Bab 27 : Survival

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hal pertama yang kulakukan sesaat setelah bel tanda ujian dimulai adalah membuka peta. Aku memastikan tempat-tempat mana saja yang sekiranya akan aku lewati. Melihat penanda soal apa saja yang ada, dan memastikan orang-orang yang mungkin akan aku lawan sebelum bertemu dengan Arennga.

"Mewujudlah, Clowny."

Baru beberapa langkah aku menjauh dari tempatku tiba, suara ledakan sudah terdengar di beberapa titik. Asap membubung di kejauhan. Burung-burung digital beterbangan menyelamatkan diri. Suasana yang awalnya tenang seketika berubah menjadi medan pertempuran.

"Sudah dimulai. Mereka cepat sekali bertemunya." Aku bertemu pandang dengan Clowny. "Menurutmu apa yang harus kita lakukan terlebih dahulu?"

Clowny menunjuk ke satu arah. Ada yang sedang berjalan ke arahku dari tengah sabana. Setelah cukup dekat, orang itu bicara.

"Halo," sapanya. "Maukah kau jadi lawanku?"

Aku tidak langsung menjawab. Kutelaah lebih dahulu calon lawanku. Dari penampilan dan cara bicaranya tidak memperlihatkan sama sekali bahwa dia kuat. Wajah lonjong dengan rambut dikepang satu jatuh ke samping. Terlihat manis. Tingginya sama sepertiku, mungkin beda beberapa jari. Namun, hal yang membuatku waspada adalah matanya. Mata tajam yang terlihat mengancam.

"Lama," ujarnya dingin. Gadis itu melakukan sesuatu dengan layar hologram di depannya. "Kau tahu, Chloe? Kau sangat terkenal karena pernah membobol sistem keamanan sekolah sekali. Belum lagi Arennga sampai menantangmu dan kau hampir membakar salah satu taman yang ada jadi abu. Aku jadi penasaran, seberapa kuat dirimu? Apa kau memang pantas menghadapi Arennga?"

Sesuatu dalam diriku mulai panas. Aku diremehkan lagi! Tanpa berpikir dua kali, aku menerima tantangan yang diberikan.

Gadis itu tersenyum senang. "Mewujudlah, Lilith!"

Titik-titik cahaya perlahan membentuk sesosok figur dengan sepasang sayap seperti kelelawar, berekor botak dengan ujung lancip dan tanduk domba melengkung di atas kepala. Warna kulitnya merah dengan pakaian serba hitam. Avatar itu terbang di samping majikannya sambil meliuk-liukkan jemari yang berkuku tajam bagai pisau.

Kumpulan soal mengelilingi, siap berubah jadi poin kerusakan.

"Koyak dia!" teriak gadis itu. Lilith menerjang dengan cepat. Kuku-kukunya terhunus. Clowny melompat-lompat menghindar.

Aku segera memindai soal-soal yang sekiranya mudah. Mataku liar mencari; menjawab soal pilihan ganda dengan asal tanpa memastikan kembali jawaban itu benar atau tidak.

Lilith berhasil mengoyak Clowny kalau saja aku telat memberikan perlindungan berupa dua bilah pisau besar. Benda itu bersilang, menghalangi kuku tajam yang hanya sejengkal dari wajahnya.

"Clowny, beliung!"

Avatarku mengentak keras lawannya sampai tersaruk mundur. Ia lalu merentangkan tangan, membentuk baling-baling lantas berputar. Lilith terbang zig-zag menghindari setiap serangan Clowny. Dengan ekor panjang tajamnya, avatar lawanku berusaha mencari celah untuk menyerang.

Lilith menyerang dari atas, Clowny menghalaunya. Telat sedetik ia mengelak, avatarku bisa berhasil memotong ekornya. Hal itu terus berlangsung sampai lawanku mengganti strategi.

Avatar lawanku terbang menjauh. Makhluk digital itu berputar-putar di atas majikannya. Kusuruh Clowny menyerang sebelum mereka menyelesaikan apa pun yang sedang dilakukan.

Iblis digital itu berhenti lantas mengangkat satu tangannya. Di atas langit telah terbentuk sebuah lingkaran sihir dengan warna hitam di dalamnya. Petir-petir menyambar disertai gemuruh.

"Habisi dia!" teriak lawanku. Tangan avatarnya mengayun bersamaan dengan ribuan kilatan yang menyambar ke arahku.

Mataku membulat. Lekas kuubah mode serangan Clowny menjadi cincin api. Avatarku berputar dengan cepat menghalau setiap serangan yang ada. Aku sendiri refleks menutupi pandangan dari kilatan-kilatan yang menerjang.

"Jadi, hanya segini saja kemampuanmu?!" teriaknya kencang sampai aku bisa sayup-sayup mendengarnya di antara gemuruh yang ada.

"Kalau kau memang menginginkannya akan kutunjukkan!" balasku. Di antara hujan petir dan kilat, Clowny melemparkan cincin apinya ke arah si iblis kerdil dan melompat menghindar. Avatar itu mengelak, membuatnya pecah konsentrasi sehingga membatalkan mantra serangan. Lingkaran sihir di langit sirna, menghilangkan hujan petir dan kilat.

Saatnya membalas.

Clowny menembakkan bola-bola api. Si iblis kerdil terbang mengelak sambil mendekat. Saat dia semakin dekat, kuubah serangan Clowny menjadi napas api.

Bwoossshhh!!!

Makhluk itu terbakar sampai ke akar-akarnya. Seranganku cukup kuat untuk mengurangi banyak hit point-nya. Namun, makhluk digital itu tidak langsung kalah. Avatar iblis itu memperlihatkan efek glitch sebagai akibat dari kerusakan besar yang diterima.

"Sialan!" Sayup-sayup terdengar umpatan dari si gadis lawanku.

Sebelum berhasil bangkit kembali dan menyerang balik, aku memberikan Clowny pisau-pisau besarnya. Dengan satu ayunan besar, avatarku menebas—tanah?!

Sial! Iblis kerdil itu telah terbang kembali. Ia memelesat sambil menghunuskan kuku tajam tepat ke arah Clowny. Avatarku terpelanting jauh. Ada sobekan luka digital di dadanya.

"Clowny!"

"Kuakui kau memang lumayan hebat. Tapi aku tidak akan kalah semudah itu!"

Si avatar iblis mengangkat kedua tangannya. Perlahan, udara di sekitar berubah. Angin berembus ke arahnya. Di atas kepala avatar lawanku, kumpulan energi serupa bola listrik berwarna kuning memadat. Bola itu terus membesar. Kalau aku tidak segera menghentikannya, mungkin ukuran benda itu bisa melebihi kesombongan orang kaya yang hartanya tidak habis tujuh turunan. Kalian mengerti? Besar kepala? Sudahlah.

Sekali lagi, cincin api. Clowny memutar cincin-cincin itu sebelum dilempar. Lilith terpaksa melepas bola energinya sebelum mencapai maksimal yang mana aku tidak tahu seberapa ukurannya itu, lantas terbang menghindar. Sudah kuduga, avatar itu tipe yang harus diam di tempat untuk melakukan skill yang berdampak besar.

Bola energi itu membakar semua yang dilaluinya, gelombang energi benda itu membuat rumput-rumput yang ada terbakar menjadi abu, kecuali rerumputan yang ada di dalam jangkauan perisau pelindung milik para siswa—dalam hal ini aku dan lawanku. Saking besarnya energi bola tersebut, pohon dalam hutan di belakangku pun terkena dampaknya.

Clowny berhasil melompat menghindar, tetapi dampak dari angin yang tercipta berhasil mengempaskan avatarku. Dengan cepat, Lilith kembali terbang ke arah Clowny.

Trang!

Kuku dan pisau besar saling beradu. Akan kuakhiri ini secepat mungkin. Pisau besar Clowny berubah menjadi pisau berapi. Dengan sekali hantam, iblis kerdil itu terjengkang. Avatarku melempar pisau yang pertama, tetapi dapat dielak. Namun, tidak dengan yang kedua. Clowny berhasil mengenai si iblis itu tepat ketika ia sedang menghindari pisau pertama.

"Lilith!"

Makhluk digital itu jatuh. Akan tetapi, masih ada sisa sedikit hit point yang dimilikinya. Aku tidak akan membiarkannya lolos. Sebagai penutup kubakar dia sampai jadi abu menggunakan lidah api Clowny.

Aku jatuh berlutut. Otakku rasanya panas sekali. Belum lagi sakit kepala yang tiba-tiba datang. Sepertinya aku terlalu memaksakan otak ini terlalu keras.

"Kau lumayan, Chloe!" teriak gadis itu sambil memungut sesuatu dari tanah. Setelahnya, cahaya menyelimuti gadis itu, kemudian ia menghilang menjadi berkas-berkas cahaya yang naik ke langit.

Teleportasi?

Aku beristirahat di bawah pohon yang ada di tengah sabana. Sembari mendinginkan otak, sesekali suara dentuman atau ledakan terdengar dari berbagai penjuru. Terkadang getaran sampai terasa dan menggugurkan daun-daun dari pepohonan. Burung-burung digital beterbangan karena kaget. Selain itu, asap dan gelombang energi juga mengakibatkan perubahan lingkungan di sekitar.

Setelah kira-kira sepuluh menit melakukan pendinginan, aku membuka peta. Memperkirakan akan ke mana aku setelah ini. Selain itu, aku juga melihat daftar siswa yang tersisa. Sudah tiga puluh orang yang tereliminasi. Aku penasaran, apa Rama dan Anastasia masih ada? Aku terlalu malas untuk melihat semua nama-nama yang tersisa. Anastasia sepertinya masih ada, tetapi Rama ... aku tidak yakin.

Sepertinya sudah cukup aku beristirahat. Aku tidak ingin ada orang yang menemukanku dan mengajak duel ketika otak ini sedang lelah-lelahnya setelah dipakai. Lagi pula, aku harus menambah poin terlebih dahulu sebelum melawan Arennga agar rasio kemenanganku semakin meningkat.

"Oke, sepertinya daerah air terjun asyik juga. Tidak ada orang yang terlihat di sana." Kututup peta hologram lantas berdiri. "Ayo, Clowny." Avatarku langsung naik ke bahu.

Aku berlari ke area hutan berlawanan dari hutan di mana aku datang. Kupilih melewati area yang banyak pohon tingginya karena kemungkinan kecil konflik akan terjadi. Aku juga dapat sekalian bersembunyi di antara semak-semak bila ada siswa lain yang kebetulan lewat. Seperti sekarang.

Seorang anak laki-laki tinggi dengan rambut cepak ala tentara melenggang. Kepalanya menoleh ke kiri ke kanan seperti mencari sesuatu. Anak itu menegang ketika aku bergerak sedikit. Kepalanya menoleh ke tempat persembunyianku. Aku tidak boleh bergerak kalau aku tidak ingin ketahuan.

Setelah kewaspadaannya turun, aku bergerak perlahan. Namun, sebuah suara menghentikanku kembali.

"Wah, wah, wah. Lihat aku bertemu siapa." Keringat turun dari keningku. Mungkinkah aku ketahuan? "Kebetulan sekali kita bertemu di sini, ya? Cleo?"

Aku mengembuskan napas lega. Sepertinya aku salah duga.

"Sepertinya kita memang ditakdirkan untuk saling menjatuhkan, ya?" Suara orang yang berbeda. "Ayo, kita selesaikan ini, Bri!"

Ap—mereka sungguhan akan bertarung di sini?! Aku harus segera pergi kalau aku ingin selamat. Perlahan, aku merangkak. Ketika pertarungan di mulai dan lingkungan hutan sudah mulai gaduh dengan benturan benda tajam dan ranting-ranting pohon yang terpotong, aku melesat menjauh.

"Aku harus mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya dahulu."

Pertarungan antara Cleo dan Bri bukanlah satu-satunya yang berhasil kulihat dan kuhindari. Selama aku menghindar, mungkin sudah ada kurang lebih lima pertarungan yang kulewati. Salah satunya adalah Anastasia melawan Rama. Murid-murid yang kalah menghilang dalam sinar putih. Namun, di antara mereka berdua, aku tidak tahu siapa yang hilang karena tidak tega melihat hasil akhirnya. Melihat dua sahabatku harus bertarung demi peringkat. Mana mungkin aku bisa memihak salah satu.

Oleh sebab itu, aku langsung pergi setelah lima menit menyaksikan pertarungan sengit mereka. Anastasia dengan skill tiga panah api Artemis menembaki avatar Rama yang berbentuk manusia kera berbulu putih dengan brutal. Berkali-kali hujan panah terjadi. Namun, dengan sigap pula, dia menghindar.

Aku belum pernah melihat avatar milik Rama sebelum ini. Aku juga tidak tahu siapa namanya. Seingatku Rama belum pernah membahas apa-apa tentang avatarnya. Baik bentuk, nama, atau pun kemampuan-kemampuan yang dimiliki.

Hal yang menarik perhatianku saat melihat avatar Rama adalah senjata yang dimilikinya. Sebuah gada emas dengan ornamen-ornamen yang menghiasi. Belum lagi mahkota dan perhiasan yang dikenakan avatar itu: kalung, gelang dan hiasan lengan yang sama-sama emas. Sangat mencolok dibandingkan dengan bulunya yang terang.

Satu-satunya kemampuan yang kulihat adalah saat makhluk digital itu mengentakkan gadanya ke tanah. Seketika bumi bergetar diiringi retakan dan bebatuan tajam yang mencuat. Hal itu diulanginya berkali-kali sampai Artemis sulit untuk membidik karena harus menghindar terus menerus. Kalaupun avatar milik Anastasia itu berhasil menembak, panahnya akan langsung dihalau oleh dinding batu yang seketika keluar dari tanah.

Dan ketika Artemis terlempar karena entakkan batu yang mencuat dari bawah sambil diserang oleh gada avatar Rama dari atas, aku tidak bisa melihatnya lebih lama lagi. Padahal aku ingin sekali melihat pertarungan mereka sampa akhir, tetapi seperti kataku tadi, aku tidak tega. Siapa pun yang menang nanti, kuharap aku tidak perlu melawannya.

Kutinggalkan kedua sahabatku yang sedang saling menjatuhkan.

Perjalanan menuju air terjun penuh dengan teka-teki. Tidak, maksudku, banyak sekali penanda soal yang bertebaran di mana-mana. Daripada tidak dimanfaatkan dan hitung-hitung menambah hit point, aku mengerjakan beberapa.

Soal pertama terkait dengan buah pohon kelapa yang jatuh. Kudapatkan soal ini di dekat sebuah pohon kelapa berbuah tua di dekat tebing—sekadar informasi saja. Di soal disebutkan bahwa kematian akibat tertimpa buah kelapa merupakan salah satu penyebab tertinggi setelah serangan hiu. Aku heran, statistik yang tidak jelas ini didapat dari mana, sih?

Lalu, soal yang utamanya adalah: bila sebuah kelapa bermassa satu kilogram terjatuh dari ketinggian lima meter (percepatan gravitasi = 9,8 m/s^2) dan setiap gaya yang dihasilkan menyebabkan pendarahan 1 cm^3/s (Asumsikan manusia memiliki darah dua liter), berapa waktu yang diperlukan untuk membawa pasien ke rumah sakit sebelum kehabisan darah?

Seseorang, ada yang bisa membantuku menjawabnya?

Agar tidak terkesan info dumping dan tidak berguna—karena aku tahu kalian pasti akan langsung melewati bagian di mana aku menjelaskan jawaban yang mana tidak akan berpengaruh banyak terhadap jalannya cerita ini—maka aku akan langsung memberi tahu apa yang kujawab.

Ah, tidak jadi. Aku tidak akan memberitahu kalian. Aku malu kalau jawabannya salah. Lagi pula tidak akan ada yang peduli. Jadi, ayo kita lanjut.

Pertanyaan kedua terkait seseorang yang ingin menyeberangi jurang lewat jalur bawah. Orang itu melambaikan kedua tangannya memanggilku.

"Bisakah kau membantuku mengukur dalamnya jurang ini?" tanyanya dengan tampang memelas. Mataku berkedut.

"Baiklah," jawabku sebal.

Jurang itu gelap, hampir tidak kelihatan dasarnya.

"Bagaimana?" tanya orang itu dari sampingku sambil melongok ke arah jurang.

Ah, aku ada ide.

"Lihat sendiri sana!" kataku sambil mendorong orang itu ke dalam jurang. Teriakan terdengar bergema dari dasar. Masa bodo aku tidak dapat nilai tambah. Soal konyol macam apa itu? Lagi pula mana ada orang bodoh yang mau menyeberang jurang dengan susah payah masuk ke dalamnya? Payah.

Kuperiksa peta lagi. Ah, sial. Air terjun itu ada di sisi lain jurang. Aku harus mencari cara agar bisa sampai ke seberang. Tidak dengan cara bodoh seperti orang yang meminta bantuanku sebelumnya.

Kulihat sekeliling. Mungkin ada sesuatu yang menyerupai jembatan. Namun, aku tidak menemukannya. Cukup masuk akal kenapa orang tadi meminta bantuanku untuk menyeberang. Oke, sekarang bagaimana denganku sendiri?

Ada tidak, ya, sesuatu yang dapat membantuku—Bambu! Untung saja di dekat sini ada hutan. Aku langsung mengukur lebar jurang dengan asal agar aku bisa mengira-ngira panjang bambu yang kubutuhkan.

Lebar jurang itu kira-kira sepuluh meter dengan kedalaman yang tidak aku ketahui (harusnya kubantu orang tadi). Jadi, aku mungkin perlu bambu dengan panjang kurang lebih lima belas meter—untuk jaga-jaga.

"Clowny, tebas bambu-bambu itu," perintahku setelah memberikan kemampuan pisau besar. Clowny memotong banyak sehingga aku bisa memilih mana yang tepat.

Dengan perkiraan Clowny setinggi satu meter, aku berhasil memilih bambu yang cocok. Panjang dan kokoh, tetapi ringan. Cukup kuat untuk menopang tubuhku menyeberang.

Bambu di tangan. Mata fokus ke depan. Memperkirakan tolakan yang pas untuk melompat. Dengan satu langkah besar, aku maju menyongsong. Ujung bambu menyentuh tanah, kudorong sekuat tenaga sambil melompat.

Rasanya seperti terbang! Jantungku berdegup sangat kencang saat berada di atas. Belum lagi jarak yang sangat jauh dari tanah. Kemungkinan untukku jatuh sangat besar kalau aku tidak mempertahankan keseimbangan. Entah dari mana aku dapat ide gila dan keberanian ini.

Tidak lama aku bisa menikmati pemandangan dari atas sini, karena yang terjadi selanjutnya adalah aku jatuh dengan cepat sambil memeluk ujung batang bambu.

"Aaaaa!"

Aku jatuh berguling. Mendarat dengan punggung terlebih dahulu. "Harusnya aku minta Rama mengajariku cara jatuh yang benar."

"Sayangnya Rama tidak bisa mengajarimu sekarang, Chloe. Dia sudah kukalahkan."

Suara ini ....

-oOo-

A/N

Semoga menghibur!

Diterbitkan: 24-3-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro