D e l a p a n b e l a s

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku sarankan buat baca semuanya. Jangan dialognya aja, biar lebih euhhh gitu T_T

Oh iya, aku minta maaf banget sama temen-temen yang kecewa sama jalan ceritanya. Soalnya, kenapa alurnya bisa kayak gini? Jawabannya, balik lagi ke judulnya^^

Happy reading^^

18. I love you

"Lo bisa minta kapan aja. Tapi … lo harus jadi pacar gue. Kita bisa backstreet, kan?"

Dengan terburu-buru, Kenzie melapas bajunya. Cowok itu menindih tubuh Rara di atas sofa. "Oke."

"Sorry, Ra. Gue gak bisa," ucap Kenzie ketika ia hampir saja menyentuh hal yang tak seharusnya ia sentuh.

Kenzie bangkit menaikan retsleting celananya. Cowok itu mengambil bajunya, kemudian memakainya lagi. Setelah mengatakan itu, Kenzie memilih pergi meninggalkan apartement Rara.

Sial! Hampir saja. Kenzie hampir saja menyakiti hati Kiara jika saja gadis itu tahu.

Di dalam kamarnya, Rara meneteskan air matanya. Apa yang ia lakukan? Ia hampir saja menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma pada lelaki.

Untung saja ini Kenzie, cowok itu masih bisa menahan hasratnya. Bagaimana jika itu orang lain?

Apa yang sebenarnya ada di pikirannya sendiri.

"Gue tau lo suka Kenzie, tapi gak gini, Ra. Gak gini!" Rara meremas rambutnya sendiri.

***

Kiara tertidur, ia masih menunggu Kenzie yang belum juga pulang.

Tak lama, pintu terbuka menampakan sosok Kenzie yang masih mengenakan kaos hitam dan juga celana sekolahnya.

Cowok itu menutup pintu, kemudian berjalan ke arah Kiara.

Tangannya terulur mengusap pelan pipi gadis itu. "Ra, bangun. Udah makan?" tanya Kenzie pelan.

Kiara membuka matanya, gadis itu mengeceknya, kemudian bangun dari posisi tidurnya. "Kakak udah pulang?" tanya Kiara.

"Iya. Lo udah makan?" tanya Kenzie.

Kiara menggeleng pelan. Ia menunggu Kenzie.

Kenzie melepas bajunya. Badannya terasa lengket, ia memilih meraih handuknya. "Gue mau mandi. Di tas gue ada rendang dari Tante gue. Lo angetin."

Kiara mengangguk pelan. Kenzie akhirnya memilih keluar untuk mandi.

Sedangkan Kiara menuruti apa yang Kenzie perintahkan tadi.

Selang beberapa menit, Kenzie kembali. Cowok itu mengenakan kaos putih dengan celana boxer yang ia kenakan.

"Maaf gue pulang telat. Tadi gue nemenin Rara dulu. Tapi gak macem-macem kok, gue sengaja bilang sama lo. Gue gak enak aja kalau lo malah tau dari orang lain."

Kenzie sebenarnya khawatir. Ia sengaja mengatakan ini, ia takut jika Rara yang bilang, malah dilebih-lebihkan. Bisa bahaya untuk kandungan Kiara nantinya.

Kiara diam. Gadis itu menunduk dan mengangguk saja. Kenzie menatap Kiara yang mendadak murung. "Lo marah?"

"Ng-nggak kok."

"Gue gak ngapa-ngapain, Ra. Lo tenang aja."

Kiara mengangguk pelan. Jika Kenzie bercerita tentang ini, apa Kiara juga harus bercerita tentang David?

"Kak."

"Hm?"

"Tadi Kak David ke sini."

Kenzie yang awalnya hendak mengambil nasi, langsung menatap ke arah Kiara kaget.

Cowok itu menyimpan piringnya kembali. "Ngapain?" tanya Kenzie tajam.

"Dia … cuman minta maaf kok."

"Lo gak akan milih David kan, Ra?"

Kiara menggeleng. Untuk apa ia memilih David jika ia sudah memiliki Kenzie?

Kenzie memejamkan matanya. Tidak boleh emosi, Kenzie harus bisa mengontrol amarahnya yang saat ini sudah berada di dadanya.

Ia tak mau jadi suami yang buruk untuk Kiara. Cukup tadi saja, hampir. Hampir saja ia menjadi suami yang brengsek untuk Kiara.

"Yaudah." Hanya itu yang dapat keluar dari mulut Kenzie.

Cowok itu meraih piringnya kembali, mengambil nasi, kemudian duduk di samping Kiara. "Mau gue suapin?" tanya Kenzie.

"Kakak gak cape sekolah langsung kerja?"

"Udah resiko. Nanti bakal lebih dari ini setelah anak kita lahir, Ra."

Kiara tersenyum dan mengangguk. Kenzie mengambil sendok, cowok itu mulai menyuapi Kiara. Sesekali, ia juga ikut makan.

Selang beberapa menit, mereka selesai. Kiara memilih membereskan bekas makan mereka.

Kenzie merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sungguh, hari ini melelahkan.

"Kak, kalau boleh tau … Kakak ngapain ke rumah Kak Rara?" tanya Kiara ragu.

"Nemenin doang."

Kiara mengangguk pelan. Gadis itu memilih merebahkan tubuhnya di samping Kenzie. Matanya menatap langit-langit kamarnya. "Gue gak bohong. Gue juga gak ada perasaan apa-apa sama Rara, kalau lo takut."

"Iya."

"Lo takut?"

"Takut apa?"

"Takut gue suka sama cewek lain?" tanya Kenzie dengan satu alis terangkat.

Kiara mengangguk pelan. Gadis itu mengigit bibir bawahnya malu. Entahlah, ia juga masih belum paham dengan perasaannya.

Tapi, ia sungguh takut jika Kenzie menyukai gadis lain.

"Apa itu artinya lo suka juga sama gue?

"A-aku gak tau. Aku masih belum yakin."

Jawaban Kiara cukup membuat Kenzie tersenyum kecut. Cowok itu meraih selimutnya, kemudian menaikkannya sampai leher.

Ia tertidur dengan posisi miring membelakangi Kiara.

"Kak," panggil Kiara.

"Gue ngantuk."

"Kak, Kakak marah?"

"Nggak. Gue gak marah."

Kiara menghela napasnya. Gadis itu duduk, dan menyandarkan punggungnya pada tumpukan bantal.

Tangannya terulur mengusap pelan rambut tebal milik Kenzie. "Aku bener-bener gak tau apa yang aku rasain, Kak. Aku belum pernah suka sama orang soalnya."

Kenzie langsung tidur terlentang. Matanya menatap wajah Kiara dari bawah. "Lagi, Ra."

"Apanya?"

"Usap kepala gue lagi."

Wajah Kiara terasa memanas. Gadis itu memilih merebahkan tubuhnya dan tidur membelakangi Kenzie.

Sumpah demi apapun ia malu. Entah keberanian dari mana dirinya sampai mengusap rambut Kenzie begitu.

"Ra?" panggil Kenzie di belakang sana.

"Lo malu?"

Kiara semakin menyusupkan wajahnya pada bantal.

Kenzie tertawa, cowok itu memeluk Kiara dari arah belakang. "Gue kan suami lo, masa gitu aja malu sih?"

"Kak jangan peluk, sesek."

Bukannya menurut, Kenzie semakin mengeratkan pelukannya. "I love you, Ra," bisik Kenzie.

Dan, maaf hampir bikin lo kecewa. Batin Kenzie.

TBC

Double up ya hehe

Semoga suka

Terimakasihhhh mwah

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro