Segmen 01

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Prolog

David tengah asyik menikmati daging steak medium rare-nya. Ini salah satu jenis daging favoritnya yang disajikan secara sempurna oleh koki pribadi Julian Rossier.

Sementara di depannya duduk Julian, pria sepuh yang masih tampak gagah tak kalah dengan cucunya. Dua sosok pria beda generasi itu sontak mencuri perhatian seluruh pengunjung restoran tempat mereka menghabiskan sesi makan siang.

Hari ini David secara khusus mengundang Julian kakeknya. Tentu saja undangannya ini adalah sebuah bentuk tawaran perdamaian yang disambut dengan senang hati oleh Julian. David berterima kasih untuk semua hal yang dilakukan Julian pada masalah-masalahnya beberapa minggu terakhir. Dan terima kasih khusus karena telah menjaga Maia dengan baik selama istrinya itu menghilang.

Perdamaian yang indah ini terjadi di restoran keluarga Rossier yang terletak tepat di jantung New York City. Salah satu dari puluhan bisnis keluarga Rossier yang telah menggurita ke seluruh dunia. Julian tengah berpikir-pikir untuk menyerahkan pengelolaan restoran ini ke tangan Maia, saat ponsel David bergetar keras.

"Maaf, Kakek," David meminta ijin menjawab telepon. Julian menganggukkan kepala.

"Halo, Angela?"

"....."

"Apa? Di mana sekarang?!"

"....."

"Oke, aku ke sana sekarang!"

David menutup telepon. Wajahnya tegang.

"Ada apa?" Julian penasaran.

"Maia pingsan, Kakek. Dia di rumah sakit sekarang."

David panik. Dia melempar begitu saja pisau dan garpu dan hendak melesat pergi, saat Julian menahan tangannya lembut.

"Kita pergi bersama, aku juga ingin melihat Maia."

David mengangguk. Berdua mereka meninggalkan restoran dan segera mengebut ke rumah sakit.

Lenox Hill Hospital siang itu terlihat ramai. Banyak orang hilir mudik di rumah sakit yang dinobatkan menjadi salah satu rumah sakit termahal di dunia. Namun, padatnya arus pengunjung dan pasien di Lenox Hill tidak menjadikan pelayanannya menurun sedikit pun.

Begitu David dan Julian tiba di lobi rumah sakit, seorang suster dengan sigap mengantarkan dua pria itu ke luxury room. Selama perjalanan jantung David kebat-kebit tak karuan. Berbagai pertanyaan berkecamuk di hati.

Penjelasan segera diperoleh David begitu dia menjejakkan kaki di dalam kamar inap. Kesembilan rekannya menunggu di luar kamar dan tak bersedia memberikan penjelasan apapun. Namun seorang dokter berwajah keibuan yang sudah menanti di dalam kamar langsung memberikannya diagnosa.

Itu merupakan diagnosa terpenting dalam hidupnya.

Di atas ranjang rumah sakit, Maia menatapnya dengan sorot linglung. Membuat David ingin merengkuhnya dalam dekapan, memastikan semuanya baik-baik saja. Dan itulah yang dilakukan David. Tangannya otomatis terulur dan memeluk Maia erat-erat, dihujaninya wajah sang kekasih dengan ciuman bertubi-tubi.

"Jadi, bagaimana keadaan cucu menantuku, Dokter?" Julian yang tiba belakangan bertanya penasaran.

Dokter wanita dengan badge name Nora Brown itu tersenyum tipis. "Selamat, Tuan. Nyonya Maia Rossier sedang hamil. Perkiraan usia kehamilannya antara tiga sampai empat minggu."

*****

David termangu. Sungguh, informasi yang baru didengarnya mengguncang hati. Nyalang, dia menatap istri mungilnya yang tengah tertidur pulas.

"Benarkah aku akan menjadi ayah?"

David berdialog dengan hatinya. Bukannya dia takut, hanya saja begitu banyak perasaan campur aduk di hatinya sekarang. Dia terbilang cukup dekat dengan orang tuanya sampai mereka direnggut paksa oleh maut.

"Dave?"

Lamunannya buyar. Maia mengerjap-ngerjap silau. David tersenyum. Dia meraih jemari mungil istrinya dan menggenggamnya erat.

"Apa kabarmu, Sweetheart?" David mengecup buku-buku jari Maia.

Maia tersenyum simpul. "Tak pernah lebih baik dari ini."

David mengelus rambut Maia. "Kamu takut?"

"Bagaimana denganmu?" Maia balas bertanya.

Mereka berdua tahu topik apa yang tengah mereka bicarakan sekarang. Sebelum Nora Brown mengumumkan pada pasangan kakek dan cucu itu, dia sudah lebih dulu memberitahu hasil diagnosanya pada sang pasien.

David menggeleng. "Aku tak takut, hanya ... excited."

Bibir Maia melengkung manis. "Aku juga."

Jemari mereka bertemu di perut Maia yang masih rata. David mengusap perut itu penuh kasih. Beberapa bulan lagi dia akan melihat miniaturnya lahir ke dunia. Belum apa-apa dia sudah merasa yakin calon anaknya kelak adalah seorang bayi laki-laki yang tampan.

"Apa kamu memikirkan apa yang kupikirkan?" Maia tersenyum geli.

"Absolutely yes." David menyeringai. "Dia pasti laki-laki."

"Tidak bisa! Dia pasti perempuan!"

"Mau bertaruh denganku, Nyonya Rossier?"

"Dengan senang hati, Tuan Rossier. Tuhan akan bersamaku dan mengabulkan harapanku."

David berdecak, tapi tak urung. Senyumnya terkembang lebar. Dia suka optimisme Maia. Dia suka apapun yang ada dalam diri wanita mungil itu. Karena itu, dia, David Gerald Rossier sangat mencintai Maia Rossier.

*****

Minggu demi minggu berlalu dengan cepat. Mengantarkan kehamilan Maia memasuki minggu kedua puluh, bulan kelima. Perutnya yang rata sudah mulai membuncit, menunjukkan pada dunia akan keberadaan sosok mungil yang akan menjadi penerus tahta Rossier.

Keluarga kecil itu menjalani hidup dengan bahagia. Tak hanya David dan Julian yang gembira dengan kehamilan Maia, namun juga sembilan sahabatnya yang terus mengelilingi pasangan itu.

Namun, langit tak selamanya berlangit cerah. Terkadang mendung juga ingin menyapa seluruh makhluk di bumi, tak terkecuali pada kehamilan Maia. Kali ini, tak hanya mendung saja yang datang menyapa namun juga badai dahsyat. Badai itu datang begitu mendadak dan siap merongrong kebahagiaan klan Rossier.

Tepat di akhir bulan kelima, Maia menyetir sendiri Mercedes Guardiannya. Melaju santai di jalanan New York yang padat. Agendanya adalah berkunjung ke butik Chanel guna mengambil dress pesanan Zooey. Sahabatnya itu sedang dalam perjalanan dari India dan dijadwalkan tiba di New York City tepat pukul tujuh malam nanti, untuk selanjutnya langsung meluncur ke sebuah gala dinner seorang taipan sukses asal Hongkong. Karena itu Zooey membutuhkan bantuan Maia agar tak ada waktu terbuang percuma.

Sampai di sebuah persimpang traffic light Maia mengerem mobil. Bibirnya bersenandung riang menyanyikan refrain Take What You Want milik 5SOS. Dia begitu menghayati lagu yang dinyanyikan dan sejenak lupa akan keadaan sekitar.

Saat itulah Maia menoleh. Lebih karena perasaannya memerintahkan otaknya untuk menoleh daripada keinginannya sendiri untuk menoleh. Maia tertegun. Respon pertama yang mampu dikirim oleh cerebrum-nya sebelum lobus occipital memerintahkan matanya terbeliak kaget.

Sebuah truk tronton dua puluh ton melaju kencang tepat ke arahnya. Maia panik. Dia tolah-toleh kanan-kiri, mencari celah manuver agar mobilnya bisa menepi dan tak terlindas moncong truk. Sia-sia. Dirinya dikepung deretan mobil dalam kemacetan parah yang berpotensi menyebabkan hipertensi.

Tapi bukan hipertensi lagi yang ditakutkan Maia sekarang. Melainkan peluangnya menyelamatkan diri dari tabrakan karambol antara truk tronton dan beberapa mobil di belakangnya.

Maia nekat. Dia membuka pintu mobil dan berlari secepat kilat melewati celah-celah mobil. Sayangnya kecepatan larinya tak sinkron dengan laju truk yang didiagnosa mengalami rem blong. Terjadi momentum tubrukan keras antara moncong truk dan moncong mobilnya, disusul hempasan keras ke tubuh mungil Maia yang tak sempat berlari jauh.

Tubuh Maia terpental dan mendarat di trotoar beton. Hiruk-pikuk dan jerit menyayat terdengar di telinga. Tapi Maia tak mempedulikan itu, karena sedetik setelah dia membentur trotoar rasa sakit hebat menyerang perutnya.

Pandangan Maia kabur. Bibirnya meringis kesakitan. Sempat Maia merasakan kerumunan orang mendekat tapi detik berikutnya pandangan Maia gelap.

Wanita itu pingsan. Darah segar mengalir dari pahanya, membasahi celana krem yang dikenakannya. Badai dahsyat hampir sempurna menyapu seluruh kebahagiaan wanita mungil itu. Seiring derasnya darah yang mengalir membasahi beton trotoar.

*****

Hai, ketemu lagi dengan si om ganteng dan ceweknya yang mungil. Eniwei, ini adalah sequel dari Glowing Starlight. Semoga readers suka ya...

Selamat membaca readers dan jangan lupa (lagi-lagi) tinggalkan jejak untukku. ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro