S e b e l a s

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

11. Sama-sama ragu

Kenzie mengembuskan asap rokoknya. Cowok itu menatap jalan raya yang terasa ramai di warung tempat biasa ia nongkrong.

Tinggal satu hari lagi, lusa nanti ia akan resmi menjadi seorang suami.

"Lo beneran mau nikah sama Kiara?"

Kenzie melirik Nakula yang menatap ke arahnya. Cowok itu mengembuskan asapnya lagi, "Iya," jawabnya.

"Lo beneran hamilin Kiara? Kapan? Gimana? Kok bisa?"

"Bisa," jawab Kenzie lagi.

Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri. Ia tak akan membocorkan perihal anak siapa yang dikandung oleh Kiara.

Cukup dirinya, Ayla, dan juga Kenzo saja yang tahu. Ia tak mau melihat Kiara menangis lagi.

"Parah sih."

Kenzie mematikan puntung rokoknya. Cowok itu membuangnya, kemudian beranjak, "Gue duluan."

"Mau ke mana?"

"Rumah Om Leo."

Cowok itu naik ke atas motornya, kemudian ia menjalankannya dengan kecepatan sedang.

Di perjalanan, pikirannya terus menerus melayang. Pernikahannya akan segera tiba.

Namun, hatinya masih ragu. Ia tak tahu ini keputusan benar atau salah, ia masih sekolah, menikahi Kiara tanpa modal apa-apa. Ia sama sekali belum memiliki usaha, ia tak punya uang untuk menghidupi Kiara nantinya.

Di samping itu, hatinya juga masih ragu dengan keputusan yang ia buat. Yang menikah diumur matang saja bisa bercerai, apalagi dirinya yang masih sangat muda.

Ia takut, ia takut ketika suatu hari nanti ia menyesal. Menyesal karna telah menikahi Kiara, ia takut tak bisa menjadi Ayah yang baik untuk anak yang bahkan bukan darah dagingnya sendiri.

Motor Kenzie berhenti tepat di depan bengkel yang sudah sangat sepi.

Cowok itu turun, kemudian ia memilih masuk ke dalamnya. "Om Leo, ada?" tanya Kenzie pada salah satu montir di sana.

"Ada di mes, sama A Bintang juga," jawabnya.

Kenzie menganggukan kepalanya, "Makasih, Kang." Setelahnya, cowok itu melangkah pergi meninggalkan para montir yang tengah membersihkan bengkel yang akan segera tutup.

"Ganteng gitu ya A Ezi, mirip sama Pak Leo."

Kenzie masuk ke dalam mes. Di kasur lantai, Leo dan juga Bintang tengah duduk sembari menonton acara televisi.

Bintang sendiri adalah putranya Leo. Umurnya hanya berbeda dua tahun di bawah Kenzie.

"Eh, Bang," sapa Bintang.

Kenzie duduk, cowok itu mencium punggung tangan Leo.

Leo yang melihat wajah keponakannya yang ditekuk, langsung bertanya, "Kenapa?" ujarnya.

"Kiara dikeluarin dari sekolah."

Leo mengerutkan alisnya. Pria itu melirik ke arah Bintang yang sepertinya tertarik untuk ikut masuk ke dalam obrolan. "Kenapa bisa?" tanya Leo lagi.

"Guru sekolah udah tau Kiara hamil, Om. Katanya dari bentuk tubuh dia. Papa marah, Kenzie sama Kiara lusa nikah."

"Lo mau nikah?" tanya Bintang kaget.

Kenzie mengedikan bahunya tidak acuh. Cowok itu memilih bersandar pada tembok dengan mata yang menatap lurus ke arah televisi. "Kapan Kenzie bisa mulai kerja di sini, Om?"

"Sebisanya lo aja."

Kenzie menghela napasnya pelan. Cowok itu mengusap wajahnya kasar, "Kenzie belum siap, Om. Kenzie ragu, gimana kalau suatu hari nanti Kenzie gak bisa kasih nafkah lahir dan batin buat Kiara?"

***

Di dalam kamarnya, Kiara mengelus pelan perut datarnya. Gadis itu mengigit bibir bawahnya, berkali-kali ia menangis.

Andai saja waktu bisa ia putar kembali. Seharusnya Kiara berteriak hari itu, ia kesal dengan dirinya yang jika panik pikiran selalu kacau.

Andai saja ia meminta tolong pada orang-orang di sana. Andai, semua hanya tinggal kata andai yang melekat pada dirinya.

"Kiara, ini Ayla. Boleh gue masuk?"

Kiara melirik ke arah pintu kamar. Gadis itu buru-buru mengusap air matanya. "Masuk aja, Kak," kata Kiara.

Tak lama, sosok Ayla muncul. Gadis itu masuk ke dalam kamar Kiara kemudian menutup pintunya kembali.

Ayla berjalan menghampiri Kiara dan duduk di depan gadis itu. "Gue minta maaf, Ra."

"Gak papa." Kiara tersenyum tipis.

Biar bagaimanapun, keluarga Ayla sudah banyak menolong Kiara dan juga Ibunya. Tak adil saja rasanya jika ia dendam pada Ayla.

"Ra, harusnya waktu itu gue gak pergi. Harusnya waktu itu gue cari pertolongan, Ra. Harusnya-"

"Kak, semuanya udah terjadi. Udah, ya? Aku gak papa."

Ayla menunduk, gadis itu meremas tangannya sendiri. "Gara-gara gue, Ra. Semuanya gara-gara gue."

"Lo yang gak salah sama sekali malah dikeluarin dari sekolah, Ibu lo kecewa sama sesuatu yang bahkan bukan salah lo. Sekarang, Kenzie yang harus nanggung semuanya, dia harus tanggung jawab sama apa yang gue lakuin, gue yang salah, Ra."

Kiara mengigit bibir bawahnya. Gadis itu menarik napasnya pelan, "Kita bisa jujur sama apa yang terjadi sama semua orang di rumah ini, Kak. Dengan begitu, Kak Kenzie gak usah tanggung jawab sama apa-"

"Ra, kalau nyokap bokap gue tau, mereka bakal cari David sampai ketemu. Bukan cuman karna bayi yang ada di dalam kandungan lo, dia pernah mau lecehin gue, dia juga udah bikin mereka salah paham sama Kenzie."

Ayla menarik napasnya, "Dan yang paling parah, lo bakal nikah sama David. Gue gak mau itu terjadi."

"T-tapi kenapa? Kak David yang harusnya tanggung jawab sama ini-"

"Ra, kalau dia emang punya niat buat tanggung jawab, kenapa gak dari bulan lalu? Kalau dia gak brengsek, kenapa dia ngilang sampai sekarang?" tanya Ayla.

Kiara diam. David memang sudah lama menghilang, ia tak lagi berkeliaran di kawasan sekolah.

"Kita bakal jujur, kita bakal bongkar semuanya kalau keadaan udah kembali dingin, ya?" ujar Ayla.

Kiara masih diam. Apakah pernikahannya dengan Kenzie akan berjalan mulus seperti cerita novel yang pernah ia baca?

Tapi, untuk di kehidupan nyata rasanya tak mungkin.

Ia takut, ia takut suatu hari nanti Kenzie membuangnya.

Ia juga takut suatu hari nanti Kenzie tak bisa menerimanya karna-Istrinya sudah tersentuh orang lain sebelum dirinya.

"Tapi Kak Ayla bisa kan bantu aku cari Kak David? Biar bagaimanapun, dia berhak tau soal anaknya."

"Ra-"

"Syukur-syukur, kita bisa ketemu sama Kak David sebelum aku sama Kak Kenzie menikah."

TBC

Kesan setelah baca part ini? Kangen gak?

Ada yang ingin disampaikan untuk Kiara

Kenzie

Ayla

Leo

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro