2. The Influencer (part 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Januari 2024

Semua muridnya kini terduduk di kursi masing-masing. Tidak ada yang bersuara, takut pada seseorang di depannya. Rav menatap marah. Kemarin mereka sangat ramah dan baik, tapi kenapa sekarang menjadi ... ah, sudahlah.

"Lofi, balikin uang Ibu! Siapa yang ngajarin kalian jadi anak nakal?" tegas Rav.

Anak itu memberikannya dengan sedih. Namun, sebuah tanda tanya besar muncul di otaknya.

"Memang kalo buang sampah sembarangan, tidak menasehati yang berbuat salah, ngomong kasar, mencuri, atau telat, kenapa anj-"

Plak!

Tamparan keras dari Rav mendarat pada pipinya. Sampai-sampai kepala muridnya itu menoleh.

Tangan Rav bergetar, dia tanpa sadar telah melanggar aturan nomor satu seorang guru: 'dilarang menyakiti murid.'

Plak!

Anak lain menampar teman sebangkunya. "Aku gak suka sama mukamu, jamet soalnya."

Korban memegang pipinya yang merah. Namun tangan lainnya mengepal keras. Dilemparkan pukulan cepat ke perut, hingga targetnya terbatuk.

Disusul oleh anak-anak lain mulai berkelahi satu sama lain. Buku, pensil, dan penggaris berterbangan karena dilempar. Suara gaduh terdengar menggelegar. Teriakan, benda pecah, dan benturan.

Dengan panik Rav lari keluar kelas. Tidak menyangka muridnya yang pendiam berubah jadi mesin penghancur. Bukannya merasa baik, justru keadaan di lapangan sekolah lebih parah. Guru dan seluruh warga sekolah ikut berkelahi. Memberi Rav suatu kesimpulan.

"Ini ... bukan muridku yang berubah, tapi dunia yang kurubah," gumamnya.

Sampah yang berserakan di lapang, berlomba-lomba dilemparkan sampai terkena wajah Rav. Panik karena mulutnya jadi pahit, dia menyingkirkan sampah itu sembarangan. Namun perhatian tetap tertuju pada sampahnya.

Kulit pisang yang dia buang ke sungai terlintas di kepala. Begitu pula dengan sampah di depan rumahnya dan truk yang membuangnya ke sungai. Namun saat itu masih ada warga yang menasehati, tapi Rav tak acuh. Lalu semua orang juga tidak ada lagi yang peduli dengan pelanggaran. Seperti kata umpatan yang Rav keluarkan, diikuti juga oleh satpam dan muridnya.

Bahkan ketika dia telat, muridnya menormalkan. Parkir juga sepi, mungkin staff sekolah belum hadir semua. Mengingatkannya dengan sesuatu, langsung saja dia merogoh kantung celananya. Ada sebuah uang 100 ribu, milik kepala sekolah yang dia ambil untuk makan siang. Menjadikan lofi mencuri dompetnya.

"Semua perbuatan buruk, diikuti oleh semua orang?"

Kaki Rav berlari ke gudang dan diam di sana. Dia perlu ruang sepi untuk berpikir. Niat hati ingin ke toilet guru, tapi tempat terbersih itu pasti sudah jadi XXXXX (terlalu menjijikkan untuk ditulis).

Raf duduk di kursi kayu tak terpakai yang berdebu. Berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Dia mengajar seperti biasa, lalu membuang sampah ke sungai karena terburu oleh Baim. Rumahnya ditebari garam. Lalu dia pusing memikirkan masalahnya-seperti sekarang-dan berandai bisa merubah semua manusia. Setelahnya hanya aktivitas normal, tidak ada yang aneh.

"Tunggu, apa mungkin do'a tentang mengubah manusia itu terkabulkan?" Bohlam seperti muncul dan menyala di atas kepalanya dan menyala.

Namun itu bukan kiasan lagi, karena Rav benar-benar menyalakan lampu ruangan. Banyak alat tidak terpakai yang berdebu: kursi, meja, matras, tapi matanya tertuju pada sapu dan kemoceng.

Si guru langsung saja mengambilnya dan bersih-bersih. Dimulai dengan membersihkan meja, lalu kursi. Rav bersih-bersih sampai bell istirahat berbunyi, artinya sudah satu jam dia di gudang.

Tidak apa dia tidak mengajar selama itu. Lagi pula aturan dunia sudah berubah, terlambat dinormalisasi. Setidaknya mulai sekarang sampah ada ditempatnya.

Harusnya seperti itu, tapi ketika Rav melihat ke luar gudang, orang-orang masih suka mengotori dunia. Tidak acuh dengan tulisan "Dilarang membuang sampah sembarangan " yang dipasang di tempat sampah.

"Coba kalau gini." Rav membuang salah satu sampah ke tempatnya. Sayangnya tidak ada yang terjadi. Manusia dan aturan dunia masih sama saja.

"Apakah kekuatanku hilang?" tanya Rav pada dirinya sendiri.

Seketika dia berbuat tercela lagi untuk memastikan. Kupingnya diputar dengan sengaja sampai sakit agar bisa dianggap menyakiti diri sendiri.

Mendadak semua orang menirunya. Awalnya hanya kuping tapi makin kesini mulai merambah ke mencubit tangannya.

"Aturan dunianya semakin meluas?" seru Rav tak percaya. "Kalau seperti itu jadinya ..., ini gawat, akan ada masa dimana dunia tidak ada kebaikan."

***

Motor Rav diparkirkan di depan rumah. Membuka helm yang tidak nyaman, sampah di helmnya lebih banyak dari kemarin. Bukan pihak perusahaan ternyata yang membuat halaman kotor, tapi tetangganya sendiri. Pintu tidak dikunci, adiknya ternyata sudah pulang.

"Baim ...," panggil kakaknya. "Harum apa ini?"

Anehnya, beda dari yang lain, rumahnya wangi tanpa bau tidak sedap.

"Zu, interview aku gagal soalnya HRD-nya telat, jadi diundur entah sampai kapan. Untungnya aku enggak pulang dengan tangan kosong." Baim menyodorkan kotak kardus segiempat pipih. Lalu membukanya seperti laptop.

Sebuah pizza dengan toping yang tidak dia tahu, tapi itu harum. Wajarkan saja, kakak beradik ini bukan target untuk bisnis seperti ini. Membuat dia bisa melupakan masalahnya, setidaknya Baim tidak berubah.

"Berapaan?" tanya Rav penasaran. Dia mengangkat satu potongan.

"Gratis." Adiknya mengikuti.

"Kok bisa?" Rav menggigit ujung potongan pizza yang lancip. Rasa gurih asin manis terasa oleh lidah. Ditambah dengan harum yang masuk ke hidung.

"Soalnya aku nyuri."

Terkaget jantung Rav. Langsung kakinya berlari ke tempat sampah rumahnya dan memuntahkan pizza yang baru saja dikunyah.

"Kenapa dimuntahin anjir?" tanya Baim. Rasa kecewa, bingung, dan kaget bercampur jadi satu.

"Kenapa kamu nyuri? Aku enggak pernah mendidik adikku untuk mengambil hak orang lain ...."

Dunia benar-benar berubah. Suara bell notifikasi berbunyi tanpa berhenti. Rav sudah tau bahwa itu kabar buruk, melihat smartphonenya dengan enggan. Rupanya itu dari twitter, beribu cacian dan makian dilontarkan satu sama lain. Reflek Rav melemparkannya smartphone-nya.

Namun rasa penasarannya mencuat, jadi dia lari ke ruang keluarga. Diambil remot tv dan menekan-nekan tombolnya untuk melihat berita.

"Pemirsa, sebuah kerusuhan antar umat beragama di Kudus semakin memanas-"

Rav mengganti salurannya.

"HAMAS berhasil memukul mundur pasukan Israel-"

"Sosiopat bernama Yemi yang membunuh pemuda berinisial C, dibebaskan dari hukum-"

"Seorang maling mencuri 11 motor polisi di Polsek, pelaku lolos tanpa perlawanan-"

Layar tv mati. Rupanya ada orang asing yang masuk dan membawa televisinya entah kemana. Baim hanya diam sambil mengumpat.

Hanya ada berita buruk dimanapun itu. Rav satu-satunya orang yang bisa berbuat baik. Namun dia terduduk diam, tidak bisa berkata-kata.

Melihat itu, adiknya duduk di samping. "Zu, kenapa?"

"Kamu akan lakukan apa kalau diberi kutukan yang membuat sikap burukmu ditiru semua orang?"

"Itu enggak masuk akal anj***, tapi aku akan melihat dari sudut pandang yang lain. Kutukan sialan itu mungkin bisa berubah jadi anugrah. Temanku pernah bercerita tentang cahaya hitam, kamu bisa menerangi seseorang dengan kegelapan."

"Maksudnya?"

"Perbuatan buruk yang berakibat baik-Aw, sakit," jelasnya sembari mencubit tangan.

Rav mengangkat kepalanya, dia menyadari sesuatu. Kakinya berlari kecil menuju dapur. Melihat sebuah pisau dan mengambilnya.

"Zu gob***, mau ngapain?"

Masalah yang dia punya, semuanya tentang manusia. Tidak ada gunanya untuk merubah mereka. Pada akhirnya akan ada masa dimana kebaikan musnah oleh makhluk paling logis itu.

Namun ....

"Tidak akan ada masa penghancuran kebaikan jika manusia tidak ada." Rav menusuk perutnya sendiri.

Rasa sakit yang luar biasa menggerogoti seluruh tubuh. Darah mengalir bagaikan air mancur, semakin membasahi lantai.

Rav melihat Baim yang hanya bisa diam karena terikat oleh peraturan dunia ciptaannya. 'Tidak usah menghentikan orang yang berbuat salah' seperti menghiraukan truk sampah kemarin.

Adiknya kini menangis, tidak ingin berpisah dengan sang kakak. Aturan dunia bertambah lagi. Dengan tangan yang bergerak dia menyalakan blender kecepatan penuh. Lalu masukan tangan lainnya, sampai terpotong-potong.

Ditengah teriakan dan kesakitan kakak-beradik itu. Setidaknya notifikasi spam caci maki dan drama dari twitter sudah berhenti. Beberapa detik kemudian, mata rav menjadi gelap, dan hidungnya tidak bernafas.

Bersambung?



Akhirnya beres juga cerita Rav.
Btw mau tanya, kalo kamu jadi Rav, apa yang kamu lakukan?

Seperti yang di bab 1, aku ada lagu yang cocok buat endingnya. Dengerin coba.

https://www.youtube.com/watch?v=E8bx4Hen_vc





---

Sebuah bunga jenis baru tumbuh di dekat pohon yang rindang, berpayung besar, subur, dan sejuk. Makhluk apapun pasti nyaman dan merasa bahwa suatu kehormatan untuk ada di posisi Rav.

Setiap pagi, seorang dewi datang menyiram dan memberi karunianya. Beliau memberi Rav air dengan tangan kanannya, sebab yang kiri sudah penuh memegang padi.

"Mekarlah sayangku, kau aman sekarang," ucap Dewi Sri menenangkan.

Mendengar itu, kelopak Rav membuka pelan. Bunga yang tercantik, menjadi pusat alam, jika dia mekar maka bunga lain mengikuti.

Bersambung beneran

Patung dewi sri dari perunggu di museum Sonobudoyo

Arca dewi sri di candi barong

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro