D u a p u l u h t u j u h

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

27. Merasa

"Khanza, Kenan, ayo pulang."

"Mama."

Kenzie mendongak, tubuhnya membeku, cowok itu perlahan beranjak dan menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Wanita itu tersenyum tipis, "Apa kabar, Kak?" tanya wanita itu basa-basi.

"Ra," Kenzie menarik wanita itu dan memeluknya.

Akhirnya, setelah sekian lama ia menanti Kiara kembali, mereka kembali dipertemukan.

"I miss you, Ra. Aku cari kamu, tapi gak pernah ketemu." Kenzie mengatakan itu dengan sangat lirih.

Kiara membalas pelukannya. Wanita itu mengigit bibir bawahnya. Ia juga rindu Kenzie, tapi ia tak berani mencari keberadaan mantan suaminya itu.

Ia takut, ia takut berharap untuk kembali, padahal ia sendiri yang mengakhiri.

Mereka tersadar ketika pinggangnya dipeluk oleh dua bocah kecil itu. Kenzie dan Kiara melepas pelukan mereka.

Keduanya secara spontan berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan mereka.

"Mama kenal sama Papa baru Kenan?" tanya Kenan pada Kiara.

Kiara diam beberapa saat. Ia menatap ke arah Kenzie yang juga menatapnya. "Ra, kamu nikah lagi?" tanya Kenzie yang entah mengapa merasa kecewa dengan itu.

Kiara menunduk, namun, ia menggeleng setelahnya. "Ini anak kita, Kak."

Kenzie mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia sontak menatap ke arah Khanza yang berada di sampingnya.

Senyum di bibirnya perlahan mengembang. Tapi, tak bertahan lama, ia merubah raut wajahnya menjadi sedih. "Aku jahat banget ya, Ra?"

"Setelah kita pisah, beban kamu pasti makin nambah. Pas kamu ngidam, gimana, kamu lahiran, gimana? Kamu ngurus anak kita gimana, Ra? Sendirian? Kenapa kamu gak bilang? Kenapa kamu gak cari aku, Ra?"

Kiara menunduk, ia menggeleng pelan. "Aku yang salah, Kak. Aku gak denger penjelasan Kakak. Tiga tahun lalu, Kak Nakula jelasin semuanya sama aku."

"Aku malu, Kak. Aku bener-bener egois." Kiara tertawa hambar.

Kenzie menghela napasnya pelan. "Aku juga salah, Ra. Harusnya aku gak ikutin apa kata Dewa sama Arya."

"Lagian, emang pada dasarnya dulu kita masih remaja, Ra. Kita masih labil, yang nikahnya di usia matang aja masih banyak kok yang salah paham. Apalagi kita yang dulu gak punya persiapan apa-apa," ujar Kenzie lagi.

Kenzie menunduk, "Aku juga yang gak bisa pergunakan kesempatan itu dengan baik, Ra. Ya … akhirnya kayak gini. Aku minta maaf, Ra. Kamu malah besarin Khanza sama Kenan sendirian."

Khanza dan Kenan yang tak mengerti hanya diam dan sesekali menatap wajah serius dua orang dewasa di samping mereka.

"Aku bener-bener gagal jadi suami yang baik buat kamu, aku bener-bener buruk, Ra. Belum lagi, aku nambah malah jadi Papa yang gak baik buat Khanza sama Kenan."

Kiara menggeleng pelan, "Kakak jangan ngerasa jadi suami yang buruk. Kakak udah berusaha, tapi diri Kakak sendiri yang selalu ngerasa gak baik. Justru harusnya aku makasih sama Kakak."

"Mama, Mama sama Papa baru ngomongin apa? Khanza gak ngerti."

Kenzie dam Kiara tertawa pelan. Kenzie mencium gemas pipi kiri Khanza. "Jangan Papa baru, panggil Papa aja. Aku kan, Papa kamu."

"Iya? Mama? Ini Papa Khanza?" tanya Khanza heboh.

Kiara mengangguk. Sudah saatnya mereka melupakan masa lalu mereka. Kejadian dulu, biarlah mereka jadikan pelajaran saja.

Lagian benar apa kata Kenzie, mereka masih terlalu remaja waktu itu.

"Terus, Papa Kenan mana, Mama?" tanya Kenan cemberut.

"Sini." Kenzie merentangkan tangannya. Kenan dengan cepat berlari dan memeluk Kenzie.

***

"Aku baru tau semuanya dari Nakula tadi. Aku gak nyangka kita bakal ketemu, Ra."

Kenzie dan juga Kiara saat ini berjalan dengan masing-masing menggendong anak mereka yang tertidur.

"Kak Nakula bilang, Kakak ngehindar," ujar Kiara.

Kenzie mengangguk. Cowok itu menghela napasnya pelan. "Iya."

"Kak, lupain semuanya ya. Lagian, kita udah sama-sama dewasa sekarang, udah ngerti mana yang harus diurusin, mana yang gak perlu diurusin. Yang terpenting sekarang, udah gak ada kesalahpahaman antara aku sama Kakak."

"Soal Kak Dewa, sama Kak Arya, aku ngerti alasan mereka. Kakak bisa kan damai sama masa lalu?" sambung Kiara.

Kenzie menggeleng pelan. "Aku gak tau, Ra."

"Tapi aku bakal coba buat ketemu mereka, aku juga kayaknya emang perlu penjelasan dari mereka langsung," sambung Kenzie.

Kiara dan juga Kenzie sampai di depan kontrakan. Kiara melirik ke kanan dan ke kiri. "Kakak jangan masuk, ya? Gak enak sama tetangga."

"Bi Dedeh, gak ada?"

"Ibu … Ibu meninggal empat tahun lalu."

Kenzie mematung. Jadi, selama ini Kiara mengurus dua anaknya sendiri? Benar-benar sendiri tanpa bantuan orang lain?

Astaga …

"Turut berduka cita, Ra. Aku bener-bener gak tahu soal—"

"Makasih. Udah lama juga, kok." Kiara tersenyum tipis.

Ia memilih membuka pintu kontrakan dan memasukan Khanza terlebih dahulu. Setelah itu, ia mengambil alih Kenan, dan membawa masuk Kenan.

Kiara kembali keluar menemui Kenzie.

"Kamu kerja Apa, Ra?"

"Aku kerja di toko kue depan. Khanza sama Kenan juga suka ikut, di sana juga ada anak pemilik toko itu, jadi mereka gak masalah aku bawa anakku."

Kenzie mengangguk pelan. Cowok itu mengajak Kiara untuk duduk di teras. "Harusnya aku yang nafkahi kalian."

"Kak …."

"Ra, besok kamu kerja? Aku boleh bawa mereka ketemu Mama sama Papa aku? Mereka juga harus tahu Nenek sama Kakeknya," ujar Kenzie.

Kiara mengangguk, tak ada alasan untuk Kiara melarang Kenzie mengajak darah dagingnya sendiri.

Kenzie tersenyum tipis. Cowok itu beranjak, "Kalau gitu, kayaknya aku pulang dulu, ya? Udah mau malem, gak enak sama tetangga kamu."

"Hati-hati."

TBC

Berdamai sama masa lalu, rasanya~

Sesuai janji ya~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro