2-5 | Gone

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nggak kerasa udah 9K readers lagi. Semoga pas update chapter selanjutnya bisa pas 10k😄👍

Ramein ya! Biar aku semangat lanjutinya

*****

"Apa ada alasan lain mengapa kota ini kosong dan mengapa anak kucing yang kita temui tadi mengalami mutasi genetik?"

Perkataan Chloe bagai petir di siang bolong. Pemuda itu melihat TV kecil yang menggantung di dinding minimarket. Pemuda itu berjalan ke belakang kasir, mengobrak-abrik seluruh isi laci penyimpanan.

"What are you doing?" tanya Chloe.

Dylan mengambil remote kecil berwarna hitam dari dalam laci, kemudian mengarahkannya pada TV. Sayangnya, sebanyak apa pun ia mencoba menekan tombol power, layarnya tetap tidak menyala.

"God damn it!" geramnya. Ia meremas remote TV erat.

"Percuma saja, di sini tidak ada listrik," respons Chloe.

"Mom ...," ucap Dylan dengan suara bergetar, kemudian menoleh ke arah Chloe. "Kita harus pergi ke rumahku, sekarang!"

Chloe mengangguk cepat. "Kita kembali ke mansion dan pakai mobil ayahku untuk pergi ke rumahmu."

*****

Sesampainya di depan kediaman keluarga Grayson, Dylan memarkirkan Mercedes-Benz milik Theo Wilder sembarang. Dengan tergesa-gesa ia keluar dari mobil, membanting pintu dan berlari ke arah rumah, Chloe berlari kecil di belakangnya.

"Mom! Mom!" Dylan mengetuk pintu berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban dari sang ibu. Hormon kortisol membanjiri tubuhnya, setetes peluh mengalir di dahinya. Berbagai pemikiran negatif menghujani kepalanya, ia benar-benar takut Nancy juga menghilang seperti penduduk Kota Moorevale lainnya.

Karena tidak adanya respons, Chloe refleks membuka gagang pintu kediaman keluarga Grayson. Di luar dugaan, pintu tersebut terbuka. Kedua remaja itu bergeming sesaat karena syok.

"Mrs. Grayson tidak mengunci pintunya?" gumam Chloe.

Dylan tidak mengindahkan. Kedua tungkainya bergerak cepat memasuki rumah, pandangannya mengedar ke sekeliling, mencari presensi sang ibu.

"Mom?" teriaknya lagi. Masih tidak ada jawaban.

Sambil berlari, Dylan membuka setiap pintu ruangan rumahnya dengan kasar. Masih tidak ada tanda-tanda kehadiran Nancy Grayson, hanya terdengar derap langkah kaki kedua remaja itu dan pintu-pintu yang terbanting.

"Mrs. Grayson?" Chloe turut memanggil wanita itu sambil berjalan cepat menjelajahi setiap sudut rumah. Kamar tidur, dapur, toilet, semuanya kosong.

Pada akhirnya, kedua remaja itu kembali bertemu di ruang tamu dengan napas yang memburu. Wajah Dylan memucat, kekhawatiran yang amat besar tersirat di wajahnya.

"My Mom ... she's gone ...," lirih Dylan putus asa, napasnya masih memburu.

"Mungkin Mrs. Grayson pergi meninggalkan kota ini, seperti ibuku dan semua orang," jawab Chloe.

"Or worse ...," ucap Dylan parau ketika mengingat anak kucing yang mereka temui di dalam gang.

Chloe menggeleng cepat. "Kuharap tidak. Kita harus pergi mencari mereka terlebih dahulu."

"Kalau begitu, kita cari radio," ujar Dylan.

"Radio mobil ayahku, apa itu cukup?" tanya Chloe.

Dylan mengangguk mantap. "Yeah, radio mobil memakai tenaga aki. Kita bisa mencari informasi tanpa listrik atau sinyal telepon."

"Sambil mendengarkan radio dan mencari keberadaan semua orang, kita keluar dari kota ini," tambah Chloe.

*****

Kedua remaja itu berkendara keluar dari Kota Moorevale hingga sampai di sebuah jalanan terpencil. Akibat minimnya cahaya matahari, pohon pinus yang menjulang di kanan kiri mereka tampak mencekam. Chloe tidak berani melihat pemandangan di sekitarnya, dirinya masih sibuk mencari-cari frekuensi radio yang dapat mereka tangkap. Terkadang, mobil yang mereka kendarai berguncang cukup kencang akibat jalanan yang berlubang.

"Sial, apa yang kita lewatkan selama berada di dunia portal?" tanya Dylan yang masih sibuk dengan kemudi mobil, "mengapa tidak ada satu pun frekuensi radio yang dapat kita tangkap?"

"Itu menandakan tidak ada satu pun yang melakukan siaran di sekitar kota ini." Chloe mengembuskan napas berat, ia berhenti mengutak-atik radio dan duduk bersandar. Sejak tadi, hanya suara statis yang dapat mereka dengar.

"Sial, apa yang terjadi pada Mom selama aku pergi?" ucap Dylan dengan suara bergetar, "aku sudah berjanji padanya untuk mengantarmu pulang sebelum jam malammu berakhir, tapi ...." Pemuda itu mengusap kasar netranya yang memburam akibat air mata. "Tapi lagi-lagi aku mengingkari janjiku ...."

"Kuharap Mrs. Grayson baik-baik saja ...." lirih Chloe.

Tiba-tiba, Dylan menepikan Mercedez-Benz hitam milik Theo Wilder di tepi hutan. Pemuda itu memukul kemudi beberapa kali sambil mengerang untuk melampiaskan emosinya. Perlahan, pukulan itu melambat, tangisnya pecah, ia melipat kedua tangannya yang bergetar hebat, kemudian mengubur wajah di kemudi. Meskipun halus, Chloe dapat mendengar isakan pemuda itu.

"I can't do this, Chloe ...." ucap Dylan parau.

Melihat Dylan sehancur itu, Chloe tak kuasa menahan gejolak emosinya. Kristal bening mengalir di pipinya. Tidak ada yang dapat ia lakukan selain menarik pemuda itu ke dalam pelukannya. 

"It was my fault ... It was my fault ...," ucap Dylan lagi.

Dylan bersandar di bahu Chloe, cukup lama hingga tangis keduanya mereda. Pemuda itu menegakkan tubuh dan menatap lekat iris hazel sang kekasih. Gadis itu membalas dengan senyum simpul, berusaha tampil ceria agar tidak membuat suasana semakin suram.

"Kita cari keberadaan ibumu terlebih dahulu, oke?" ujarnya, "kau mau aku yang menyetir?"

"Kau sanggup menyetir?"

Chloe mengedikkan bahu. "Technically, I'm seventeen now. Sekarang, biarkan aku yang mengemudi dan beristirahatlah!"

Dylan menunduk, kemudian mengangguk. Keduanya keluar dari dalam mobil untuk bertukar posisi. Kini, Chloe yang duduk di bangku pengemudi, sedangkan Dylan menempati kursi penumpang depan. Gadis itu menyalakan mesin dan mulai menancapkan gas.

*****

Sang surya telah beristirahat, tergantikan oleh kehadiran rembulan yang menyinari langit Nevada. Tidak terasa Chloe sudah mengendarai Mercedes-Benz sang ayah selama berjam-jam, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia sepanjang perjalanan.

Gadis itu melirik Dylan yang sedang terlelap di bangku pengemudi. Pemuda itu melipat kedua tangan dan bersandar pada kaca jendela. Setelah melamun berjam-jam, pemuda itu tertidur. Chloe tersenyum tipis, merasa lega bisa melihat Dylan yang pada akhirnya beristirahat dengan tenang.

Chloe kembali menaruh atensi pada jalanan asing di hadapannya. Sejak tadi, hanya suara statis dari radio yang mengisi keheningan. Sejujurnya, ia tidak tahu ke mana mobil ini akan membawa mereka, dirinya hanya berharap melihat seseorang yang bersedia dimintai pertolongan.

Di kejauhan, Chloe melihat palang besi yang menutupi jalan, dilengkapi dengan ram kawat berduri. Gadis itu memicingkan mata, berusaha melihat rambu-rambu berwarna kuning yang tertera di sana. Setelah mobilnya berada dalam jarak sekitar lima belas meter dari palang, ia dapat melihat simbol radioaktif. Dengan refleks, Chloe menginjak rem dan menepi.

"Dylan! Dylan!" Gadis itu mengguncang bahu Dylan sambil berbisik.

Dylan membuka kedua netra perlahan, ia mengerang sambil mengusap-usap wajah, kemudian menegakkan tubuh dan menoleh ke arah Chloe.

"What?" tanyanya pelan. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Di mana kita?"

"Sebuah palang menghalangi jalan kita."

"Kalau begitu, putar balik."

"No, no, look at that!" Chloe menunjuk rambu-rambu yang ada di samping palang. "Itu simbol radioaktif."

"Yeah, lalu?" Dylan mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan nyawanya. Tiba-tiba saja, kedua netranya membulat sempurna ketika melihat sesuatu di kejauhan. "Chloe, kau lihat itu?"

Chloe mengikuti arah pandangan Dylan. Di sisi lain pagar, dengan jarak yang cukup jauh, ia melihat sebuah pos jaga. Banyak orang dengan pakaian yang sama berdiri di sana.

"Manusia. Akhirnya kita melihat manusia yang masih hidup," lirih Chloe, senyumnya mengembang. Gadis itu menekan klakson mobil berkali-kali. Dengan cepat Dylan meraih pergelangan tangan Chloe dan menariknya menjauh dari kemudi.

"What are you doing?" desis Dylan dengan tatapa nyalang.

"Tentu saja meminta bantuan!"

"Kita tidak tahu siapa mereka! Bagaimana jika mereka bukan orang Amerika?" desis Dylan lagi.

Chloe menggigit bibir, bergeming sesaat ketika menyadari perbuatan bodohnya yang mungkin malah membawa mereka ke dalam petaka. Orang-orang yang berada di sisi lain pagar menoleh dan mulai menaruh atensi pada mobil Theo di kejauhan.

"What have I done?" ucap Chloe dengan suara bergetar

Jantung kedua remaja itu berdetak cepat ketika palang besi terbuka, tiga orang berpakaian hazmat berwarna kuning dengan senapan M4A1 di tangan kanan berjalan menghampiri mobil.

"Mereka menghampiri kita. What we should do now?" bisik Dylan.

"Kita kembali ke malam Homecoming!"

Dylan menoleh ke arah Chloe cepat. "What?"

"Gunakan gelang ayahmu untuk memutar balik waktu, sekarang!" seru Chloe.

Dengan cepat Dylan meraih lengan gadis di sampingnya. Smart bracelet milik Sean menyala, cahaya putih kebiruan berpendar dari telapak tangan Dylan, perlahan menyelimuti tubuh kedua remaja itu. Namun, apa yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasinya. Perlahan, cahaya itu meredup dan padam.

"Dylan! We're running out of time!" desak Chloe ketika melihat orang-orang berpakaian hazmat itu berjalan semakin dekat ke arah mobil.

"I know, I know!" seru Dylan panik. Meskipun Partikel 201X sudah kembali menyelimuti tubuh mereka, tetapi kedua remaja itu tidak kunjung berpindah tempat.

"Dylan!" Chloe berseru balik.

"I'm trying!" erang Dylan putus asa.

Meskipun pemuda itu sudah berusaha sekeras mungkin untuk membawa mereka kembali ke masa lalu, smart watch milik sang ayah tidak bereaksi sesuai apa yang diinginkannya. Pada akhirnya, cahaya kebiruan di tubuh kedua remaja itu lagi-lagi meredup, sedangkan orang-orang asing dengan hazmat itu sudah semakin dekat dengan mobil.

"Sial! Aku tidak salah dengar ketika Dad bilang bahwa benda ini adalah mesin waktu, 'kan?" gerutu Dylan.

"Kalau begitu mengapa benda itu tidak berfungsi?" cicit Chloe frustrasi.

Salah satu dari orang-orang berpakaian hazmat mengetuk jendela mobil, membuat kedua remaja itu dengan refleks menoleh. "Who are you guys? Di mana pakaian pelindung kalian?" tanya seorang pria dengan aksen Inggris-Amerika. Hal itu bisa dipastikan dari suaranya yang berat. Di depan mobil, berdirilah dua orang dengan pakaian yang sama sambil membawa senapan di tangan kanan mereka.

Chloe menoleh ke arah Dylan dan berbisik, "Kau dengar aksennya? They're Americans."

"Tapi kita tidak tahu mereka siapa dan apa tujuannya!" Dylan balik berbisik.

Pria itu kembali mengetuk kaca mobil dan berteriak, "Keluar dari dalam mobil!"

Kedua remaja itu bertukar pandangan dan bergeming sesaat. Dengan ragu, Chloe mengangguk, mengisyaratkan Dylan untuk menuruti perintah salah satu pria dengan pakaian hazmat di luar mobil. Perlahan, pemuda itu membuka pintu mobil dan keluar dari dalam sana, begitu pula Chloe.

"Sudah berapa lama kalian berkendara di luar?" tanya pria yang tidak bersenapan. Label kecil bertuliskan XBG-487 terpampang di dada kanannya. Ia meneliti tubuh pemuda berambut cokelat di hadapannya. Akibat tatapan itu, Dylan menjadi risi. Ia bergeming, tidak ada niat sedikit pun untuk menjawab.

Pria lainnya dengan label XBG-591 mengeluarkan dosimeter saku berbentuk kotak berwarna kuning dari dalam kantong hazmat, lalu mengarahkannya pada dua remaja di hadapannya. Layar kecilnya menunjukkan angka yang tidak biasa. Dylan dan Chloe dapat melihat ekspresi kebingungan pria itu.

"Sial, apakah alat ini rusak?" keluh pria itu sambil menepuk-nepuk alat di tangannya. Angka di layar kecilnya tidak menunjukkan adanya perubahan.

Pria dengan label XBG-290 merebut dosimeter tersebut dan melihat angka yang tertera di layar kecilnya. Kedua alisnya bertaut. "Yeah, sudah pasti alat ini rusak."

"Kalau begitu kita harus membawa mereka," ujar salah satu pria, disusul oleh anggukan dua pria lainnya.

Sepasang netra milik Chloe dan Dylan membulat sempurna. Dengan refleks mereka berjalan mundur ketika pria dengan pakaian pelindung itu berjalan menghampiri mereka.

"Ikutlah dengan kami!" perintah pria dengan dosimeter di tangannya.

"Apa yang akan kalian lakukan pada kami?" tanya Dylan dengan suara tinggi.

"Kalian harus menjalani prosedur yang telah ditetapkan," balas pria itu.

Prosedur? Prosedur apa yang dimaksud oleh pria-pria yang berpakaian seperti astronot ini? Dylan melirik Chloe yang berada di sisi lain mobil. Sialnya, gadis itu tidak menoleh balik, pandangannya masih tertuju pada pria bersenapan yang perlahan berjalan ke arahnya. Dylan harus berimprovisasi untuk menyelamatkan diri tanpa menggunakan kekuatannya. Ia tidak ingin rahasianya terkuak oleh publik, apalagi pria-pria di depannya tidak terlihat seperti orang baik.

"Ke mana kalian akan membawa kami?" tanya Dylan lagi.

Ketika pria dengan hazmat berlabel XBG-487 mencengkeram pergelangan tangan Dylan kasar, pemuda itu berontak. Begitu pula dengan Chloe. Gadis itu meringis ketika pria lainnya juga mencengkeram kedua pergelangan tangannya erat.

"Kau menyakitinya. Lepaskan dia!" bentak Dylan.

"Dengar, Nak, ini demi kebaikan kalian. Jangan membuat semua ini semakin sulit."

Dylan semakin berontak ketika melihat Land Rover klasik berwarna hijau tentara berhenti tepat di sampingnya. Chloe sudah terlebih dahulu dibawa naik oleh pria-pria asing itu, sedangkan dirinya masih mempertahankan posisinya, enggan untuk naik.

"Kami bisa mengurus diri sendiri! Lepaskan kami!" pekik Dylan.

Pria dengan label XBG-487 yang sedari tadi mencengkeram lengan Dylan mendengkus kasar. Ia mengangkat tangannya dan hendak mengayunkannya ke arah kepala belakang pemuda itu.

"No!" pekik Chloe dari dalam Rover.

Namun terlambat, pria itu tidak mengindahkan teriakan Chloe. Tangan kekar itu sudah lebih dulu menghantam tengkuk leher Dylan. Perlahan, pandangan pemuda itu menggelap, tubuhnya terasa lemas dan pada akhirnya jatuh mencium aspal. Hal terakhir yang didengarnya adalah teriakan Chloe yang kian memudar.

Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

20 Juni 2021

*****

GLOSSARIUM

Dosimeter adalah sebuah perangkat atau alat untuk mengukur tingkat paparan radiasi pengion yang diterima seseorang.

Radiasi Pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang mampu mengionisasi media yang dilaluinya. Zat-zat yang bisa memancarkan radiasi pengion disebut dengan zat radioaktif.

Soal ini nggak usah pusing-pusing kalian cari tahu sekarang, nanti bakal aku ceritain lebih lanjut sambil jalan, dengan bahasa yang lebih mudah tentunya😉

Hazmat (singkatan dari hazardous materials atau bahan-bahan berbahaya), atau dikenal juga dengan nama pakaian dekontaminasi. Digunakan untuk proteksi melawan material berbahaya, seperti partikel radioaktif.

Jujur aja, aku selalu takut kalau liat orang pakai hazmat. Ini aja nyari gambar yang nggak terlalu creepy. Kalian takut juga nggak sih?

Mungkin karena sering liat foto-foto nakes pakai baju sejenis ini kali ya😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro