Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sara ternganga.
Menatap apartemen megah yang terbentang di hadapannya, gadis itu sempat menelan ludah.
Apartemen itu luas, 5 kali lipat dari luas apartemennya sendiri. Seolah tempat itu nyaris menghabiskan separuh dari lantai gedung yang ada di sini.
Semua perabot dan furniture di ruangan ini pun berkelas, limited edition, yang sebagian diproduksi di luar negeri.
Ia juga menjumpai kolam renang plus jacuzzi yang menjorok ke balkon.
Fantastis, dan elegan.

Sara tahu Suho artis kaya raya, bahkan ada rumor kalau ia datang dari keluarga pebisnis yang  bergelimang uang, tapi ia tidak menyangka bahwa ia sekaya ini.

Tadi sewaktu ia datang ke sini dengan diantarkan uncle John, ia juga mendapati beberapa mobil mewah terparkir di parkiran. Uncle John bilang, mobil-mobil mewah itu milik Suho.
Roll-Royce, Bugatti, Lamborghini, Ferrari, ya Tuhan, itu semua mobil mahal kelas dunia!

"Anda sudah ditunggu, Nona." Suara seorang lelaki berbadan kekar yang mengenakan setelan jas, lengkap dengan earphone di telinga membuyarkan kekaguman Sara.
Perempuan itu tersentak samar dan melirik sekilas ke sosok lelaki tadi. Mungkin dia bodyguard Suho.

"Silahkan," lelaki itu membimbing Sara menyusuri hamparan karpet beludru menuju ruang tengah. Setelah sampai di ruang yang dimaksud, bodyguard tersebut memohon diri.

Sara menelan ludah lagi, berdiri canggung di sebuah ruangan yang menyerupai hall dansa.
Penyesalan sempat menghinggapi dirinya. Andai dia tahu bahwa ia akan berkunjung ke tempat semewah ini, ia pasti akan mengenakan gaun yang lebih indah. Gaun malam yang elegan, stilleto tinggi, dan kalung beserta anting berlian yang menawan. Yah, setidaknya ia punya sepasang. Itupun kecil, dan miliknya - satu-satunya yang paling mahal.

Sekarang, lihatlah apa yang ia kenakan.
Blouse sederhana berwarna putih lengan panjang yang dipadu dengan celana jeans ketat warna biru tua. Kerah blousenya pun setinggi leher hingga ia gagal memamerkan dada dan tulang selangka yang - kata orang-orang sih bagus.

Ia juga hanya mengenakan wedges setinggi 5 centi. Dan rambutnya yang panjang bergelombang hanya ia urai begitu saja. Ia bahkan tak mengenakan make up. Hanya pelembab dan bibir yang disapu lipgloss.
Astaga, ini tak seksi sama sekali.

Tadinya ia sudah berniat berdandan habis-habisan tapi Uncle John melarang. Dia bilang agar dirinya tidak berdandan mencolok demi menghindari wartawan.

"Kim Sara?"

Panggilan itu membuat ia memutar badan, dan sosok itu muncul dari arah berlawanan. Memasuki ruangan dengan langkah ringan dan menebarkan senyum ramah di bibir.
Padahal ia hanya mengenakan kaos dan celana kasual. Rambutnya pun tak ia sisir rapi. Tapi kenapa ia bisa kelihatan begini tampan?
Aura bintang meletup-letup dari dirinya.
Astaga, orang ini ... luar biasa.

"Sara?"
Panggilan itu menyentakkan kesadaran Sara.
"Y-ya," ia menjawab gagap.
"Senang kau mau datang ke sini," lelaki itu menyapa.

Dan Sara kembali terpana manakala makhluk tampan di hadapannya ... tersenyum.
Itu senyum terhangat yang pernah ia temui. Sumpah, demi Tuhan Yang Maha Esa.

"Aku Suho." Ia memperkenalkan diri dengan sikap formal sambil mengulurkan tangan.
"Sara," dan Sara menjawab sambil membalas uluran tangan lelaki tersebut. Mereka berjabat tangan sesaat.

"Duduklah." Suho membimbing Sara dan menyilakan ia duduk di sebuah kursi dengan meja panjang di depannya. Sekilas seperti meja jamuan.
"Kau datang sendiri?"

Sara menggeleng.
"Aku datang dengan manajer. Ia menunggu di luar, di tempat parkir," jawabnya.

Suho manggut-manggut.

Lelaki itu bergerak ke mini bar yang masih jadi satu dengan ruangan itu, lalu sesaat kemudian ia kembali membawa segelas minuman hangat.
Setelah meletakkan minuman itu di depan Sara, ia bergerak lagi. Kali ini menuju meja di samping counter mini bar, mengambil sesuatu, lalu kembali menemui Sara dengan setumpuk map.

"Kau sudah menerima penjelasan dari manajermu, kan?" Ia bertanya sambil duduk di depan Sara, dan meletakkan map itu di depannya.

Sara mengangguk.

"Kau juga sudah baca kontraknya?"

Lagi-lagi Sara mengangguk.

Suho sempat menggigit bibir sesaat sebelum kembali berkata-kata.
"Nona Kim Sara, maaf jika aku harus melibatkanmu dalam masalah ini. Tapi aku benar-benar butuh bantuanmu. Aku tidak akan bicara panjang lebar karena aku yakin manajermu sudah menceritakan banyak hal. Dan memang begitulah adanya. Ada sesuatu yang ... harus kusembunyikan dan aku membutuhkan dirimu." Lelaki itu berujar dengan sopan.

"Jika kau ingin membaca kembali kontrak-kontrak itu, bacalah. Barangkali saja ada sesuatu hal yang kau pikirkan kembali karena aku yakin, ini pasti tidak mudah bagimu. Atau, mungkin kau ingin menanyakan sesuatu, tanyakanlah. Dan aku akan dengan senang hati menjelaskannya," lanjutnya. Ia menatap Sara dengan tatapan lembut hingga sempat membuat perempuan itu jengah, tak berkutik.

Sara sempat salah sangka.
Awalnya ia mengira Suho akan menjadi sosok yang arogan, ternyata tidak.
Lelaki itu tampak begitu dewasa, matang, kalem, dan perpembawaan tenang.
Orang yang berada di posisi Suho cenderung sombong dan bertingkah menyebalkan, nyatanya tidak.

Ia ramah, sopan, bahkan terkesan berwibawa.
Belum lagi dengan wajahnya yang bergaya aristokrat, bangsawan, menawan.

Ah, Sara benar-benar terpesona.

"Berapa lama kita akan berpacaran?" tanya perempuan itu.

"Sekitar enam bulan. Bisa lebih mungkin, tergantung situasi," jawab Suho.

"Wow, itu lama." Sara mendesis.

Lelaki di hadapannya manggut-manggut.
"Aku tahu. Tapi kita tak mungkin berpacaran dalam waktu yang singkat lalu putus. Jika begitu, publik akan sadar bahwa kita hanya berpura-pura," jawabnya.

Kali ini Sara yang manggut-manggut.

"Jangan khawatir, kita hanya akan berpacaran secara formalitas saja. Aku tak melarangmu jatuh cinta atau menjalin hubungan dengan lelaki lain. Asal tidak diketahui oleh media. Jika sampai itu diketahui, maka kita akan putus, kontrak selesai, dan ... aku minta uangku kembali."

Sara kembali manggut-manggut.
Itu syarat yang gampang. Asal kompensasinya setimpal. Lagipula ia juga tak pernah serius berhubungan dengan lelaki. Sudah lama ia tak jatuh cinta, tak berhubungan serius dengan pria.

"Aku juga tidak akan melarangmu berkecimpug di dunia keartisan. Karirmu akan berjalan seperti biasanya. Dan kau juga boleh menerima kontrak lain seperti iklan, drama, maupun Reality Show. Kau tetap bisa tampil di TV seperti biasanya." Lelaki itu menambahkan.

Bibir Sara mengerut takjub.
Ini terdengar keren sekali, batinnya.

"Lalu, apa kita juga akan berperilaku seperti orang pacaran sungguhan. Maksudku ... ya, begitulah. Kau pasti tahu maksudku." Sara terlihat bingung dengan pertanyaannya.

Suho mengulum senyum. Manis sekali.

"Kontak fisik dilakukan bila dibutuhkan. Karena kita sama-sama sudah dewasa, kontak fisik lebih jauh juga bisa dilakukan jika ... ada persetujuan dari kedua belah pihak," jelasnya. Ada semburat merah di kedua pipinya.
Apa dia kepanasan?

"Dan ... ini imbalannya."
Belum selesai Sara mengagumi makhluk ciptaan Tuhan di hadapannya, Suho menyodorkan sebuah cek dengan nilai fantastis.
Kedua mata Sara melotot seketika.
Wow, itu jumlah yang sangat banyak.
Walau ia syuting siang dan malam selama 6 bulan, belum tentu ia bisa mengumpulkan uang sebanyak itu.

"Ini bisa segera diuangkan jika kau setuju. Oh, ada lagi___,"

Sara menatap Suho dengan bingung lalu mengerjap. Eh, ada lagi?

"Aku akan memberimu kartu kredit yang bisa kau gunakan untuk berbelanja kebutuhanmu sesuka hatimu. Aku yang akan membayar tagihannya. Kau juga bisa menggunakan fasilitas di sini jika kau mau. Mobil, sopir, bodyguard, aku juga memberimu akses penuh untuk datang ke sini. Jadi jika ...,"

"Aku setuju. Di mana aku harus tanda tangan?" sahut Sara cepat.

Suho tersenyum menyaksikan reaksi perempuan itu.
Ia membuka map, menunjuk halaman tertentu, lalu membimbing Sara untuk tanda tangan.
"Deal?"
"Deal," jawab Sara lagi.

Setelah administrasi selesai, Sara segera memohon diri. Suho mengatakan bahwa ia akan segera menelpon untuk menjalankan rencana selanjutnya.

Ketika Sara melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tersebut, samar ia menangkap sosok bayangan di balik pintu, di ruang sebelah.
Dan ia yakin itu sosok laki-laki.

Bayangan tubuh lelaki yang terkesan sengaja menyembunyikan diri.

Bibir Sara sempat berdecih lirih, cuek.

Dasar gay, batinnya.

***

Suho sempat menatap kepergian Sara ketika perempuan itu pamit meninggalkan apartemennya.
Cantik, itu yang terlintas di benaknya.

Walau tak mengenakan make up berlebih, wanita itu luar biasa menawan.

Rambutnya yang hitam panjang dan bergelombang menimbulkan kesan seksi yang elegan. Terlebih ketika ia membiarkannya terurai bebas dan berjuntaian kemana-mana. Dan... matanya.

Sara punya mata yang cantik.
Bulat dan menggemaskan. Iris matanya terlihat unik karena tampak berbeda dari perempuan yang pernah ia temui. Coklat terang yang menawan, ditambah dengan semburat hazel manakala ia mengeluarkan ekspresi takjub. Ia sempat penasaran, apa warna matanya asli? Atau itu hanya softlens?

Oh, ada lagi, kakinya. Ramping, panjang, dan menggoda. Menyaksikan tungkainya dibalut jeans ketat, entah kenapa Suho merasakan imajinasi liar berkelebat di benaknya.

Sungguh, ia tak pernah seperti ini sebelumnya.

Lamunan Suho buyar ketika ia mendengar siulan lirih.
"Wow, dia cantik."

Dan suara itu juga yang membuat Suho berbalik.
Segera ia mendapati sosok pemuda berdiri di samping pintu dengan lengan yang tersandar di kusen.

Ia bertelanjang dada. Handuk kecil melilit di pinggangnya. Entah ia sudah atau hendak mandi.

"Oh, Lay. Kau sudah bangun?" Suho menyapa.

Lelaki yang dipanggil namanya mengangkat bahu cuek.
"Jangan bilang kau jatuh cinta dengan perempuan tadi." Nada suaranya terkesan keberatan.

Suho terkekeh lirih seraya bangkit dan melangkah mendekatinya.
"Lay, please ...," ucapnya.
"Kau sudah makan?"

Lelaki bernama Lay itu menggeleng.

"Oke, akan kubuatkan ramen kesukaanmu." Suho menepuk pipinya lembut lalu bergerak ke dapur.
Membuatkan ramen, untuk lelaki tadi.

***

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro