari berbagai penjuru. Artemis sepertinya menembak sambil bergerak. Avatarku mengelak sambil terus menyemburkan api. Anak panah yang peleset terbakar atau mengenai pohon-pohon yang menghitam; seketika merobohkannya menjadi kayu arang.

Setelah dirasa cukup, kuganti senjata Clowny dengan pisau besar berapi. Lidah api berubah menjadi tornado api. Abu pembakaran terbang ke segala arah.

Di antara kepulan asap, Artemis terlihat bersembunyi di salah satu batang pohon hitam yang tinggal setengah. Anastasia tidak jauh dari sana.

"Jangan sampai ia kabur lagi, Clowny!" teriakku sambil berlari ke arah Anastasia.

Clowny berputar cepat sambil menyingkirkan pohon-pohon yang menghalangi jalannya. Ketika Artemis akan kabur, avatarku melemparkan pisaunya. Si pemanah kecil membalas, tetapi panahnya terpental. Pisau berapi Clowny berhasil menembus pertahanan avatar Anastasia.

"Sial!" Anastasia mengumpat. Hit point Artemis berkurang setengah.

Tiga anak panah terpasang di busur, siap melesat. Clowny melemparkan pisau berapi keduanya, tetapi terpental oleh anak-anak panah. Sebelum benar-benar menghilang, avatarku mengambilnya kembali, lantas melemparnya lagi dengan cepat.

Artemis terlambat menghindar. Hit point-nya kini tinggal seperempat. Sebelum panah lainnya melesat kututup pertarungan ini dengan lidah api sekali lagi.

Abu hasil pembakaran turun bagaikan hujan salju hitam. Hutan hijau yang indah kini berubah menjadi kayu-kayu arang lapuk. Anastasia bangkit dengan napas terengah. Artemis telah lenyap.

"Bagus, Chloe," kata Anastasia sambil mengangkat jempol. Seketika, sebuah cahaya menyambut. Ia hilang.

Aku menghela napas. Lega sekaligus sesak. Lega karena berhasil melewati tantangan yang diberikan sahabat sendiri. Sesak karena ternyata abu yang kuhirup ini berasa seperti sungguhan! Aku haru segera keluar dari tempat ini sebelum pingsan karena sesak napas!

Kututup mulut dan hidung dengan tangan. Dengan cepat aku mencari jalan keluar dari hutan yang telah porak-poranda itu. Hutan itu berakhir dengan lereng yang landai. Hati-hati, kuturuni dengan perlahan sampai aku bisa ke bawah dengan selamat. Sesekali kerikil kecil berjatuhan mengiringi gesekan kakiku dan bebatuan.

Kuputuskan beristirahat sejenak di dekat pohon agar tidak terlalu terlihat apabila ada orang yang kebetulan lewat. Setidaknya aku harus bisa mengistirahatkan otakku yang sudah terbakar. Melihat aliran sungai yang perlahan membuat pikiranku terasa sedikit rileks.

Aku melihat daftar peserta. Tinggal lima orang lagi, dan terus berkurang. Kalau begini terus, apa aku harus diam menunggu atau mencari Arennga?

Kulihat peta, ada seseorang di dekat air terjun. Mungkin sudah saatnya aku menghadapi siapa pun itu sebelum berhadapan dengan Arennga.

Kulangkahkan kaki perlahan, menikmati pemandangan buatan yang nanti mungkin tidak akan ada lagi. Setiap hijau yang ada di daun. Setiap cokelat yang ada di batang kayu. Setiap biru yang ada di sungai. Semua berpadu dengan harmonis. Kepak sayap burung digital. Gemeresik daun tertiup angin. Deru air yang mengalir. Bagai musik yang memanjakan telinga.

Sampai akhirnya, seseorang mengalihkan perhatianku di dekat air terjun. Orang yang sama dengan yang kucari, tengah duduk di atas batu sambil mengatur napas. Mungkin kelelahan dengan pertarungan yang telah dilakukan.

Arennga melihat ke arahku. Tatapannya tajam menghunus. Setelah menghela napas panjang, dia turun dari batu lantas mendekatiku.

"Tinggal kita berdua," katanya. Aku langsung melihat daftar peserta.

Dunia serasa milik berdua. Itulah yang kupikirkan ketika mendengar perkataan Arennga. Namun, bukan dalam artian yang romantis, melainkan sebuah dunia yang dirancang untuk saling menjatuhkan.

"Mau membuktikan siapa yang layak menjadi nomor satu sekarang?"

Arennga tersenyum miring. Senyum yang lebih terlihat seperti sebuah ejekan. "Tidak perlu banyak bicara."

Aku mengirimkan tantangan duel. Tidak perlu menunggu lama, Arennga langsung menyetujuinya. Kami langsung saling mundur menjaga jarak.

Arthur menerjang, menggunakan batu sebagai pijakan lantas melompat menghunuskan pedang. Clowny melemparkan bola-bola warna-warninya. Dengan mudah, semua itu dibelah.

Krak!

Batu besar di pinggir sungai tempat Clowny berpijak retak. Pedang Arthur membelahnya menjadi dua. Avatarku berhasil menghindar tepat waktu sebelum bernasib sama dengan batu itu.

Clowny melompat. Cincin api yang kuberikan dilempar dengan sigap. Kedua benda itu melesat bersilangan ke arah Arthur. Arennga mengubah perisai avatarnya menjadi pedang kedua. Dengan lincah Arthur menghalaunya, memutar cincin-cincin itu dengan kedua pedang, lantas melemparkannya kembali ke arah Clowny.

Avatarku terlambat mengelak. Ironis, Clowny terkena serangannya sendiri. Arthur menerjang dengan kedua pedang terhunus.

Tang!

Serangan dua pedang Arthur dapat ditangkis. Untung saja aku tepat waktu, kalau tidak, aku bisa kalah lebih cepat. Clowny menahan serangan itu sekuat tenaga. Didorongnya Arthur sampai tersaruk.

"Clowny, menghindar!" perintahku saat Arthur akan menyerang lagi. Cepat, aku memberikan skill bola api.

Clowny menembakkan bola apinya ke segala arah. Tanah, pohon, langit. Tidak ada satu pun yang mengenai lawannya.

"Apa yang kau incar?!" pekik Arennga seperti sadar dengan apa yang ingin kulakukan.

Aku tersenyum. "Ini!" Avatarku menembakkan bola-bola api ke arah sungai. Seketika serangannya menguap, membuat kabut pekat yang menghalangi pandangan.

Dalam keadaannya yang buta arah, Clowny kali ini menembak tepat ke arah Arthur. Si ksatria mungil terlempar. Hit point-nya berkurang lumayan banyak. Akhirnya!

Arthur berlari ke luar kabut. Sebelum dia berhasil, aku menyuruh Clowny menembakkan kembali bola-bola api ke arah sungai. Uap-uap panas kembali memenuhi pandangan, membuat kesulitan siapa saja yang ada di dalamnya.

Untuk mengurangi terdeteksinya Clowny bila menggunakan skill api, aku memberikan pisau besar—seperti biasa. Senjata itu sudah seperti senjata bawaan sekarang.

Dalam kabut, aku sendiri tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi setidaknya siluet mereka dapat terlihat. Clowny berusaha mengejar Arthur yang terus menghindar. Sesekali mereka saling beradu senjata, sampai akhirnya Clowny terlempar ke arahku.

"Strategi yang bagus," puji Arennga. "Tapi, apa kau bisa menahan yang satu ini?"

Arthur keluar dari kabut dengan cepat. Dia melompat ke atas. Pedang di kedua tangan di lemparkan. Satu pedang meluncur, pedang yang lain muncul di tangannya. Begitu terus sampai aku sadar kalau hujan pedang tengah menuju ke arahku.

Sepertinya aku pernah melihat adegan ini di suatu tempat dan waktu yang lain entah di film apa.

Clowny melompat menghindar sebelum aku sempat memberinya pertahanan. Beberapa pedang mengenai dan memberikan poin kerusakan. Pedang-pedang yang memeleset tertancap ke tanah. Empasan anginnya membuat kabut yang ada menghilang. Setelah hampir satu menit hujan pedang itu akhirnya berhenti. Meskipun sebentar, rasanya sangat lama. Dalam waktu yang sekejap itu bahkan hit point Clowny berkurang banyak. Aku hampir kalah.

Sesaat setelah hujan pedang berhenti, tornado api menyerang Arthur. Clowny berputar cepat. Avatar Arennga bertahan dengan tameng besarnya. Terus menerus, tebasan demi tebasan sampai akhirnya Clowny mundur. Arthur menerjang. Saat mereka hampir saling beradu senjata untuk yang ke sekian kali, avatarku memakai satu pedang sebagai tumpuan lantas melompat ke belakang lawannya. Satu pedang lainnya ia lemparkan, mengenai punggung Arthur. Si ksatria mungil terjerembap. Hit point-nya tersisa sedikit lagi.

Kuberikan lidah api agar ksatria itu cepat kalah. Kobaran api menyambar-menyambar sementara Arthur berlindung di balik perisai. Pedang miliknya berubah menjadi lebih panjang dan besar. Skill yang kutahu, Excalibur.

Arthur menerjang. Perisainya dia lemparkan sehingga dapat bergerak lebih cepat sambil menggenggam pedang yang berukuran dua kali lipat tubuhnya. Clowny mengelak tepat waktu. Kuberikan pisau besar berapi lagi untuk mengimbanginya.

Mereka saling menyerang, bertahan, mengelak, berputar. Arthur dan Clowny terlihat sangat cepat. Baru kurasakan sekarang rasanya manfaat latihan dengan Rama.

Aku terus menjawab soal yang kubisa agar setiap serangan Clowny yang kena tetap memberikan poin kerusakan. Jantung memompa darah lebih cepat. Hormon adrenalin mengalir begitu pesat. Sampai di satu titik, aku ingin segera mengakhiri ini semua.

"Habisi dia, Clowny!" teriakku tidak sabar.

"Jangan harap!" Arennga balas memekik.

Hit point Arthur dan Clowny sama-sama sudah berada di posisi sekarat. Entah sampai berapa kali tebasan lagi mereka bisa bertahan. Clowny menebas dari atas, Arthur menahannya. Si ksatria mungil mengayunkan pedangnya ke samping, avatarku melompat dengan pisau sebagai tumpuan. Mereka saling menyerang dan bertahan sampai akhirnya kedua senjata itu terhunus ke lawan masing-masing, membuat luka di keduanya.

Mereka jatuh.

Hit point mereka sama-sama nol.

Tidak ada yang menang.

Mereka hilang.

"Ap—" Aku tersentak. Arennga menahan geram.

Satu lagi kesempatan untuk membuktikan kalau aku bukan orang yang seperti dia duga telah lenyap ....

Menghilangnya Clowny dan Arthur memberikan tanda bahwa UAS telah usai. Berkas-berkas cahaya menyelimutiku. Aku kembali ke tempat asal; ruang ujian yang sama seperti sebelum berteleportasi ke ruang ujian UAS. Di sini, teman-teman sekelasku menatap dengan kagum, kepadaku dan kepada orang yang ada di sebelahku; Arennga.

Orang-orang yang kalah ternyata menonton sisa pertarungan dari sini. Menurut mereka, pertarunganku dan Arennga adalah yang paling menarik—berdasarkan pendapat seseorang yang kalah paling awal. Aku tidak peduli. Di duel penentuan nanti, harus ada seseorang yang menang, dan orang itu haruslah aku.

-oOo-

A/N

Dua pertarungan sekaligus! Capek!

Semoga menghibur!

Diterbitkan: 29-3-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro