D u a p u l u h s a t u

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam harinya, Kiara diam menatap ke arah tangannya sendiri. Gadis itu sesekali melirik ke arah pintu.

Mengapa di saat Kiara sudah sadar tentang perasaannya, semuanya malah menjadi kacau seperti sekarang.

Apa ia tak pantas bahagia? Rasanya, setiap kali Kiara akan merasa bahagia, ada saja yang membuat ia kecewa, sedih, dan juga kesal setelahnya.

Pintu ruangan terbuka menampakan sosok Kenzie yang menatap sendu ke arahnya.

Kiara membuang arah pandangnya.

Cowok itu berjalan ke arah Kiara. Duduk di tepi brankas, dengan posisi yang menghadap gadis itu.

"Jangan pergi, Ra."

Kiara memejamkan matanya. Hatinya berdenyut nyeri kala ucapan itu keluar dari mulut Kenzie.

"Gue akuin gue salah. Gue kalah sama nafsu gue, tapi tolong kasih gue kesempatan, sekali aja, Ra."

Kiara tak bergeming. Tangan Kenzie terangkat mengusap pipi gadis itu. Kiara tak bergerak sama sekali.

Kenzie tersenyum tipis. "Tidur, Ra. Udah malem." Kenzie beranjak, mencium kening Kiara, kemudian memilih duduk di sofa yang tersedia di sana.

Kiara memberanikan diri menatap Kenzie. Cowok itu ternyata masih memperhatikannya.

Belum pernah Kiara melihat Kenzie begini.

"Aku bakal maafin Kakak, kalau Kak Rara langsung yang jelasin semuanya."

Kenzie menegakan tubuhnya. Ia menatap Kiara ragu. Namun tak lama setelahnya, cowok itu mengangguk, "Iya."

"Tapi tolong, Ra. Jangan pergi."

***

"Gimana keadaan lo, Ra?"

Kiara tersenyum tipis, gadis itu mengangguk seolah mengatakan ia baik-baik saja.

David menjenguknya bersama Ayla yang berdiri di sampingnya. Ayla sudah mulai menerima permintaan maaf David, walaupun ia juga masih harus berjaga-jaga pada cowok itu.

"Kasian anak gue." David tersenyum miris.

Mungkin, dengan ini Kiara bisa kembali mengejar apa yang belum terkejar.

"Lo sama Abang gue gimana, Ra?" tanya Ayla.

Kiara diam beberapa saat. Gadis itu menggeleng pelan. "Aku gak tau, Kak."

Ayla mengangguk saja. Ia tak mau kepo terlalu jauh, ini urusan Abangnya dan juga Kiara.

Gadis itu menarik David dan mengajak cowok itu untuk pergi meninggalkan ruangan Kiara setelah berpamitan.

Tak lama, sosok Nara datang memasuki ruangan. Gadis itu berdiri di samping brankar Kiara.

"Gue mau minta maaf, Kak. Soal Kelakuan gue yang godain Kak Kenzie waktu itu."

Nara terlihat kesal, "Habis gue gemes tau. Masa ada orang yang hidupnya lempeng banget kayak dia. Kayak gak punya gairah hidup tau gak."

Kiara tertawa pelan. Gadis itu mengangguk saja.

"Udah ah, gue udah ditungguin sama Kak Ayla. Cepet sembuh, Kak!" Nara melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan ruangan Kiara.

Gadis itu menghela napasnya pelan.

"Aku jahat banget gak sih cuekin Kak Kenzie?" gumam Kiara.

Pintu ruangan kembali terbuka menampakan sosok Kenzie dan juga Rara.

Kiara menatap mereka yang mulai mendekat.

Rara menatap Kenzie sebentar. Gadis itu menghela napasnya pelan. "Lo kenapa bisa gini, Ra?"

"Gak tau."

"Gue minta maaf soal kejadian gue sama Kenzie."

Rara menatap Kiara ragu. "Jujur, kemarin malem itu, gue yang nyosor, bukan Kenzie. Dia gak salah."

"Kakak tau dia udah punya isteri?"

"Tau-"

"Kenapa Kakak masih nerusin itu? Gimana kalau suatu hari nanti, suami Kakak digoda sama perempuan lain? Gimana kalau mereka sampai ke tahap-" Kiara menghela napasnya.

Emosinya mendadak naik hanya karna mengingat itu.

Rara menunduk, "Gue udah suka sama Kenzie jauh sebelum dia kenal sama lo, Ra. Gue belum sepenuhnya ikhlas dia nikah sama orang lain. Jujur gue kesel, marah, tapi gue gak bisa apa-apa."

"Sampai akhirnya, kemarin malem, gue hampir aja jadi manusia paling bego."

Rara kembali menatap Kiara. "Maafin Kenzie ya? Dia gak salah, Ra. Dia bahkan rela berhenti karna dia inget sama lo."

"Tapi kalian hampir-"

"Hampir. Kalau aja malam itu gak kejadian, mungkin gue masih jadi orang jahat sekarang, Ra. Mungkin gue gak akan sadar, gue juga mungkin masih berusaha rebut Kenzie dari lo sekarang."

Rara benar. Kenzie juga sudah meminta maaf berulang kali pada Kiara.

Kiara mengigit bibir bawahnya. Namun, perkataan Kenzo kembali terngiang di kepalanya.

Kenzo benar-benar menunjukan rasa tidak sukanya pada Kiara.

Ia selalu menganggap Kiara tidak tahu diri.

"Aku maafin."

Kenzie yang sedaritadi diam, perlahan mengembangkan senyumnya. "Serius, Ra?"

"Iya."

"Tapi, aku mau minta satu hal sama Kakak."

Kenzie menatap Kiara. "Apa?" tanya cowok itu.

"Ceraikan aku, Kak."

Deg

Kenzie tertawa miris. Ia sudah membawa Rara ke sini, membujuk gadis itu agar berkata sejujurnya, dan sekarang? Apa yang ia dapat?

Kiara meminta cerai pada Kenzie?

Pernikahan mereka saja baru sebentar.

"Ra, kenapa lagi sih? Gue udah bawa Rara, kenapa lo masih kekeuh mau ninggalin gue? Gue harus gimana, Ra?"

Kiara hanya ingin bahagia.

Kiara sudah lelah dengan hidupnya yang penuh dengan caci dan juga makian orang-orang.

Kiara benci dengan dirinya yang selalu saja lemah di hadapan orang lain.

Kenzie duduk di tepi brankar, menghadap ke arah Kiara. "Ra, lo bercanda kan?"

"Bilang sama gue, lo bercanda kan?"

"Ra!"

Rara menahan tangan Kenzie kala nada suara cowok itu meninggi.

Kenzie menjatuhkan kepalanya pada bahu Kiara. Ia menangis di sana. "Gue harus apa, Ra? Gue harus apa lagi?" tanya Kenzie.

"Dari awal, pernikahan kita itu cuman kecelakan, Kak. Kakak sama aku sama-sama korban. Kakak nikahin aku juga atas dasar tanggung jawab buat Kak Ayla."

"Sekarang, bayinya udah gak ada. Gak ada lagi yang-"

"Lo mau bayi? Gue bisa bikin dia ada, Ra. Kalau itu bisa bikin lo bertahan, gue bisa bikin dia ada."

TBC

Kasian juga liat Kenzie kek gini:(

Kesan setelah baca part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro